Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Anisa Maisyarah

Mengenal Zakat Saham, Sebuah Investasi Jangka Panjang dan Rumus Menghitungnya

Ekonomi Syariah | Thursday, 08 Dec 2022, 08:08 WIB

Dalam rangka “membersihkan harta” dari kekikiran, serta pemenuhan hak bagi golongan fakir dan miskin, Islam mewajibkan umatnya untuk menunaikan salah satu rukunnya yaitu membayar zakat. Hal yang perlu diketahui dan diingat adalah zakat yang dimaksud tersebut bukan hanya berzakat pada saat menjelang hari raya Idul Fitri saja, akan tetapi ada jenis zakat lain yang wajib diketahui dan ditunaikan bagi yang sudah memenuhi syaratnya, seperti zakat maal atau zakat harta yang dilakukan di selain hari raya.

Mengingat zaman modern seperti saat ini, banyak sumber penghasilan dan keuntungan yang mana hal tersebut bisa dijadikan sebagai objek baru dalam melakukan zakat, salah satunya yaitu berbisnis. Perkembangan bisnis tersebut diantaranya muncul sarana investasi yang dapat menghasilkan keuntungan, atau yang biasa disebut sebagai penanaman modal dalam bentuk saham. Apabila seorang penanam modal saham tersebut telah mendapatkan keuntungan dalam kurun waktu tertentu, maka orang tersebut wajib dikenakan zakat sebagai bentuk penyucian harta di dalamnya. Dalam hal ini, maka muncul jenis zakat baru yaitu zakat saham.

Pengertian Saham dan Zakat Saham

Sebelum mengetahui lebih lanjut apa itu zakat saham, perlu diketahui terlebih dahulu pengertian dari saham itu sendiri. Saham merupakan kata yang diserap dari bahasa Arab yaitu sahm, dengan bentuk jamaknya yaitu ashum atau suhmah yang bermakna bagian atau kepemilikan. Secara istilah, saham merupakan surat bukti bagi seseorang yang menanam modal di suatu perushaaan atau Persero Terbatas (PT). Pemilik saham dikenal dengan sebutan Perseroan. Saham juga dapat dikatakan sebagai salah satu model investasi yang diperbolehkan dalam Islam dengan syarat-syarat tertentu sesuai dengan kesepakatan ijtihad para ulama. Yang diperoleh dari saham ini dapat berupa laba atau keuntungan (deviden) dan kerugian. Laba yang diambil dalam hal ini adalah laba yang baik dan keuntungan yang dikategorikan halal.

Dengan menanam modal ke sebuah perusahaan, maka seseorang akan memeroleh keuntungan atau kerugian. Adapun keuntungan yang diperoleh merupakan keuntungan yang dikategorikan baik dan wajar, yaitu sejumlah persentase yang terambil dari laba. Laba yang diambil ini setiap tahunnya tidak sama, yaitu sesuai dengan kondisi dari perusahaan tersebut. Dari keuntungan inilah, seseorang akan menyimpan asset account dalam bentuk lembaran surat berharga.

Menurut Prof. Dr. Muhammad Abu Zahrah, seseorang yang telah menyimpan keuntungan yang cukup banyak dari penanaman modal tersebut wajib untuk membayar zakat, dan tentu hal ini perlu disesuaikan dengan nisab dan sudah mencapai haul sehingga termasuk kategori wajib berzakat. Sebab, jika pemilik saham tersebut dibebaskan dari zakat, maka hal itu akan dikategorikan sebagai suatu bentuk kezaliman terhadap orang yang tidak memiliki saham. Akibatnya, orang akan menyimpan hartanya sendiri yang semesetinya ada hak saudara mereka di dalamnya. Maka dari itu, zakat saham dapat diartikan sebagai zakat yang dilakukan oleh pemilik saham dalam suatu perusahaan sesuai dengan nilai dan jumlah lembar sahamnya.

Pandangan Ulama Tentang Zakat Saham

Menanam modal dalam bentuk saham merupakan salah satu bentuk inovasi dalam hal muamalah dalam bidang ekonomi yang berkembang di zaman modern saat ini. Tentu, pada zaman Nabi dan sahabat dahulu, masih belum menemukan istilah saham. Maka dari itu akhirnya muncul beberapa pendapat ulama dalam memandang hal ini. Pendapat dari Dr. Wahbah al Zuhaili mengenai saham, menjelaskan bahwa bermuamalah dengan saham hukumnya diperbolehkan, karena pemilik saham adalah mitra dalam perseroan sesuai dengan saham yang dimilikinya. Selain itu, mengenai hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengeluarkan beberapa Fatwa Dewan Syariah Nasional yang perlu dijadikan rujukan dalam berpasar modal.

Jika dilihat dari sudut pandang hukum, sebagaimana yang telah disebutkan dalam penjelasan sebelumnya, saham merupakan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini dapat dilihat dari dalil yang bersifat umum, seperti yang disebutkan dalam Quran Surah At Taubah ayat 103, yang berbunyi, “Ambillah sedekah dari harta mereka, yang dapat membersihkan dan mensucikan mereka, doakanlah, karena doamu akan menenteramkan hati mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Adapun menurut pandangan Muhammad Abu Zahrah, Abd al-Rahmaan ibn al-Hasan, dan Abd al-Wahhab Khallaf menjelaskan bahwa jenis saham yang dikenakan zakat adalah jika pemiliknya mendapatkan keuntungan dari perdagangan saham tersebut, sebagaimana seorang penjual barang yang mendapatkan keuntungan dari barang yang dijualnya dengan tujuan mudharabah atau bagi hasil.

Selain itu, menurut Syeikh Ibn Utsaimin mengatakan bahwa apabila seseorang membeli saham dengan tujuan untuk perdagangan, dengan artian dia membeli saham tersebut pada hari ini dan akan menjualnya di masa depan ketika dia memperoleh keuntungan dari saham tersebut, maka dia harus membayar zakat atas saham ini setiap tahun dan membayar zakat atas setiap keuntungan yang dia hasilkan.

Selanjutnya, menurut pandangan mayoritas ulama kontemporer, melihat dari segi aspek penetapan saham yang berbeda-beda berdasarkan jenis perusahaan yang menerbitkan saham. Dalam hal ini, perusahaan penerbit saham dibagi menjadi empat jenis : 1) perusahaan manufaktur dan jasa yang tidak terlibat dalam perdagangan apapun, maka mereka tidak diwajibkan zakat karena nilai saham ini didasarkan pada peralatan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan; 2) perusahaan yang hanya bergerak di bidang perdagangan (niaga); 3) perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur dan perdagangan, yaitu perusahaan yang menggabungkan kedua kegiatan tersebut. Dalam hal ini, para ulama menetapkan adanya keharusan berzakat di saham dari kedua jenis perusahaan ini, setelah dikurangi dengan nilai-nilai bangunan, peralatan, dan perlengkapan lainnya; 4) perusahaan pertanian, maka dalam hal ini dikenakan wajib zakat.

Kemudian, menurut Yusuf Qaradawi melihat zakat saham dari dua aspek : 1) apabila perusahaan tersebut merupakan perusahaan industri murni, yang tidak melakukan kegiatan perdagangan di dalamnya, maka sahamnya tidak wajib dikenakan zakat. Contoh dari perusahaan ini seperti hotel, travel, dan sejenisnya; 2) apabila perusahaan tersebut merupakan perusahaan dagang murni yang melakukan jual beli barang-barang tanpa melakukan kegiatan pengolahaan, seperti perusahaan yang melakukan ekspor-impor, maka saham dari perusahaan ini wajib dikeluarkan zakatnya.

Cara Menghitung Zakat Saham

Zakat saham merupakan salah satu bentuk zakat baru dan termasuk ke dalam jenis zakat harta. Maka dari itu, dalam menghitung zakat saham, mayoritas ulama menyepakati bahwa kadar zakat saham yang perlu dikeluarkan adalah sebesar 2,5% dari nilai-nilai saham yang sesuai dengan harga pasar pada saat itu setiap tahunnya, bukan berdasarkan harga pada waktu membelinya. Cara menghitungnya adalah dengan menjumlahkan keuntungan yang diperoleh seorang penanam modal dan keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Kemudian dari jumlah tersebut dikalikan dengan 2,5%. Jika dirumuskan menjadi : 2,5% x (capital gain + dividen).

Untuk membayarkan zakat saham tersebut, seorang penanam modal perlu mengetahui terlebih dahulu apakah total dari asset account yang dimilikinya sudah mencapai nisab atau belum. Jika sudah, maka investor dapat menghitung jumlah yang akan dia bayar untuk zakat dalam bentuk satuan lot dengan rumus : nominal zakat dalam rupiah : (harga pasar/lembar x 100 lembar).

Manfaat Zakat Saham

Sebagaimana yang diketahui pada umumnya zakat sebagai salah satu cara untuk mnyucikan diri dari sifat kikir dan pelit. Melalui zakat seseorang akan terbiasa dengan sifat pemberi sehingga tumbuh menjadi orang yang dermawan dan bersyukur. Dengan seperti itu, mereka tidak akan merasa kekurangan, sebab hartanya akan terus berputar dan akan Allah tambah dari arah yang tidak terduga, sebab dia telah memberi kemudahan bagi orang lain sehingga Allah sebagai Pemberi Rezeki pun dengan mudah memberi rezeki kepadanya pula. Dapat diartikan pula bahwa zakat saham merupakan salah satu bentuk investasi jangka panjang seseorang yang kebaikannya akan terus mengalir kepada orang lain melalui keuntungan yang diperolehnya.

Selain itu, zakat memiliki pengaruh positif terhadap perekonomian, karena zakat akan mendorong aktivitas konsumsi para mustahik atau pun muzakki. Dana zakat yang diberikan kepada penerima manfaat atau mustahik akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, sehingga terjadi peningkatan ekonomi padanya dan harapan besarnya hal ini dapat meningkatkan angka partisipasi tenaga kerja. Bayangkan saja betapa banyak saat ini orang-orang berbodong-bondong dalam menanam modal mereka di perusahaan besar dengan keuntungan yang cukup besar, hal ini tentu akan sangat mengoptimalkan laju ekonomi yang cukup jika mereka rutin melakukan zakat saham.

Apabila berkaca pada kisah Rasulullah yang berhasil menerapkan zakat sebagai salah satu instrument kebijakan fiskal, sehingga kondisi ekonomi pada saat itu menjadi kuat dan stabil, dan rakyat pun juga memiliki perekonomian yang kuat. Begitu juga di masa para Sahabat yang menerapkan zakat pada masa pemerintahannya. Tidak asing di telinga nama seorang sahabat, Umar bin Adul Aziz, dengan kepemimpinannya dia berhasil menggunakan zakat sebagai instrument perekonomian pada saat itu. Alhasil, hal tersebut sangat membantu rakyatnya menjadi rakyat yang sejahtera.

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa setiap harta yang diperoleh dengan cara baik apapun, memiliki hak orang lain di dalamnya. Salah satu cara dalam memberikan hak tersebut adalah melalui instrumen zakat yang telah diajarkan oleh Islam kepada umatnya, seperti zakat saham yang telah dipaparkan sebelumnya. Dalam melakukan zakat saham, hal yang perlu ditekankan sehingga zakat dapat dilaksanakan adalah jika tidak ada unsur ribawi dalam prosesnya serta tidak bertentangan dengan prinsip syariah, karena tujuan dalam melakukan saham tersebut adalah untuk mudharabah. Adapun di Indonesia saat ini tersedia kumpulan Efek Syariah yang telah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan yang disebut dengan Daftar Efek Syariah. Sehingga, hal ini akan sangat membantu seseorang dalam menunaikan kewajibannya sebagai orang yang dititipkan harta oleh Allah melalui saham yang diinvestasikan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image