Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Queentina Adhella P. (0302522729/AK22S)

Akad Istishna dalam Fiqih Muamalah

Agama | 2023-01-10 20:17:37

Agama Islam tidak akan memberikan kesulitan bagi kaum Muslimin untuk melakukan kegiatan ekonomi dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat diperbolehkan untuk melakukan berbagai jenis transaksi yang dianggap dapat membawa manfaat serta memberikan keuntungan bagi yang menjalankanya. Namun, transaksi yang dilakukan tetap harus sesuai dengan syariat Islam dan memegang teguh konsep kebenaran, keadilan, dan keseimbangan di dalamnya.

Akad Istishna’ adalah salah satu transaksi yang diatur dalam Fiqih Muamalah. Para fuqaha mendefinisikan Istishna’ sebagai akad yang meminta seseorang untuk membuat sebuah barang tertentu dalam bentuk tertentu secara spesifik. Bahan baku dan proses pembuatan akan diserahkan seutuhnya kepada pengrajin / penjual, karena jika pembeli / pemesan menyediakan bahan baku, maka akad yang terjadi bukan Istishna’, melainkan akad Ijarah (sewa). Akad Istishna’ tercipta karena kebutuhan khusus terhadap suatu barang dari pengrajin kecil yang memproduksi sepatu, kerajinan dari kulit, bahkan peralatan rumah tangga. Dewasa ini, akad Istishna’ telah mencakup pasar yang lebih luas misalnya dalam bidang otomotif dan pembuatan mesin-mesin pabrik.

Akad Istishna’ akan menjadi sah apabila telah terjadi ijab dan qabul antara pemesan dan penjual (pengrajin) serta terdapat barang yang menjadi pesanan. Akad Istishna’ terlihat serupa dengan akad Salam. Namun perbedaan di antara keduanya adalah pada akad Istishna’ tidak terdapat keharusan penyerahan harga barang (modal) secara tunai serta tidak ada syarat bahwa barang yang dipesan merupakan salah satu barang yang dapat ditemui di pasar.

Terdapat perbedaan pendapat antara para masyayikh atau fuqaha mahzab Hanafi dalam mendeskripsikan akad Istishna’ sebagai bentuk akad Bay’ (jual beli) atau akad Ijarah (sewa). Al-hakim asy-Syahid-Marzawi, ash-shafar, Muhammad bin Salamah dan penulis kitab al-Mantsuur meyakini bahwa akad Istishna’ adalah janji. Akad ini akan menjadi akad Bay’ (jual beli) setelah penyerahan barang dan harga ketika barang pesanan selesai diproduksi. Dengan demikian, pengrajin diperkenankan untuk tidak mengerjakan pesanan tersebut dan tidak dapat dipaksa untuk mengerjakan nya. Sama hal nya dengan pembeli (pemesan) yang dapat menolak barang yang telah dibuat oleh pengrajin dan membatalkan transaksi di antara mereka dengan anggapan bahwa transaksi tersebut tidaklah mengikat.

Pendapat lain yang kuat dalam mazhab Hanafi meyakini bahwa akad Istishna’ adalah akad jual beli atas barang pesanan bukan terhadap proses pembuatannya. Sehingga jika pengrajin memberikan barang yang tidak ia buat sendiri atau barang yang telah ia buat sebelum akad terjadi, akad tersebut tetap dianggap sah.

Para ulama Hanafiyah telah menetapkan tiga syarat untuk keabsahan akad Istishna’ yang ketiga nya harus dipenuhi atau akad tersebut akan menjadi rusak. Syarat pertama, menjelaskan jenis, tipe, kadar, dan bentuk barang yang dipesan. Kedua, barang yang dipesan harus barang yang biasa dipesan pembuatannya oleh masyarakat, seperti sepatu, perhiasan, alat keperluan ternak, dan lainnya. Ketiga, tidak menyebutkan batas waktu tertentu, karena jika pemesan atau pengrajin menyebutkan waktu tertentu untuk menyerahkan barang yang dipesan maka akad nya akan berubah menjadi akad Salam menurut Abu Hanifah.

Referensi: Kitab Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 5 karya Syeikh Wahbah Az-Zuhaili

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image