Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Erik Syam Pratama

Mau berbisnis? Buat Perjanjian yaa!

Bisnis | Tuesday, 27 Dec 2022, 15:15 WIB

Berbicara mengenai transaksi jual beli, kesepakatan, perjanjian dan apapun namanya dengan pihak lain, pada dasarnya diawali dengan sebuah kepercayaan. Namun banyak hal yang terjadi apabila hal kepercayaan menjadi dasar terjadinya Transaksi Jual Beli atau bahkan Investasi tersebut terjadi.

Penulis ingin menceritakan kisah nyata yang dialami oleh sahabat penulis, tidak seperti biasanya, sahabat saya terlihat sangat murung dan sedih. Antara fisik dan fikiran yang terasa berat hari itu di rasa, dan kita-kita sebagai kawannya juga merasakan hal tersebut. Lalu salah satu rekan saya menanyakan mengenai apa yang terjadi padanya, “Kenapa lo Bro? Sehat kan? Kusut banget wajah elo.” Lalu dia senyum-senyum kecut saja kepada kami, sambal menghela nafasnya, lalu dia ngomong dengan suara yang tidak bersemangat. “Ini Bro, lagi mikirin investasi Bro. Saya sudah berinvestasi sebesar Rp. 500.000.000,-, tapi tidak ada mendapatkan Deviden ataupun keuntungan yang kami terima, bahkan uang yang kami investasi pun tidak bisa dikembalikan kepada saya.” Mmmmm Prihatin juga kami mendengar hal ini, mencoba membayangkan apa yang dialami oleh teman kami, seakan-akan juga dialami oleh kita. Kami pun mencoba untuk berempati dengan apa yang di rasa oleh teman kami yang lagi bingung ini, kemudian kami mengatakan bahwa investasi di keadaan sekarang ini keuntungannya bagus untuk passive income, bisa nambah-nambahin untuk belanja dan beli hal yang kita suka.

Tanda tangan dalam sebuah Perjanjian

Dan sebenarnya penasaran mengenai investasi apa yang digeluti, dan ternyata itu merupakan salah satu investasi yang nyata-nyatanya memang mendapatkan untung yang lumayan banyak, namun ternyata hal itu tidak dialami oleh sahabat kami. Di dalam keterangannya, sahabat kami mengatakan, bahwa salah satu hal terbesar hal yang menjadi kejadian ini adalah diantaranya adalah TIDAK ADANYA PERJANJIAN TERTULIS antara dirinya dan saudaranya tersebut. Sehingga hal-hal yang terjadi antara lain adalah tidak baiknya hubungan kekeluargaan antara dirinya dan saudaranya tersebut.

Perjanjian tertulis, merupakan unsur terpenting antara dua manusia atau bisa juga antara sebuah Badan Hukum atau Pihak-Pihak yang ingin melakukan Perbuatan atas Kesepakatan dalam melakukan perbuatan hukum,

Pada saat ini, kegiatan kewirausahaan atau yang biasa dikenal dengan entrepreneurship telah menjadi pilihan bagi sebagian orang, khususnya angkatan generasi kerja yang berusia 20-40an. Lebih lanjut trend ini tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga menjadi semacam trend secara global. Para pelaku usahanya cenderung untuk melakukan rintisan usaha (startup) pada bidang teknologi informasi yang berbasis online, seperti contohnya: e-commerce, financial technology dan legal technology ataupun yang berbasis offline, seperti contohnya: usaha kuliner ataupun dalam bidang fashion.

Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM saat ini mencapai 64,19 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61,97% atau senilai 8.573,89 triliun rupiah (sumber https://www.bkpm.go.id/id) Sehingga dilihat dari trend dan juga pola berfikir masyarakat Indonesia saat ini, tidak heran apabila banyak karyawan-karyawan professional yang mulai melakukan usaha di bidangnya yang masing-masing .

Namun, tidak jarang para entrepreneur saat ini tidak sadar untuk membuat sebuah kesepakatan kerjasama atau Agreement antara para pihak, yang berisi aturan yang jelas mengenai hak dan kewajiban para pihak, sehingga apabila nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kesalahpahaman dalam perjalanan bisnis tersebut, antara para pihak atau rekan bisnis, maka para pihak dapat melihatnya dalam Perjanjian tersebut, sehingga dapat dijadikan pedoman (guidance) yang telah disepakati. Dalam hal terdapat alasan yang kuat, mengapa para entrepreneur dalam memulai usahanya ataupun uang sudah menjalankan usahanya WAJIB membuat perjanjian sebagai dasar kerjasama tersebut.

Untuk melaksanakan kerjasama dan merancang perjanjian tersebut, terdapat hal yang sesuai atau sudah diatur oleh peraturan yang berlaku, sebelumnya mari bersama kita harus mengetahui definisi dari perjanjian. Menurut salah satu orang merupakan pakar hukum di Indonesia, yaitu Prof, Subekti, SH, di dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perjanjian” menyatakan perjanjian adalah sebagai berikut:

“Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orag itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.”

Bahkan lebih lanjut lagi di dalam peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indoneisa, perjanjian diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kalua anak Fakultas Hukum biasa menyebutnya (KUHPer). Bahwa di dalam Pasal 1320 KUHPEr dinyatakan bahwa syarat sahnya sebuath perjanjian adalah sebagai berikut :

1. Adanya KESEPAKATAN antara para pihak yang mengikatkan dirinya dalam Perjanjian tersebut;

2. KECAKAPAN para pihak yang membuatnya; artinya para pihak yang membuat Perjanjian tersebut sudah cukup umur dan sehat akal fikirannya. Untuk ketentuan dewasa sudah diatur juga di dalam KUHPer, yaitu umur 21 tahun bagi laki-laki dan 19 tahun bagi wanita).

3. Suatu HAL TERTENTU, artinya objek perjanjiannya harus merupakan suatu hal yang cukup jelas;

4. Suatu sebab yang HALAL.

Berdasarkan definisi dan syarat suatu perjanjian tersebut, maka hal yang perlu merancang suatu perjanjian. Perjanjian yang baik dan berimbang, artinya perjanjian tersebut tidak berat sebelah serta wajib mengatur mengenai hak dan kewajiban para pihak yang terlibat di dalamnya. Prinsip mendasar yang ada di dalam perjanjian adalah :

1. Menyebutkan para pihaknya secara jelas dan benar;

2. Menyebutkan objek dari perjanjian tersebut;

3. Menyebutkan periode perjanjian tersebut;

4. Mendefinisikan serta menyebutkan hak serta kewajiban para pihak yang terlibat;

5. Mencantumkan pilihan penyelesaian sengketa (permasalahan);

6. Mencantumkan kondisi-kondisi yang mengakibatkan berakhirnya perjanjian.

Saat ini, dengan majunya teknologi, merupakan hal yang mudah untuk bagi para Enterpreneur untuk dapat merancang sendiri perjanjian kerjasamanya dengan sesama rekan bisnis. Namun sangat disarankan, untuk perjanjian ini dapat di Review serta diperiksa oleh seseorang yang mempunya ilmu hukum yang berkompeten untuk melakukan isi perjanjian, dengan redaksional yang sangat spesifik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebuah perjanjian kerjasama itu merupakan hal yang sangat penting di dalam sebuah kerjasama. Bahkan di dalam kitab suci (Al-Quran) tercantum mengenai hal ini yang mengatur mengenai kerjasama, sewa, hutang, jual beli dsb. Dan ini juga merupakan ayat yang terpanjang di dalam Al-Quran.

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al-Baqarah : 282)

Maka dapat kita simpulkan, dalam ayat yang rupanya paling panjang dalam Al-Quran ini, bahwa semua manusia diharuskan untuk dapat membuat sebuah perjanjian tertulis apabila melakukan suatu perbuatan hukum/ berbisnis dengan pihak lain. Tidak hanya itu, perjanjian tersebut harus ditulis oleh penulis yang benar, dalam hal ini dapat kita konotasikan seseorang yang mengerti mengenai hukum, sehingga isi dari perjanjian tersebut tidak menyalahi aturan serta undang-undang yang sudah diterapkan di Indonesia. Karena apabila itu terjadi maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut dapat menjadi batal demi hukum.

Mudah-mudahan kedepannya kita dapat menerapkan hal ini, sehingga keadilan dapat terjadi, dan tidak ada lagi pihak yang merasa diperlakukan tidak adil karena disebabkan tidak adanya perjanjian di awal transaksi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image