Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ninis

Berau Jadi Bali Kedua, Berkah atau Musibah?

Wisata | Tuesday, 07 Feb 2023, 16:02 WIB

Sektor pariwisata nampaknya masih begitu "menggiurkan" untuk menambah pemasukan negara. Setelah pariwisata di Bali "sukses" mendunia. Berhasil memikat wisatawan domestik hingga mancanegara untuk mengunjungi Bali. Kini Berau di Kalimantan Timur pun digadang-gadang menjadi Bali kedua berharap juga bisa mengulang kesuksesan layaknya Bali.

Bertajuk B to B, from Bali to Berau diharapkan bisa bekerjasama agar menguntungkan Bali dan Berau. Hal ini dipastikan oleh Pemerintah Kabupaten Berau yang akan bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Bali untuk mengembangkan pariwisata di Bumi Batiwakkal. Berau nantinya akan menjadi alternatif wisatawan mancanegara seperti Bali. (berau.prokal.co).

Dengan kesamaan destinasi wisata bahari dan pedalaman, kedua daerah ini akan mempromosikan paket wisata Bali-Berau. Setelah wisata ke Bali para wisatawan diajak untuk melanjutkan perjalanan wisatanya ke Berau. Terlebih Berau termasuk kabupaten penyangga IKN (Ibukota Negara) akan menarik minat wisatawan asing berkunjung nantinya. Selain itu, dengan kerjasama ini pariwisata dibangun berbasis pada masyarakat dan potensi yang ada didaerah.

Sekilas alasan tersebut tampak klise, dari sektor pariwisata dapat memperbaiki keadaan masyarakat karena berbasis masyarakat dan potensi Berau. Berkaca dari wisata di Bali yang menjadikan masyarakat kian primisif. Akankah sektor pariwisata ini berdampak positif bagi masyarakat Berau?

Waspada Dampak Sosial

Indonesia memang terkenal dengan keindahan alamnya terutama yang berada di daerah pesisir pantai. Sehingga pariwisata pun digencarkan dengan target dapat memikat wisatawan asing. Tanpa peduli dampak sosial yang ditimbulkan dengan dibukanya sektor pariwisata ini. Jamak diketahui bagaimana perilaku wisatawan asing di Bali, berpakaian minim di pantai, biasa kumpul kebo atau berzina, gemar miras sehingga banyak diskotik.

Kehidupan barat yang berasas sekulerisme (dipisahkannya agama dari kehidupan) memang memuja kebebasan. Kebebasan berprilaku dijamin dalam sistem ini, sehingga manusia diberikan kebebasan untuk berperilaku apa saja meskipun itu melanggar norma agama dan sosial. Terlebih tempat wisata justru memfasilitasi apa saja yang menjadi kebiasaan wisatawan asing itu.

Padahal dibalik "kesuksesan" Bali terdapat banyak problem mengiringinya. Meningkatnya angka penderita HIV Aids, penyakit kelamin, seiring dengan maraknya prostitusi, kasus pemerkosaan, kekerasan hingga pembunuhan disebabkan mabuk miras.

Demi mendapatkan keuntungan dari sektor wisata, justru mengabaikan dampak negatif yang ditimbulkan dari perilaku bebas para wisatawan asing itu. Cuan yang dihasilkan tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkannya. Indonesia mayoritas muslim hal seperti itu bertentangan dengan aturan Allah. Dengan menyuburkan maksiat justru akan membawa mudharat pada umat dan mengundang musibah.

Wisata dalam Islam

Pariwisata selain sarana untuk menghilangkan penat juga sebagai sarana untuk syiar Islam. Dengan mentadaburi alam (mengamati keindahan) akan menumbuhkan rasa cinta pada pencipta. Hendaknya wisata yang diperbolehkan dalam Islam dengan tidak mengabaikan apa yang dilarang Allah. Maka negara membuat serangkaian aturan di tempat wisata, seperti melarangan buka aurat, miras, perzinaan. Sarana ibadah dibangun di tempat-tempat wisata.

Selain itu, pariwisata tidak boleh dijadikan pemasukan negara apalagi diswastanisasi. Negeri ini memiliki SDA yang berlimpah ruah jika dikelola dengan benar oleh negara sejatinya cukup untuk menyejahterakan rakyat. Pengelolaan SDA harus berdasarkan syariat Islam.Daripada sibuk mengumpulkan "uang receh" dari sektor pariwisata lebih baik optimalisasi kelola SDA. Dari sumber pemasukan dari sektor SDA jauh lebih banyak.

Negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam mengurusi rakyatnya. Tak seharusnya rakyatnya dibiarkan berjuang sendiri melawan arus kebebasan masuk merusak kehidupan kaum muslimin. Pemimpin dalam Islam laksana junnah atau perisai dimana kaum muslimin berlindung dibelakangnya. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu laksana perisai, yang (orang-orang) akan berperang di belakangnya mendukung dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaannya.

Demikianlah Islam memandang pariwisata demi tujuan ibadah dan meningkatkan ketaatan. Bukan wisata dalam paradigma sekuler kapitalis untuk mendapatkan profit dan sekedar wasilah untuk bersenang-senang hingga menghalalkan segala cara. Bagaimana negeri ini mendapatkan keberkahan jika menjadikan wisata sebagai ajang maksiat. Wallahu A'llam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image