Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhamad Cahya Rizqi

Menilik Dinamika Pesantren di Era Modernisasi

Agama | Tuesday, 24 Jan 2023, 09:18 WIB
sumber foto : pexels.com

Pondok pesantren diyakini sebagian besar masyarakat di Indonesia sebagai lembaga pendidikan Islam yang sangat efektif dalam pembangunan moral dan karakter. Disana diajarkan tentang bagaimana mengkaji kitab kuning, melatih kemandirian dan kedisiplinan serta mempelajari ilmu agama secara komprehensif. Kurikulum pendidikan pesantren di era modernisasi, tidak hanya membekali santrinya belajar ilmu agama, tetapi mempunyai kultur kurikulum yang dapat mengakomodir potensi santrinya sesuai bakat dan minat yang dimilikinya, seperti berwirausaha, berternak, berkebun dan berkarya melalui akses digital.

Mengenal latar belakang eksistensi pondok pesantren di Indonesia sudah berkiprah sejak Indonesia belum merdeka hingga berkontribusi melawan kolonialisme barat dalam menjaga keutuhan bangsa. Pesantren merupakan lembaga pendidikan warisan wali songo yang mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, baik agama, kebudayaan, seni, ekonomi, politik dan sebagainya. Dari sinilah, lahirnya ‘ulama, pujangga kenamaan, guru, tokoh nasional dan pejuang ternama. Sebab, pesantren satu-satunya lembaga pendidikan Islam yang ada saat itu.

Di tengah era disrupsi dan globalisasi yang ditandai dengan banyaknya perubahan tatanan sosial dan keagamaan, menjadikan pesantren sebagai solusi dalam menjawab permasalahan global seperti terjadinya pergeseran paradigma dan perubahan budaya akibat masifnya arus teknologi informasi. Tatanan kehidupan sosial dan agama yang semakin sulit dikendalikan karena munculnya orientasi mengejar kualitas dan keunggulan, persaingan antar dimensi dan krisis moral di tengah masyarakat.

Dekadensi moral dan krisis akhlak di kalangan remaja muslim yang ditandai dengan adanya penyimpangan agama dan asusila dapat menyita perhatian orangtua untuk memberangkatkan anaknya ke pondok pesantren sebagai upaya menyelamatkan diri dari jurang bahaya. Tetapi perlu dicatat adalah penyeleksian dalam memilih pesantren. Dengan adanya kasus-kasus pelecehan seksual terhadap santri di lingkungan pesantren oleh oknum kiyai atau ustadz harus dijadikan bahan refleksi bagi setiap orangtua dalam memilih pesantren yang tepat dan benar.

Bukan hanya masalah itu, tetapi perlu ditelusuri juga dalam hal sistem pembelajarannya. Jangan sampai kemudian santri dicuci otaknya dengan doktrin-doktrin yang menyesatkan dan dicekoki dengan ajaran agama yang mengarah pada pemikiran dan gerakan radikalisme sehingga dikhawatirkan mereka terjebak dalam siasatnya dan menjadi generasi anti nasionalisme. Oleh karena itu, pentingnya langkah selektif untuk mencari lembaga pendidikan Islam yang betul-betul memiliki kualitas, baik aspek SDM, kurikulum, sarana prasarana, keamanan dan tak kalah penting adalah mempunyai izin operasional yang sah dan legal dari pemerintah.

Pendidikan di pondok pesantren harus mempunyai paradigma rahmatan lil ‘alamin yang mengajarkan kasih sayang menuju kerukunan dan perdamaian dalam bingkai ukhuwwah serta dapat menghapus problematika agama dan sosial yang berkembang di tengah masyarakat. Konsep pendidikan utamanya harus mengedepankan pembenahan aqidah dan akhlak. Hal ini sejalan dengan tujuan diutusnya Rasulullah saw adalah menyempurnakan akhlak manusia.

Disamping itu, keberadaan pesantren di era modernisasi harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan globalisasi secara positif tanpa melepaskan nilai-nilai kultural serta dapat menyiapkan generasi islam yang berkarakter dan membawa pengaruh positif bagi lingkungan sekitarnya sebagai jawaban terhadap kebutuhan masyarakat global. Semua itu, dapat terealisasi dengan adanya visi misi dan program yang jelas serta kesungguhan dan keikhlasan dalam membina santrinya di lingkungan pesantren.

Lantas, apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam memilih pesantren yang tepat?

Pertama, Pastikan pondok pesantrennya memiliki rekam jejak yang positif bagi masyarakat.

Diharapkan lingkungan masyarakat dapat merasakan manfaat dan kontribusi positif dengan adanya sebuah pondok pesantren serta adanya harmonisasi antara pesantren dengan masyarakat sehingga terciptanya kerukunan. Hindari memilih pesantren yang tidak jelas latar belakangnya dan tertutup dari lingkungan sekitar

Kedua, Dibimbing kiyai atau ustadz yang memiliki sanad keilmuan yang bersambung pada Rasulullah saw. Ketika seorang kiyai atau ustadz memiliki latar belakang keilmuan yang jelas dan bersambung pada Rasulullah saw, maka substansi ajarannya tidak akan melenceng dari koridor Al Qur-an dan As sunnah

Ketiga, Mempunyai aturan dan tata tertib yang jelas dalam operasional kepesantrenannya.

Aturan yang ditetapkan secara jelas oleh pihak pesantren dapat berpengaruh pada intensitas kedisiplinan santrinya. Apabila sebuah pesantren tidak memiliki aturan dan tata tertib yang jelas, maka dapat dipastikan tata kelolanya tidak akan berjalan dengan baik dan melahirkan pelanggaran dan penyimpangan

Keempat, Memiliki program yang terstruktur sehingga mampu mendorong santri melakukan aktifitas-aktifitas positif, seperti jadwal mengkaji kitab kuning, muhadharah, bahtsul masa-il, pembiasaan shalat berjama’ah, puasa sunnah dan program penunjang lainnya

Menurut peribahasa, mencegah lebih baik daripada mengobati. Alangkah baiknya bagi orangtua yang memiliki cita-cita ingin memondokkan anaknya ke sebuah pesantren, pertimbangkan terlebih dahulu pesantren mana yang hendak dijadikan tujuan. Pilihlah pesantren yang tepat dan berkualitas. Sebagai kesimpulan, Dengan adanya beberapa kasus di beberapa pesantren yang menjadi sorotan publik, Kementerian Agama RI sebagai otoritas yang mempunyai kewenangan dalam menyikapi persoalan tersebut mampu memberikan solusi sehingga kedepan tidak terulang kembali dengan memberlakukan pengawasan dan pemantauan yang lebih ketat, baik dalam perihal izin operasional, anggaran dan struktur kurikulum pendidikan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image