Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Khoerul Hadi

Kebebasan Berpendapat di Negeri Ibu Pertiwi

Politik | Wednesday, 25 Jan 2023, 19:08 WIB
Sumber: Keuangan News

Runtuhnya rezim orde baru, mengakhirkan sistem pemerintahan yang diidam-idamkan oleh seluruh masyarakat dari berbagai elemen. Sistem yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bisa menyampaikan pendapat dalam usaha bersama-sama membangun Negeri. Namun, Aparatur pemerintahan kembali mengesahkan peraturan RKUHP yang menjadi polemik dalam sidang yang digelar pada Selasa, 6 Desember 2022 di gedung DPR-RI, Jakarta. Pemaksaan adalah bahasa tepat untuk pengesahan ini, menyetujui namun penindasan yang akan dirasakan oleh masyarakat.

Mahasiswa, buruh dan masyarakat sipil turun ke jalan di kota-kota besar untuk menolak pengesahan RKUHP. Namun apa daya seluruh usaha dan tenaga yang dikeluarkan tidak ada satupun yang didengar dan diperbaiki oleh sang pemegang takhta Negara. Pasal-pasal yang ditetapkan oleh satu pihak yakni pemerintahan saja namun tidak ada musyawarah dengan pihak masyarakat, pemerintah bisa disebut dengan Sang Maha Kuasa yang tidak pernah bisa diganggu gugat apapun keputusannya.

Pasal-pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) masih bersifat warisan kolonial yang bermasalah dan rentan dalam mencegah kriminalitas, sama saja pemerintah dalam hal ini seperti memiliki niat untuk menjajah kembali Negara yang sudah merdeka di tangan pejuang.

Dalam draf RKUHP Pasal 240 ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah atau lembaga negara,dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 Tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori II “ dan dilanjutkan di pasal 240 ayat 2 “ Jika berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.” Pasal ini sama halnya dengan pasal 218 yakni masyarakat tidak boleh menghina harta dan martabat seorang presiden dan wakil presiden untuk tujuan menjaga baiknya.

Dengan pasal ini disahkan masyarakat dalam kesempatan berpendapat makin tidak ada tempat, tidak ada jalan untuk memberikan kritik dan saran untuk kemajuan Negara. Apa yang telah dilakukan mereka adalah hal benar dan tidak ada yang bisa mengatakan salah. Partisipasi publik seolah dianggap terpenuhi, ketika masyarakat mewakafkan suaranya pada parlemen pemilihan umum, sedangkan pasca pemilu suara rakyat seakan dibungkam dan ditenggelamkan. Padahal ketika suatu negara menganut system pemerintahan demokrasi, maka rakyatlah selaku pemegang kekuasaan tertinggi.

Keindahan akan terlihat jika pemerintah akan memberikan suaranya setelah mereka duduk di kursi tertinggi. Padahal kritik adalah hal yang akan membangun dan melahirkan pemimpin yang bersifat karismatik. Seorang pemimpin yang baik akan menerima masukan dari setiap orang tanpa melihat jabatan dan sosialnya. Karena pemimpin pun sama halnya dengan masyarakat yakni seorang manusia, manusia adalah tempatnya salah dan lupa, itulah yang sering disebut oleh para ulama.

Dalam Al-Qur’an surah Az-Zukhruf ayat 32 Allah berfirman yang artinya: “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” Seseorang yang memiliki kelebihan pun akan memiliki kekurangan, dan untuk menyempurnakan kekurangan yang ada tersebut diperlukan kritik dan saran dalam kehidupan. Dalam muamalah pun memberikan masukan berupa kritik adalah hal yang wajar untuk saling mengingatkan.

Rasulullah panutan seluruh umat muslim bukanlah orang yang anti kritik, beliau adalah manusia yang perlu dengan kritikan dari para sahabat. Pada perang badar, pasukan muslimin berhenti di sebuah sumur yang bernama Badar dan Beliau memerintahkan untuk menguasai sumber air tersebut sebelum dikuasai oleh musuh. Salah seorang sahabat bernama Khahab Bin Mundzir eorang yang pandai dalam strategi perang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah apakah penentuan posisi ini adalah wahyu dari Allah atau hanya strategi perang? Beliau pun menjawab, “Tempat ini kupilih berdasarkan pendapat dan strategi perangku “ kemudian Khahab menjelaskan “Wahai Rasulullah, jika tempat ini tidak strategis, lebih baik kita pindah ke tempat air yang terdekat dengan musuh. Kita buat markas disana dan menutup sumur yang ada dibelakangnya. Kita buat lubang-lubang dekat perkemahan dan kita isi dengan air hingga penuh, sehingga kita pada saat perang memiliki persediaan air yang cukup dan musuh tidak mempunyai persediaan air.”

Dan apakah disitu Rasulullah akan marah dengan kritikan yang diberikan oleh Khahab? Tidak sama sekali, balasan Rasul dengan senyuman dan menjawab “Pendapatmu sungguh baik” Dan waktu itu juga Rasulullah berpindah dan akhirnya kaum muslimin memenangkan telak peperangan tersebut.

Kritik yang dilontarkan masyarakat bisa menjadi pedang tajam jika pemerintah menganggap nya itu hal negatif untuk dirinya, dan akan merusak reputasinya. Dan kritik akan bermanfaat jika pemerintah menganggapnya itu hal positif bagi dirinya, dan akan mengubah dirinya menjadi pribadi yang lebih baik.

Oleh: Muhammad Khoerul Hadi

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image