Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gili Argenti

Membaca Koalisi Perubahan

Politik | Tuesday, 07 Feb 2023, 07:24 WIB

Setahun menjelang pelaksanaan pemilu, suhu politik semakin menghangat, publik politik disuguhi berbagai berita di media cetak, elektronik, dan media online. Isi berita terkait manuver elit partai dari silaturahmi politik, deklarasi capres, komunikasi politik, sampai liputan safari tokoh politik ke berbagai daerah.

Sumber : www.republika.co.id Foto : Republika/Prayogi

Selain semarak oleh berita politik diberbagai platform media, publik tanah air juga disuguhi ramainya jalanan dengan warna-warni bendera partai, serta hadirnya poster atau baliho tokoh politik dari pusat sampai daerah menghiasi sudut kota, seakan berlomba-lomba menampilkan citra diri ke khalayak, sebagai tokoh yang pantas dipilih menjadi pemimpin atau wakil rakyat dibilik suara.

Dari berbagai manuver elit yang menyesaki ruang publik, memperbincangkan koalisi partai politik menjadi sesuatu hal menarik, sebab sistem pemilu di Indonesia mensyaratkan partai yang berhak mengusung capres-cawapres, harus melampaui ambang batas presidential threshold sebesar 20% hasil pemilu sebelumnya, bila tidak mencapai persentase itu partai harus membentuk koalisi.

Format Koalisi Politik

Setidaknya kita bisa memprediksi akan terbentuk empat poros kekuatan koalisi. Pertama, poros tunggal PDI-P memiliki 128 kursi di DPR RI atau setara 22,2%, partai pemenang pemilu dua kali berturut-turut, menjadi satu-satunya partai politik bisa mengusung capres-cawapresnya sendiri, sampai artikel ini ditulis PDI-P belum mendeklarasikan capres-cawapres maupun mintra partai koalisinya. Kedua, poros koalisi Indonesia bersatu (KIB) menyertakan tiga partai politik, semuanya kebetulan masuk dalam kabinet pemerintahan Jokowi-Amin. Partai Golkar memiliki 85 kursi, PAN meraih 44 kursi, dan PPP memiliki 19 kursi. Jadi total ketiganya meraih 25,8% setara 148 kursi, artinya KIB memiliki tiket pencalonan capres-cawapres, hanya belum mendeklarasikan siapa figur pasangan akan mereka usung.

Ketiga, poros koalisi kebangkitan Indonesia raya terdiri dari dua partai politik, Partai Gerindra memiliki 78 kursi serta PKB meraih 58 kursi, total keduanya mencapai 136 kursi atau 23,7%, telah memiliki tiket mengusung capres dan cawapres, meski poros koalisi ini memiliki figur populer Prabowo Subianto, poros koalisi belum mendeklarasikan capres-cawapres kepada publik, meskipun kedua partai sebenarnya lebih mudah membangun komunikasi serta chemistry, karena merupakan mitra koalisi Jokowi-Amin di pemerintahan. Keempat, poros koalisi perubahan menyertakan tiga partai politik. Partai Nasdem meraih kursi 59, Partai Demokrat memiliki 54 kursi, dan PKS memperoleh 50 kursi, total ketiganya mencapai 163 kursi di DPR RI atau setara 28,3%. Koalisi perubahan bisa mengusung pasangan capres-cawapresnya sendiri, perkembangan terakhir ketiga partai bersepakat mencapreskan Anies Baswedan, tetapi belum menemukan kesepahaman siapa wakil presidennya.

Peluang Poros Koalisi

Tulisan ini mengulas koalisi Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS. Kalau koalisi ini berhasil dideklarasikan, merupakan format koalisi sangat unik, keunikan bisa dilihat dari koalisi yang menarasikan rekonsiliasi politik antara pendukung partai pemerintah dan pendukung partai oposisi, identitas ketiga partai mempertemukan dua kubu itu, bahkan bisa menjadi koalisi satu-satunya melibatkan dua kekuatan politik berbeda, gabungan antara partai oposisi serta partai pemerintah. Rekonsiliasi politik tentu membawa dampak positif, bagi perjalanan politik bangsa kedepan, bahwa pembelahan harus dihentikan dampak dari polarisasi dua kali pemilu sebelumnya.

Koalisi perubahan juga mempertemukan dua kelompok besar dalam lanskap politik Indonesia, yaitu kubu nasionalis direpresentasikan Partai Demokrat serta Partai Nasdem, dan kubu Islam modernis terwakili oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Artinya secara representasi telah mewakili dua kelompok politik besar di Indonesia.

Tantangan Poros Koalisi

Koalisi Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS, harus membuat positioning politik sebagai pembawa gerbong kebaruan berbeda dari koalisi lain, karena sudah membuat branding bernama koalisi perubahan di media. Perubahan sendiri memiliki arti keadaan berubah atau dinamis serta tidak statis, di mana keadaan sekarang diyakini tidak sama dengan keadaan di masa akan datang, intinya koalisi tiga partai harus menampilkan narasi alternatif dari wacana dominan saat ini.

Koalisi perubahan jangan terjebak narasi asal beda atau antitesis, tetapi mengembangkan konsep politik sebagai pabrik pemikiran, seperti ditulis pemikir Islam Abu al-Hasan al-Mawardi dalam karya Adabu ad-Dunya wa ad-Din, politik merupakan industri atau pabrik gagasan. Dunia politik itu menawarkan berbagai pemikiran membangun bangsa di masa depan, dengan menggali konseptualisasi dari basis ideologi dimiliki. Terlebih koalisi perubahan melibatkan satu partai selama sepuluh tahun menjadi mitra pemerintah, artinya narasi politik ditawarkan hasil bauran kekuatan di luar serta di dalam pemerintahan.

Dengan memiliki asumsi politik sebagai pabrik pemikiran, tentu koalisi perubahan atau koalisi partai manapun, tidak terjebak narasi asal berbeda, tetapi dinantikan pemikiran atau gagasannya oleh publik mengenai tawaran atau program politik dalam membangun Indonesia lima tahun mendatang, memberikan kerangka pemikiran bersifat solutif atas pemasalahan kebangsaan yang dihadapi.

Koalisi perubahan sepertinya belum menemukan titik kesepahaman mengenai figur cawapres mendampingi Anies Baswedan, kalau permasalahan berlarut dikhawatirkan koalisi mengalami kematian prematur, diperlukan komunikasi intens diantara mitra koalisi dalam menemukan titik temu diantara ketiganya.

Tentunya sebagai masyarakat awam, deklarasi capres lebih awal dari koalisi manapun sejatinya menguntungkan publik, kita diberikan alokasi waktu sangat panjang mengenal rekam jejak politik sang kandidat, sehingga bisa mengetahuinya secara utuh tidak parsial. Kita diberikan kesempatan mengenali serta mengkritisi setiap figur, sangat baik bagi pendidikan politik buat masyarakat Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image