Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Zakiatul Masithoh

Kurangi Pemanasan Global dengan Green Building

Info Terkini | 2022-12-17 12:51:20
Foto:Unsplash.com

Green building adalah bangunan yang sejak perencanaan, pembangunan dalam masa konstruksi dan dalam pengoperasian serta pemeliharaan selama masa pemanfaatannya menggunakan sumber daya alam seminimal mungkin, pemanfaatan lahan dengan bijak, mengurangi dampak lingkungan serta menciptakan kualitas udara di dalam ruangan yang sehat dan nyaman. Konsep green building akan mengurangi konsumsi energi secara signifikan melalui beberapa metode desain pasif dan desain aktif. Menggunakan konsep green building tidak perlu mengorbankan kenyamanan dan produktivitas akibat penghematan energi. Green building tidak hanya hemat energi tapi juga hemat air, melestarikan sumberdaya alam, dan meningkatkan kualitas udara serta pengelolaan sampah yang baik. Dalam mengantisipasi krisis air bersih, dikembangkan konsep pengurangan pemakaian air (reduce) dengan produksi alat saniter yang hemat air, penggunaan kembali air untuk berbagai keperluan sekaligus (reuse), mendaur ulang buangan air bersih (recycle), dan pemanfaatan air hujan yang jatuh di atap bangunan (rainwater harvesting).

Lembaga Konsil Bangunan Hijau Indonesia atau Green Building Council Indonesia (GBC Indonesia) adalah lembaga mandiri (non-government) yang berkomitmen penuh terhadap pendidikan masyarakat dalam mengaplikasikan praktik-praktik terbaik lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan global yang berkelanjutan. GBC Indonesia bertujuan untuk melakukan transformasi pasar serta diseminasi kepada masyarakat dan pelaku bangunan untuk menerapkan prinsip-prinsip bangunan hijau. Khususnya di sektor industri bangunan gedung di Indonesia. Salah satu program GBCI yaitu menyelenggarakan kegiatan sertifikasi bangunan hijau berdasarkan perangkat penilaian khas Indonesia yang disebut Greenship. Greenship merupakan sistem penilaian yang digunakan sebagai alat bantu para pelaku industri, bangunan, baik pengusaha, arsitek, teknisi mekanikal elektrikal, desain interior, maupun pelaku lainnya dalam menerapkan best practices dan mencapai standar. Greenship memiliki panduan penerapan untuk Neighborhood, Homes, New Building, Existing Building, serta Interior Space dengan kriteria dan poin yang berbeda-beda pula.

Salah satu program GBC Indonesia adalah menyelenggarakan kegiatan sertifikasi bangunan hijau di indonesia berdasarkan perangkat penilaian khas indonesia yang disebut greenship. Sistem rating adalah suatu alat berisi butir-butir dari aspek penilaian yang disebut rating dan setiap butir rating mempunyai nilai (credit point/poin nilai) apabila suatu bangunan berhasil melaksanakan butir rating, maka bangunan itu akan mendapatkan poin nilai dari butir tersebut. Bila jumlah semua point nilai yang berhasil dikumpulkan mencapai suatu jumlah yang ditentukan, maka bangunan tersebut dapat disertifikasi untuk tingkat sertifikasi tertentu. Namun sebelum mencapai tahap penilaian rating terlebih dahulu dilakukan pengkajian bangunan untuk pemenuhan persyaratan awal penilaian (eligibilitas). Sistim rating greenship dipersiapkan dan disusun oleh green building council yang ada di negara-negara tertentu yang sudah mengikuti gerakan bangunan hijau. Setiap negara tersebut mempunyai sistem rating masing-masing, sebagai contoh Amerika Serikat - Leed, Singapura - Green Mark, Australia - Green Star. Konsil Bangunan Hijau Indonesia saat ini dalam tahap penyusunan draft Sistem rating. Untuk itu telah dipilih nama yang akan digunakan bagi Sistem Rating Indonesia yaitu GREENSHIP, sebuah perangkat penilaian yang disusun oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) untuk menentukan apakah suatu bangunan dapat dinyatakan layak bersertifikat "bangunan hijau" atau belum. GREENSHIP bersifat khas Indonesia seperti halnya perangkat penilaian di setiap negara yang selalu mengakomodasi kepentingan lokal setempat. Program sertifikasi GREENSHIP diselenggarakan oleh Komisi Rating GBCI secara kredibel, akuntabel dan penuh integritas.

Penggunaan terkait dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang integral green building. Efektif green building dapat mengakibatkan:

- mengurangi biaya operasi dengan meningkatkan produktivitas dan menggunakan energi dan air yang lebih sedikit,

- meningkatkan kesehatan masyarakat dan penduduk karena perbaikan kualitas udara indoor, dan

- mengurangi dampak lingkungan, misalnya, berkurangnya penahan air run off dan efek rumah kaca.

Pelaksanaan kegiatan pembangunan proyek-proyek infrastruktur pasti akan mengubah kondisi dan fungsi alam, yang dalam daur hidup proyeknya mulai tahap perencanaan, perancangan, konstruksi, operasi, pemeliharaan hingga dekonstruksi akan mengkonsumsi sumber daya alam dan menghasilkan limbah dalam jumlah yang cukup besar. Berkaitan dengan risiko dampak negatif yang dihadapi Indonesia akibat pembangunan infrastruktur yang tidak terkendali tersebut, maka sektor konstruksi di Indonesia yang merupakan faktor produksi kegiatan pembangunan infrastruktur harus dapat memenuhi kebutuhan nasional dalam rangka menurunkan risiko dampak tersebut, sambil tetap merespons kebutuhan permintaankonstruksi yang akan selalu meningkat. Untuk itu, konsep konstruksi berkelanjutan (sustainable construction) atau juga konstruksi hijau (green construction), sebagai salah satu implementasi konstruksi berkelanjutan, sangat mendesak untuk diterapkan agar praktek-praktek penyelenggaraan konstruksi akan lebih efisien dan ramah lingkungan sehingga akan memberi manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan yang besar.

Hingga saat ini, Indonesia masih dalam tahap awal untuk dapat menuju konstruksi berkelanjutan yang diinginkan. Perkembangan menuju ke arah konstruksi berkelanjutan tersebut mulai terlihat dari tahun ke tahun. Namun demikian, kecenderungan pelaksanaan yang mudah adalah strategi yang diambil oleh berbagai pihak, misalnya dengan hanya menekankan pada satu aspek saja, yaitu lingkungan. Dari sisi peran serta swasta dan masyarakat juga telah banyak inisiatif-inisiatif yang dilaksanakan dalam aspek lingkungan menuju pembangunan berkelanjutan, misalnya berdirinya lembaga swadaya masyarakat yang memperhatikan hal tersebut, kepeloporan pembuatan biopori untuk resapan, penanaman tanaman dan penghijauan di daerah-daerah tertentu. Peran pelaku konstruksi terhadap kesadaran tersebut pun sudah cukup banyak, Contohnya adalah kepedulian sebuah perusahaan produsen semen yang memberikan penghargaan kepada pelaku proyek konstruksi hijau seperti arsitek, perencana, teknik konstruksi, dan pemilik proyek, dan berdirinya organisasi-organisasi yang bergerak dibidang pelestarian dan pengembangan konstruksi berkelanjutan seperti Green Building Council Indonesia (GBCI). Pemerintah pusat juga sedang menginisiasi penyusunan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk green building. Secara terpisah, pemerintah daerah turut berinisiatif dalam penerapan sustainable construction, seperti Pemerintah DKI Jakarta, Pemerintah Kota Semarang, dll. Terkait dengan hal ini, telah diterbitkan Permen LH No.8 tahun 2010 yang meregulasi kriteria dan sertifikasi bangunan ramah lingkungan.

Bangunan hijau (green building) didesain untuk mereduksi dampak lingkungan terbangun pada kesehatan manusia dan alam, melalui: efisiensi dalam penggunaan energi, air dan sumber daya lain; perlindungan kesehatan penghuni dan meningkatkan produktivitas pekerja; mereduksi limbah / buangan padat, cair dan gas, mengurangi polusi/pencemaran padat, cair dan gas serta mereduksi kerusakan lingkungan. Pada umumnya dalam pelaksanaan konstruksi berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar proyek. Begitu juga dalam pelaksanaan proyek bangunan gedung. Dalam proses pembangunan gedung biasanya sangat berdampak langsung terhadap lingkungan sekitarnya. Pada pelaksanaan pembangunan gedung bisanya dapat mengganggu kenyamanan masyarakat dan banyak kerugian – kerugian yang ditimbulkan oleh pelaksanaan proyek tersebut terhadap lingkungan sekitar maupun kerugian bagi proyek itu sendiri. Untuk meminimalisir dampak terhadap lingkungan dalam pelaksanaan proyek, seharusnya para pengusaha konstruksi menggunakan konsep green construction. Selain mengurangi dampak terhadap lingkungan bahkan bisa mencapai mutu dengan tepat sesuai dengan yang telah terdapat dalam spesifikasi. Tetapi saat ini di Indonesia masih enggan menggunakan konsep green construction untuk sebuah proyek. Dikarenakan bahwa menurut pandangan pengusaha konstruksi di indonesia tidak sesuai dengan hitungan bisnis (over budget).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image