Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fatih Muhammad

Aksi Vandalisme Suporter, Kapan PSSI Belajar Manajemen Suporter?

Olahraga | Sunday, 01 Jan 2023, 10:40 WIB
Foto: Tribunnews.com

Lagi-lagi. Tindakan memalukan suporter kita mengerubungi, dan menyerang bis Thailand. Bahkan di antaranya mereka mengacungkan jari tengah, melempari kaca bis, dan beberapa kaca bis itu pecah. Aksi itu terekam – terutama dari dalam bis dan viral di berbagai media sosial. Bagi kita, tindakan vandalisme ini jelas menunjukkan ketidakberesan pada suporter kita. Apa yang bisa kita pelajari dari peristiwa itu adalah bahwa mereka tidak belajar apa-apa dari tragedi Kanjuruhan, dan peristiwa lainnya.

Persoalannya, apakah ini merupakan masalah yang murni datang dari suporter?

Ada dua hal yang bisa kita lihat dari peristiwa ini. Pertama, ini menunjukkan bahwa mentalitas (dari sebagian?) suporter kita yang masih perlu pembinaan, edukasi, dan kesadaran untuk bertindak lebih suportif. Tugas utama tentu saja adalah pentolan-pentolan suporter ini harus lebih berjuang keras. Kita tak ingin terus-menerus dikecam dan dimusuhi oleh negara-negara lain lantaran suporter. Kita tak ingin sepak bola kita tidak maju-maju lantaran suporter kita tak bisa menunjukkan sikap kooperatif dan sikap yang lebih baik, respect terhadap tim lain.

Tapi suporter sepak bola adalah bagian dari sepak bola. Dengan kata lain, keberadaan mereka tidak ada artinya kalau perhelatan sepak bola tidak ada. Pada titik ini, induk organisasi yang menaungi sepak bola tidak boleh bersikap diam, namun proaktif di dalam menginisiasi pembinaan, edukasi, dan terutama membangun sinergi dengan seluruh suporter sepak bola Indonesia. Dengan kata lain, mereka harusnya memperhatikan betul keberadaan suporter, masalah-masalah di sana.

Dalam pertanyaan singkatnya, apa yang dilakukan oleh PSSI selama ini dalam kaitannya mengatasi masalah ketidakberesan suporter sepak bola kita? Apa yang dilakukan oleh PSSI merespon masalah demi masalah suporter sepak bola kita yang bahkan sering melahirkan bentrokan? Bukankah sudah banyak sekali peristiwa luka-luka dan bahkan nyawa melayang akibat bentrok antar suporter? Ingat ini bukan sekali, tapi berkali-kali, mengapa tidak ada kesigapan untuk pengamanan yang lebih?

Dalam peristiwa penghadangan dan penyerangan terhadap bis Thailand, mengapa tidak terlihat pengamanan dari aparat di sana? Mengapa seakan PSSI tidak memiliki kepekaan dan kesigapan untuk mengendus pergerakan suporter itu? Pertanyaan demi pertanyaan ini seakan memperkuat penilaian kita bahwa PSSI tidak memiliki komitmen yang serius di dalam mengatasi masalah suporter sepak bola kita.

Kalau Suporter Tak Bisa Diatur, Tak Perlu Ada Sepak Bola

PSSI seharusnya memiliki komite yang secara khusus mengurusi suporter sepak bola kita. Ini sangat beralasan. Sebab selama ini, sepak bola kita bukan sekedar menghadirkan hiburan, tapi juga adanya teror yang menakutkan. Kalau seperti ini, dan PSSI tidak mau berbuat banyak untuk merangkul suporter dan membereskan masalah mereka, maka seharusnya olah raga ini tidak ada sama sekali. Sepak bola kita hanya melahirkan identitas dan perkubu-kubuan antar suporter.

Tapi sebagai pecinta sepak bola, menghapuskan sepak bola sama sekali bukan opsi terakhir. Kita masih meyakini bahwa ada solusi mengubah semua ini. Kuncinya pada komitmen dan kapasitas PSSI untuk bisa mengatasi masalah ini. Berkaca pada sepak bola Inggris, mereka punya suporter yang sangat anarkis. Hooligans. Inggris punya sejarah kelam dan sempat dibanned oleh konfederasi sepak bola dunia. Klub-klub Inggris sekitar lima tahun tidak bisa mengirimkan ke kompetisi internasional.

Tapi konfederasi sepak bola Inggris berhasil mengatasi masalah tersebut. Bahkan Priemer League saat ini menjadi salah liga paling kompetitif, paling top dunia. Meskipun perseteruan antar suporter panas, ketegangan antar mereka dengan level tinggi, tapi sepak bola terus berjalan, pengamanan berjalan baik dan hal-hal yang tak diharapkan bisa dikendalikan.

Kapan PSSI Belajar?

Kalau berkaca pada konfederasi sepak bola Inggris, ada banyak cara untuk mengatasi masalah klasik kerusuhan suporter. Pertanyaannya maukah PSSI belajar? Kapan? Pertanyaan ini mesti dijawab. Tapi nampaknya hal yang paling mungkin dilakukan saat ini adalah PSSI harus dibenahi total. Kepengurusan yang ada harus dirombak total. Ini harus melibatkan semua pihak. Kalau suporter – rasanya sudah satu suara saat ini. Yakni berharap besar pada perbaikan dan pembenahan PSSI. Sebab pangkal utama dari semua masalah sepak bola kita adalah di PSSI.

Tak lama lagi, kita akan menjalankan Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI. Supaya KLB ini punya arti penting untuk transformasi sepak bola kita, maka revolusi PSSI menjadi hal utama yang harus digaungkan dan dijalankan nantinya. Kepemimpinan dan kepengurusan di dalamnya haruslah datang dari kalangan profesional (bukan politisi). Komitmen yang harus diperkuat di dalamnya adalah komitmen untuk memajukan sepak bola kita, bukan sekedar tempat untuk kepentingan politik, kepentingan kelompok dan pribadi.

Sebab sejauh masalah itu tak teratasi, pangkal semua masalah tidak bisa beres, maka sepak bola kita tidak akan menunjukkan kemajuan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image