Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image sucahyo adi swasono@PTS_team

Selamat Jalan Sang Guru Kehidupan

Sastra | Saturday, 21 Jan 2023, 02:17 WIB
Ilustrasi: liputan6.com

Bersih hati, tulus hati itulah nilai dan prinsipnya. Tak ada pamrih, apalagi kecenderungan bernuansa politis. Tidak sama sekali! Manakala mengekspresikannya, laksana di titik nol, tak kurang dan tak lebih. Pas! Sebab, kurang itu bukan harmonis, berlebihan pun bukan, belum seimbang dan pincang nan timpang, tak ideal.

Sebelum kau pergi dan takkan kembali selamanya menuju kedamaian abadi, aku tak percaya, mimpikah aku ini? Benarkah? Dan, bukan aku saja yang merasakannya. Yang lain pun demikian. Kepergianmu ke alam abadi, laksana sambaran petir di siang bolong, tanpa mendung tanpa hujan. Aku masih tak percaya, dan mereka pun tak percaya jua, berperasaan sama ...

Sadarlah aku, pun demikian mereka, saat jasadmu ditanam, ditampung oleh bumi, dan bumi pun menerima tanpa kata menolak kepasrahanmu kepada Sang Maha Pencipta, nyata memancar tanpa kendala ...

Aku masih ingat, dan takkan pernah lupa dan alpa, saat kali terakhir bersua denganmu. Kau tawari aku bubur ayam karena menyaksikan aku terkulai di atas dipan, sakit, kurang asupan makanan. Kulahap bubur pemberianmu, dan setelah itu, esok harinya, aku menjadi bugar seperti sedia kala. Itulah kali terakhir aku dipertemukan Tuhan denganmu.

Namun, mengapa justru kau pergi lebih dulu untuk selamanya? Mengapa?

Tuhan pun kugugat. Maaf, Tuhan, mengapa Engkau ambil dia di usia muda tak sampai setengah abad ..?

Apakah senandung harapku buat dia selama ini agar Engkau berikan waktu yang lebih panjang demi kebaikan yang selalu ditebartanamkan kepada sekitar, dimana dia berpijak dan berada, tak Engkau terima? Dan, kusenandungkan harap pula kepada-Mu, untuk kali ini, penuhilah pintaku ya Tuhan, kali ini saja, jangan Engkau cabut dulu nyawa dia ...

Ternyata, dia telah ikhlas, rela menghadap Sang Maha Pencipta kapanpun. Sepertinya begitu jelang kepergiannya, selamanya.

Dari penuturan kerabat dekat, terucap olehnya bahwa oh, ternyata hidup yang dijalani selama ini, hanya begini saja ...

Dia telah ikhlas bila tiba saatnya menuju keharibaan-Nya. Dan, kita semustinya ikhlas pula agar dia tak terhalang menuju akhir perjalanan memasuki gerbang kematian milik Tuhan semata.

Semoga!

*****

Kota Malang, Januari di hari kedua puluh satu, Dua Ribu Dua Puluh Tiga.

Puisi ini kupersembahkan dan dalam rangka mengenang sang kerabat, sahabat dan guru kehidupan, mendiang IMAM MULYONO.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image