Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image andri gunawan

Ketika Jiwa Profesi (Guru) Sakit

Guru Menulis | Thursday, 16 Dec 2021, 11:30 WIB

Ketika Jiwa Profesi (Guru) Sakit

Setiap profesi memiliki jiwa tersendiri sesuai dengan jenis profesinya. Dalam profesi prajurit ada jiwa prajurit, dalam profesi dokter ada jiwa dokter, dalam profesi hakim ada jiwa hakim, dalam profesi politikus ada jiwa politikus, dan dalam profesi guru ada jiwa guru. Seperti halnya jiwa manusia pada umumnya yang dapat terkena sakit (sakit jiwa) maka jiwa dalam profesi pun bisa terkena sakit. Kita sebut saja itu dengan istilah jiwa profesi yang sakit. Jiwa profesi yang sakit bisa terjadi pada profesi apapun baik guru, dokter, prajurit, hakim, ustadz, pendeta, politikus, dan lainnya. Dan ketika jiwa profesi itu sakit maka lenyaplah profesionalismenya. Misalnya, hakim yang jiwa profesinya sakit bisa di suap, prajurit yang jiwa profesinya sakit bisa tembakan senjata sana sini seenaknya, dokter yang jiwa profesinya sakit hanya melayani dan menolong pasien yang berduit saja, penulis yang jiwa profesinya sakit memplagiat tulisan orang semaunya. Dan pada saat itulah profesionalisme pada yang bersangkutan sudah lenyap. Penulis beranggapan bahwa anggota profesi yang mengalami hal demikian saat ini lazim disebut dengan istilah oknum. Jadi, sejatinya oknum di setiap profesi itu adalah mereka yang jiwa profesinya sedang sakit. Melanggar kode-kode etik, tugas serta fungsi yang sudah ditetapkan dalam profesinya. Walaupun kadar pelanggarannya berbeda-beda, yang menandakan tingkat keparahan sakit jiwa profesinya berbeda pula.

Guru yang jiwa profesinya sakit akan cenderung mengabaikan tugas-tugasnya. Ia akan datang ke sekolah dengan tidak tepat waktu, dia akan mengabaikan membuat perencanaan pembelajaran, mengabaikan kualitas pembelajaran, mengabaikan penilaian, tidak mau mengembangkan ilmu pengetahuannya, bersifat konservatif, dan lainnya. Guru yang jiwa profesinya sakit akan mudah menularkan sakit jiwanya kepada peserta didiknya. Umpamanya, guru sering datang kesekolah tidak tepat waktu atau datang siang maka peserta didik pun akan merasa tidak perlu datang pagi-pagi karena gurunya juga sering datang siang hari atau terlambat. Jiwa guru yang sakit akan muncul dan tampak jelas dalam setiap sikap dan tindakan guru itu sendiri. Setiap sikap dan perilaku guru yang jiwa profesinya sakit akan memberikan sugesti negatif kepada peserta didiknya. Siswa yang tersugesti oleh sikap dan perilaku guru yang jiwa profesinya sakit akan mudah mengikuti, mengimitasi, dan mencoba apa yang dilakukan gurunya.

Jika Anda seorang guru cobalah lakukan diagnosa apakah jiwa profesi Anda sakit atau baik-baik saja. Untuk memudahkan diagnosa, penulis menyusun 100 ciri yang menandakan seorang guru yang jiwa profesinya sakit. Apakah Anda memiliki ciri-ciri ini?, berapa banyak dari sekian ciri yang ada pada diri Anda?. Mudah-mudahan jiwa profesi Anda baik-baik saja.

Berikut seratus ciri guru yang jiwa profesinya sakit:

1. tidak memiliki kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan

2. merasa terpaksa menjalani profesi guru

3. tidak membuat perencanaan pembelajaran

4. membuat perencanaan pembelajaran namun tidak merealisasikannya dalam proses pembelajaran

5. memplagiat rencana pelaksanaan pembelajaran

6. membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan asal-asalan/asal jadi

7. menjauhkan proses pembelajaran dari pengembangan budaya membaca dan menulis

8. bersikap masa bodoh dengan mutu pendidikan nasional

9. tidak melaksanakan penilaian hasil pembelajaran

10. menerima hadiah baik berupa uang ataupun barang dan atau yang lainnya untuk merubah hasil penilaian/membedakan perlakuan

11. tidak memeriksa hasil ulangan, melakukan analisis, dan membuat laporan hasil ulangan

12. mengabaikan peranannya sebagai pembimbing

13. tidak melaksanakan tugas-tugas administrasi profesi

14. tidak menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan pelajaran yang diampu.

15. tidak menguasai teori belajar dan metodologi mengajar

16. tidak memahami karakteristik peserta didik

17. tidak memiliki keluhuran budi

18. tidak memiliki kejujuran

19. tidak memiliki kedewasaan

20. tidak memiliki kedisiplinan

21. tidak memiliki tanggung jawab

22. tidak memiliki kepekaan

23. tidak memiliki keluwesan

24. tidak memiliki wawasan yang luas

25. tidak memiliki keterbukaan

26. tidak memilki kreativitas

27. tidak memiliki inovasi

28. tidak memiliki semangat belajar sepanjang hayat

29. tidak memiliki kemampuan mengambil keputusan

30. tidak menguasai perkembangan peserta didik

31. tidak memiliki kemauan untuk bekerja sama

32. tidak memiliki loyalitas

33. mendahulukan hak dari pada kewajiban

34. menganggap rendah kepada peserta didik

35. memimpin proses pembelajaran dengan otoriter

36. melakukan tindak kekerasan kepada peserta didik

37. tidak dapat bekerjasama dalam tim

38. mengacuhkan peserta didik yang melakukan kesalahan

39. tidak memberikan penghargaan kepada peserta didik

40. bersikap arogan terhadap peserta didik

41. menjadi pengurus partai politik

42. memungut uang dari siswa untuk alasan remedial

43. tidak dapat menerima pendapat orang lain

44. memiliki sikap merasa paling pandai

45. kolusi, nepotisme untuk memuluskan karir jabatannya

46. memilki sikap merasa sudah pintar

47. melarang peserta didik untuk bertanya

48. menghambat kreativitas peserta didik

49. mengacuhkan peserta didik yang meminta bantuan/bimbingan

50. menjual paksa buku pelajaran kepada peserta didik

51. menghina kekurangan yang ada pada peserta didik

52. memerintahkan peserta didik untuk melakukan perbuatan tidak terpuji

53. memberikan hukuman yang bertentangan dengan asas-asas pendidikan

54. melakukan pelecehan seksual kepada peserta didik

55. jauh dari kebiasaaan membaca

56. jauh dari kebiasaan menulis

57. acuh terhadap kekurangan pengetahuan, dan keterampilan mengajar

58. memberikan tugas kepada peserta didik yang di tujukan untuk pemenuhan kepentingan pribadi/keluarganya

59. tidak melakukan inovasi-inovasi pembelajaran

60. mengahardik peserta didik

61. bertutur kata tidak sopan

62. menanamkan kebencian kepada peserta didik

63. tidak memiliki rasa toleransi

64. tidak menjaga kebersihan lingkungan sekolah

65. bersikap dan bertindak rasisme

66. mengambil cuti melebihi waktu yang ditentukan

67. bergaya hidup boros, hedonis

68. mengolok-olok jawaban peserta didik yang salah

69. tidak melakukan pembelajaran remedial

70. tidak memberikan pembelajran pengayaan

71. bersikap acuh terhadap kemajuan peserta didik

72. menggunakan uang tabungan peserta didik

73. menggunakan/memanfaatkan kekayaan/barang inventaris sekolah untuk kepentingan pribadi

74. tidak memelihara dan merawat fasilitas sekolah

75. menyampaikan faham-faham yang tidak benar kepada peserta didik

76. tidak turut serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa

77. tidak menjalin hubungan yang baik dengan orang tua peserta didik

78. bersikap acuh tak acuh terhadap anggota masyarakat lainnya

79. mengangap remeh dan rendah profesi guru

80. tidak memiliki kemauan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah yang berkenaan dengan profesinya

81. tidak memperlihatkan antusias yang tinggi dalam proses pembelajaran

82. tidak mau menerima perbedaan-perbedaan

83. tidak memiliki jiwa relawan

84. tidak memiliki sikap untuk berbagi

85. tidak didisiplin waktu

86. tidak memiliki kesetiaan terhadap Pancasila, UUD 1945 dan NKRI

87. tidak menciptakan keteraturan di dalam proses pembelajran

88. tidak meningkatkan kemampuan profesionalnya sesuai dengan perkembangan zaman

89. mendominasi peserta didik dalam segala hal

90. berbuat senonoh/seronok/cabul

91. menolak perubahan dan bersikap konservatif (tidak berinisiatif untuk maju)

92. tidak memiliki sifat rendah hati

93. tidak mau bergaul dengan masyarakat sekitar

94. melakukan kebohongan

95. berlaku curang, culas, dengki

96. melakukan tindakan kriminal

97. tidak bermitra dengan teman satu profesi

98. mencari keuntungan finasial dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di sekolah

99. tidak menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya

100. tidak berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai tujuan pendidikan nasional

Di samping seratus ciri tersebut, tentunya masih banyak lagi ciri-ciri lain yang tidak mungkin tersampaikan di sini.

(Andri Gunawan)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image