Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ADITYA NUR FAKHRURROZI

METODE BANDONGAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Agama | Monday, 12 Dec 2022, 17:00 WIB
santri sedang mengaji dengan menggunakan metode bandongan. Sumber gambar : Instagram

Metode bandongan adalah sistem pengajaran dalam lingkungan pesantren atau sering kali disebut juga weton. Dalam sistem ini sekelompok murid diantara 5 sampai 500 mendengarkan kiyai atau ustadz menggunakan daerah setempat, kiyai atau ustadz membaca, menerjemahkan, menerangkan, kalimat demi kalimat kitab yang dipelajarinya, santri secara cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh kyai atau ustadz dengan memberikan catatan-catatan tertentu pada kitabnya masing-masing. Dengan metode pengajaran bandongan ini lama belajar santri tidak tergantung lamanya tahun belajar tetapi berpatokan kepada waktu kapan murid tersebut menamatkan kitabnya yang telah ditetapkan.

Dalam prakteknya selalu berorientasi pada pemompaan materi tanpa melalui kontrol tujuan yang tegas. Dalam metode ini santri bebas mengikuti pelajaran karena tidak diabsen. Kiyai atau ustadz sendiri mungkin tidak mengetahui santri-santri yang tidak mengikuti pelajaran terutama jika jumlah mereka puluhan atau ratusan orang.

Penerapan metode bandongan adalah Kitab-kitab Islam klasik yang lebih popular dengan sebutan kitab kuning. Kitab-kitab ini ditulis oleh ulama-ulama Islam pada zaman pertengahan. Kepintaran dan kemahiran seorang santri diukur dari kemampuannya membaca, serta menjelaskan isi kitab-kitab tersebut. Untuk tahu membaca sebuah kitab dengan benar, seorang santri dituntut untuk mahir dalam ilmu-ilmu seperti nahwu, syaraf, balaghah, ma’ani, bayan, dan lain sebagainya.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengikuti proses pembelajaran kitab di pesantren, yang menyangkut interaksi guru-murid dan sumber belajar, antara lain sebagai berikut:

· Kyai sebagai guru dipatuhi secara mutlak, dihormati termasuk anggota keluarganya, Diperoleh tidaknya ilmu itu bukan semata-mata karena ketajaman akal, ketetapan metode mencarinya, dan kesungguhan berusaha, melainkan juga bergantung pada kesucian jiwa, restu, dan berkah kyai serta upaya melaksankan keagamaan seperti puasa, doa, dan riadhah.

· Transmisi lisan para kyai adalah penting. Meskipun santri mampu menelaah kitab sendiri, yang demikian ini belum disebut ngaji. Untuk melaksanakan kegiatan pembalajaran dengan menggunakan metode bandongan biasanya dilakukan langkah-langkah berikut ini:

· Seorang kyai menciptakan komunikasi yang baik dengan para santri. Memperhatikan situasi dan kondisi serta sikap para santri apakah sudah siap untuk belajar atau belum. Seorang kyai atau ustadz dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membaca teks Arab gundul kata demi kata disertai dengan terjemahannya dan pada topik atau pasal tertentu disertai pula dengan penjelasan dan keterangan-keterangan-nya.

· Pada pembelajaran tingkat tinggi, seorang kyai atau ustadz terkadang tidak langsung membaca dan menterjemahkan. Ia terkadang menunjuk secara bergiliran kepada para santrinya untuk membaca dan menterjemahkan sekaligus menerangkan suatu teks tertentu. Disini kyai atau ustadz berperan sebagai pembimbing yang membetulkan apabila terdapat kesalahan dan menjelaskan bila ada hal-hal yang mencangkup oleh para santri sebagai sesuatu yang asing atau rumit.

· Setelah menyelesaikan pembacaan pada batasan tertentu, seorang kyai atau ustadz memberi kesempatan kepada para santri untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas. Jawaban dilakukan langsung oleh kyai atau ustadz atau memberi kesempatan terlebih dahulu kepada para santri yang lain.

· Sebagai penutup terkadang seorang kyai atau ustadz menyebutkan kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung. Bentuk lingkaran kegiatan pengajian para santri dengan menggunakan metode bandongan pada prakteknya dilakukan bermacam-macam, ada yang menggunakan bentuk lingkaran penuh seperti huruf O atau berbentuk setengah lingkaran seperti huruf U atau berbentuk berjejer lurus dan berbanjar kebelakang menghadap berlawanan arah dengan kyai. Dari berbagai macam bentuk ini yang jelas para santri dalam pengajiannya mengelilingi secara berkerumun dengan duduk bersila menghadap kyai.

Pembelajaran terhadap kitab-kitab klasik dipandang penting karena dapat menjadikan santri menguasai dua materi sekaligus. Pertama, bahasa Arab yang merupakan bahasa kitab itu sendiri. Kedua, pemahaman atau penguasaan muatan dari kitab tersebut. Dengan demikian, seorang santri yang telah menyelesaikan pendidikannya di pesantren diharapkan mampu memahami isi kitab secara baik, sekaligus dapat menerapkan bahasa kitab tersebut menjadi bahasa kesehariannya.

Sistem evaluasi dalam metode bandongan ialah seorang ustadz atau kyai menilai terhadap berbagai aspek yang ada pada santri, baik aspek pengetahuan terhadap pengasaan materi kitab itu atau perilaku yang mesti ditunjukkan dari pengkajian materi kitab, ataupun ketrampilan tertentu yang diajarkan dalam kitab tersebut.

- Aspek pengetahuan (kognitif) dilakukan dengan menilai kemampuan santri dalam membaca, menterjemahkan dan menjelaskan.

- Aspek sikap (afektif) dapat dinilai dari sikap dan kepribadian santri dalam kehidupan keseharian.

- Aspek keterampilan (skill) yang dikuasai oleh para santri dapat dilihat melalui praktek kehidupan sehari-hari ataupun dalam bidang fiqh, misalnya dapat dilakukan dengan praktek atau demonstrasi yang dilakukan oleh para santri pada halaqah tersebut.

Dalam sumber yang lain dijelaskan pada umumnya pesantren yang belum mencangkok sistem pendidikan modern belum mengenal sistem penilaian (evaluasi). Kenaikan tingkat cukup ditandai dengan bergantinya kitab yang dipelajari. Santri sendiri yang mengukur dan menilai, apakah ia cukup menguasai bahan yang lalu dan mampu untuk mengikuti pengajian kitab berikutnya. Masa belajar tidak ditentukan sehingga memberikan kelonggaran pada santri untuk meninggalkan pesantren setelah merasa puas terhadap ilmu yang telah diperolehnya dan merasa siap terjun di masyarakat, dan kalau santri belum puas, tidak salah baginya untuk pindah pesantren lain dalam rangka mendalami ilmunya.

Adapun kekurangan dan kelebihan metode bandongan antara lain yaitu:

a. Kekurangan.

- Metode ini dianggap lamban dan tradisional, karena dalam menyampaikan materi sering diulang-ulang.

- Guru lebih kreatif dari pada siswa karena proses belajarnya berlangsung satu jalur (monolog).

- Dialog antara guru dan murid tidak banyak terjadi sehingga murid cepat bosan.

- Metode bandongan ini kurang efektif bagi murid yang pintar karena materi yang disampaikan sering diulang-ulang sehingga terhalang kemajuannya.

b. Kelebihan.

- Lebih cepat dan praktis untuk mengajar santri yang jumlahnya banyak.

- Lebih efektif bagi murid yang telah mengikuti system sorogan secara intensif.

- Materi yang diajarkan sering diulang-ulang sehinnga memudahkan anak untuk memahaminya.

- Sangat efisien dalam mengajarkan ketelitian memahami kalimat yang sulit dipelajari

Aditya Nur Fakhrurrozi
Prodi Pendidikan Agama Islam
UIN JAKARTA

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image