Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmad Zainuri

Malang Halal City, dalam Perspektif Kultural dan Sejarahnya

Ekonomi Syariah | Monday, 12 Dec 2022, 00:09 WIB

Dibuat Oleh

Ahmad Zainuri

C1F020039

Masyarakat kota Malang tersetak oleh suatu opini yang muncul di berbagai media, yang mengarah pada pelabelan Malang sebagai kota halal. Opini ini sedikit banyak menciderai hati nurani masyarakat Kota Malang khususnya, dan AREMA pada umumnya.

Secara kultur masyarakat kota Malang adalah masyarakat majemuk dan telah menerima kemajemukan tersebut dalam perikehidupannya. Selain itu secara historis kota Malang adalah salah satu kota penting dalam ikut menentukan konstelasi politik nasional.

Kota Malang bukan hanya berperan dalam pergerakan nasional tetapi dalam masa revolusi fisik maupun dalam menentukan kebijakankebijakan berskala nasionalpun ikut andil di dalamnya. Secara fungsi maka kota Malang sebagai kota pendidikan. Dan sebagai kota pendidikan, akan membawa kota ini sebagai kota majemuk dalam keragaman kulturnya.

Hal ini terjadi karena peserta didik, khususnya mahasiswamahasiswi yang menempuh pendidikan di kota Malang tidak hanya berasal dari kota Malang, bahkan Jawa Timur saja. Tidak sedikit mahasiswa yang menempuh pendidikan di kota Malang berasal dari luar propinsi Jawa Timur.

Hal ini berkonsekuensi kota Malang menjadi kota bertemunya segala macam kebhinekaan di Indonesia. Kebhinekaan ini bisa meliputi, budaya, suku, bahasa, ras bahkan agama. Di tingkat masyarakat, kondisi ini sangat berpengaruh positif, artinya dengan semua itu dapat meningkatkan pendapatan masyarakat kota Malang.

Contohnya adalah: Usaha penginapan, kost-kostan, kuliner bahkan dunia budaya, menjamur yang bisa menjadikan penambahan inkam masyarakat setempat. Di sisi lain, bagi pemerintah kota Malang tentunya juga berdampak positif, khususnya pada pendapatan daerah atas semua pajak-pajak, baik dari dunia pendidikan, pariwisata maupun budaya.

Dengan kondisi ini, maka Pemerintah Kota Malang dalam menyusun maupun membuat kebijakan harus mampu digunakan sebagai pijakan oleh semua elemen yang ada di kota Malang tersebut. Dari istilah Halal, maka penulis merasa bahwa predikat tersebut kurang sesuai jika harus disandingkan dengan kota Malang.

Istilah halal seolah hanya mewakili sebagian kelompok yang ada, artinya kebijakan ini hanya dilahirkan untuk sekelompok yang ada tersebut. Sehingga kebijakan ini tidak mampu memakili secara menyeluruh dari elemen yang ada di kota Malang pada umumnya. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah istilah halal itu sudah bisa diterima sebagai istilah positif bagi semua golongan, elemen yang ada? Jika istilah ini ternyata bisa diterima oleh semua elemen dan golongan (dengan berbagai macam perbedannya), maka sudah seharusnya pemerintah memberikan kewenangan kepada masyarakatnya untuk memaknai dan melabeli halal atas segala daya upayanya, sesuai dengan keyakinannya tersebut.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, apakah semua elemen dengan berbagai macam perbedaannya boleh menggunakan kata halal sesuai dengan asusumsi kelompoknya? Tentu hal ini akan menjadi permasalahan yang semakin rumit.

Selanjutnya, jika ternyata istilah halal yang dipakai, merujuk bahwa kata ini berarti: yang diizinkan sesuai hukum Islam, maka seharusnya kata ini tidak digunakan sebagai landasan kebijakan pemerintah ataupun memberi label kepada pemerintah tersebut. Karena kata itu tidak mampu mewakili seluruh elemen dan golongan dengan segala macam perbedaanya. Karena negara Indonesia bukan negara agama atau teokrasi. Negara Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila.

Selain sebagai dasar negara, Pancasila juga sebagai sumber tertib hukum dan sumber dari segala sumber hukum. Oleh karena itu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah harus bersendikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan bukan berdasarkan nilai-nilai agama tertentu yang hanya mewakili agama tersebut saja.

Dalam sejarahnya, bangsa ini juga telah memberikan pelajaran yang sangat berharga dalam menjaga kebhinekaan global bangsa Indonesia.

Bahwa sila dalam Pancasilapun bisa berubah karena adanya keberatan dari sebagian elemen bangsa yang merasa tidak terwakili oleh kata-kata tersebut sebelum disyahkannya menjadi bagian yang utuh dari pembukaan UUD 1945 “18 Agustus 1945 pada sidang PPKI”. Kalau kita teliti keberatan tersebut, nyatalah bukan karena kesalahan ataupun keburukan kata-katanya “karena dalam kata-kata tersebut sebenarnya terkandung makna yang mulia”, tetapi karena kata-katanya dirasa tidak mewakili golongan yang keberatan tersebut.

Maka dengan besar hati para pendiri bangsa yang lebih mementingkan persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi kata-kata pada sila pertama tersebut. Kejadian sejarah ini tentunya dapat sedikit menjadi pelajaran oleh pemerintah, baik pusat mapun daerah dalam menyusun dan menetapkan kebijakannya yang harus mampu dijadikan pijakan bagi seluruh komponen dan elemen yang ada dengan segala perbedaannya.

Jangan sampai kebijakan yang dihasilkan hanya mewakili salah satu golongan saja dan tidak mewakili golongan lainnya. Lalu bagaimana dengan adanya karateristik tertentu yang dimiliki kota Malang yang mungkin berbeda dengan daerah lainnya. Tentu dalam teori toleransi dan berkebhinekaan global, kita tidak boleh menghilangkan ciri khas kita dalam upaya menghargai keberanekaragaman budaya Indonesia.

Toleransi dan berkebhinekaan global bukan untuk menghilangkan ciri khas kita, sebagai bagian dari entitas bangsa. Toleransi dan berkebhinekaan global adalah cara melestarikan ciri khas kita dalam upaya menghormati dan meghargai perbedaan yang ada.

Tidak bisa kita pungkiri bahwa mayoritas penduduk kota Malang adalah umat Islam, dan tentunya mayoritas ini akan membawa karateristik tersendiri bagi kota Malang. Terjadinya akulturasi segala macam budaya baik yang sudah ada maupun yang baru masuk dengan budaya Islam adalah suatu keniscayaan yang bisa mengakomodir kepentingan masyarakat kota Malang secara umum.

Dan jika ini yang menjadi acuannya, maka pemerintah kota Malang bisa membuat suatu distinasi atau area tertentu yang bisa mewakili salah satu ciri khas yang dimiliki oleh kota Malang tersebut. Misalnya wilayah kuliner halal, wilayah wisata halal, dll. Hal inipun tentunya juga harus berlaku sama bagi entitas masyarakat kota Malang yang lain, yang juga perlu diakui eksistensinya, misalnya kampung budaya, kampung Pancasila, kampung tradisional, kuliner khas malangan, kampung batik malangan dll. Harapannya Pemerintah Kota Malang harus mampu mengakomodir segala perbedaan yang ada dalam menyusun kebijakannya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image