KEBIJAKAN BBM SUBSIDI DI JAKARTA
Politik | 2022-12-28 14:59:41Istilah kebijakan mengandung arti yang sama dengan pengertian kebijaksanaan, seperti yang diungkapkan oleh seorang ahli James dalam Wahab (2005:2), yang merumuskan tentang kebijaksanaan sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.”
Secara etimologis istilah publik dapat didefinisikan sebagai kata benda (the public) yang berarti masyarakat secara umum atau kesamaan hak dalam masyarakat sebagai kata sifat (public) yang berarti sesuatu hal yang disediakan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk digunakan oleh masyarakat secara menyeluruh seperti menyediakan lapangan pekerjaan, hiburan, pelayanan, pendidikan dan sebagainya. Dalam perkembangannya, kata publik masih dapat dimaknai lebih dari satu makna dan salah satunya adalah Kebijakan pengaturan subsidi bahan bakar minyak (BBM) tepat sasaran masih dalam pembahasan antarkementerian. Pemerintah berupaya agar subsidi tepat sasaran berjalan dengan baik.
“Sekarang sedang dibahas antarkementerian. Intinya kita berupaya agar subsidi tepat sasaran itu berjalan dengan baik. Pengaturan itu bahwa yang berhak harus mendapatkan (BBM subsidi). Jangan yang tidak berhak mendapatkan (subsidi) malah menghabiskan,” ungkap Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji di Jakarta.
Dalam beberapa hari terakhir, media massa gencar memberitakan rencana pemerintah mengendalikan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Sebagai langkah awal, Pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikkan anggaran subsidi BBM. Dari yang awalnya Rp152 triliun pada APBN 2022 menjadi Rp502,4 triliun sesuai Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022. Artinya, Pemerintah telah menaikkan 3,4 kali lipat dari anggaran awal.Public Administration yakni Administrasi Negara dengan Room Public yakni ruangan untuk umum.
Kemenkeu – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa upaya menyesuaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yakni Pertalite dan Solar merupakan pilihan terakhir yang harus ditempuh Pemerintah. Hal ini disampaikannya pada Acara Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Rabu (07/09).
“Jadi yang disampaikan oleh Bapak Presiden Joko Widodo dengan menyampaikan langkah merupakan upaya terakhir, karena sebetulnya kenaikan harga BBM ini sudah mulai terjadi sebetulnya sejak tahun 2021 dalam hal ini semester kedua dimana harga-harga komoditas mulai naik,” ungkap Menkeu.Lebih lanjut Menkeu mengatakan, asumsi harga BBM saat menentukan APBN 2022 yakni $63/barel. Namun dalam perjalanannya, harga BBM ini melonjak sangat tinggi terutama karena terjadinya perang di Ukraina serta sanksi terhadap Rusia yang merupakan salah satu produser minyak dunia. Dengan adanya gejolak tersebut, harga Indonesia Crude Petroleum (ICP) meningkat diatas $100/barel. Sehingga, kenaikan yang jauh di atas asumsi ini menimbulkan suatu tekanan dan pilihan kebijakan bagi Pemerintah untuk membebankan kenaikan dari harga ini langsung kepada masyarakat atau ditahan.
Selain itu, pertimbangan lain dari Pemerintah menyesuaikan harga BBM yakni subsidi ini lebih banyak dinikmati oleh masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi lebih baik. Menkeu menyebut, untuk Pertalite 86% penggunanya yakni rumah tangga dimana 80% merupakan kelompok mampu, dan untuk Solar lebih ekstrim 95% digunakan oleh kelompok mampu.Mulai 3 September 2022 pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Solar dari Rp5.150/liter menjadi Rp6.800/liter, kemudian Pertalite (RON 90) dari Rp7.650/liter menjadi Rp10.000/liter.
Alasan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi tersebut karena anggaran subsidi akan membengkak jika harga Solar dan Pertalite tidak dinaikkan.Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (8/9/2022), Direktur PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan bahwa anggaran subsidi energi tahun 2022 totalnya sebesar Rp502 triliun.
Itu terdiri dari subsidi dan penghematan BBM sebesar Rp267 triliun, dengan rincian subsidi BBM Rp14,6 triliun dan penghematan BBM Rp252,1 triliun. Kemudian untuk subsidi LPG tabung 3 kg sebesar Rp134,8 triliun, serta subsidi listrik sebesar Rp100,6 triliun.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, awalnya pemerintah hanya mengalokasikan anggaran subsidi energi sebesar Rp152,5 triliun hingga tahun 2022.Namun, karena naiknya harga minyak dunia hingga di atas US$100 per barel serta meningkatnya konsumsi BBM bersubsidi, pemerintah memperkirakan anggaran subsidi energi naik menjadi Rp502 triliun. Bahkan subsidi belanja diperkirakan bisa mencapai Rp698 triliun bila harga BBM tidak dinaikkan.
Azalia Widyawati- 20210110200014
Administrasi Publik - FISIP
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.