Hukum Jual Beli As-Salam Secara Online Melalui E-Commerce
Agama | 2023-01-13 19:25:37Islam tidak membatasi kegiatan jual beli untuk memenuhi kebutuhan pribadi semata, melainkan juga untuk mendapatkan berkah dari keuntungan. Dimana keuntungan tersebut dapat digunakan untuk sedekah atau zakat untuk masyarakat yang membutuhkan. Jual beli dalam islam hakikatnya tidak hanya bersifat konsumtif dan hanya mengandung unsur material untuk memperoleh keuntungan di dunia melainkan untuk memperoleh keuntungan dan keberkahan di akhirat dengan memperhatikan prinsip jual beli menurut islam.
Perkembangan zaman saat ini ditandai dengan bermunculannya media elektronik yang di lengkapi dengan fasilitas internet. Alat elektronik yang di maksud yaitu seperti komputer, laptop, smartphone yang dilengkapi dengan jaringan internet. Alat tersebut dapat mempermudah masyarakat yang ingin melakukan transaksi jual beli online melalui e-commerce. E-commerce adalah suatu prosses transaksi jual beli yang dilakukan oleh penjual dan pembeli dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya secara elektronik dengan bantuan alat elektronik. Sistem belanja pada e-commerce ini dengan jual beli online seperti pada shopee, lazada, tokopedia, dan lain lain.
Transaksi online diperbolehkan menurut islam berdasarkan prinsip yang ada dalam pandangan menurut islam, khususnya dianalogikan dengan prinsip transaksi as-salam. Ba’i as-salam mempunyai pengertian yang sederhana, yaitu pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka. Ba’i as-salam juga disebut dengan akad pesanan. Jual beli online termasuk ba’i as-salam sebab menggunakan akad pesanan dalam bisnis pada zaman sekarang. Penjual dan pembeli tidak bertemu secara langsung dan pembayaran dilakukan dengan cara transfer. Bentuk dan wujud barang yang menjadi bentuk transaksi, dalam e-commerce biasanya dalam bentuk gambar (foto atau video) yang menunjukan barang aslinya kemudian dijelaskan spesifikasi sifat dan jenisnya.
Adapun Syafi'i menurut pendapatyang paling jelas dan dalam salah satu pendapat kelompok Ibadhiyyah mengatakan bahwa tidak sah secara mutlak jual beli barang yang tidak kelihatan oleh kedua belah pihak atau salah satu pihak saja meskipun barang itu ada, karena jual beli semacam ini mengandung unsur gharar. menurut pendapat Hanbali yang paling jelas dalam dua riwayat mengatakan bahwa jual beli barang yang tidak ada dan tidak dijelaskan sifatnya serta tidak pernah dilihat sebelumnya itu tidak sah. Meskipun kita menganggapnya jual beli yang sah berdasarkan riwayat lain, maka pembeli dan penjual memiliki hak khiyaar ketika barang itu dilihat. Dalil pendapat pertama adalah Nabi saw melarang jual beli yang mengandung gharar. Sedangkan jika penjual menjelaskan kepada pembeli sifat-sifat yang mesti disebutkan dalam jual beli salam, maka jual beli dianggap sah, menurut pendapat zhahir.
Namun, pada saat ini jual beli online pada e-commerce ini disediakan fitur pengembalian barang apabila barang yang dibeli tidak sesuai dengan kualifikasi atau kriteria yang dijelaskan oleh penjual, sehingga pembeli dapat mengganti barang tersebut apabila ada kesalahan ataupun membatalkannya.
Menurut ulama Hanafiyah, objek akad salam harus merupakan barang yang terdapat di pasar baik tipe maupun bentuknya, dari waktu akad hingga waktu penyerahan barang, serta tidak diperkirakan akan hilang dari masyarakat, seperti biji-bijian. Rukun salam ada tiga hal-seperti juga dalam akad jual beli-yaitu pihak yang melakukan akad (al-muslim dan al-muslam ilaih), barang objek akad (rasmaalis salam dan almuslam fih) serta shighat (ijab dan qabul).
Para ulama sepakat bahwa akad salam dianggap sah jika terpenuhi enam syarat, yaitu jenis barang diketahui, ciri-ciri yang diketahui, ukuran yang diketahui, modal yang diketahui, menyebutkan tempat penyerahan barang jika penyerahan itu membutuhkan tenaga, dan biaya.
Berdasarkan penjelasan para ulama fiqih dapat dikatakan bahwa jual beli as-salam secara online melalui e-commerce diperbolehkan sesuai dengan rukun dan syarat dari akad salamnya. Sebagai pembeli kita harus dapat memilih dan memilah barang yang akan dibeli sesuai dengan prinsip islam dan menghindari barang yang dilarang dalam islam seperti barang yang mengandung gharar (ketidakpastian), riba, kezaliman, penipuan, dan kecurangan. Sebagai penjual juga harus menjelaskan secara rinci jenis barang yang dijual.
Referensi: Kitab Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 5 karya Syeikh Wahbah Az-Zuhaili
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.