Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Menyelamatkan Konstitusi, Menyelamatkan Indonesia

Politik | Friday, 02 Dec 2022, 20:30 WIB

Demokrasi dan Pancasila menjadi konsensus para pendiri bangsa yang hingga sekarang membentuk jati diri bangsa. Seiring jalan, kekhawatiran terhadap eksistensi bangsa dan negara kian besar. Bagaimana tidak? Banyak faktor yang sebenarnya mengancam keutuhan dan kedaulatan bangsa. Persoalan mendasar adalah amandemen UUD 1945 yang sejatinya telah disalahgunakan dan dimanfaatkan oleh kalangan tertentu. Oleh sebab itu, banyak kalangan bersuara tentang pentingnya kembali ke UUD 1945 seperti sebelum diamandemen.
Mayjen TNI (Purn) Prijanto dalam bukunya "Untaian Butir-butir Mutiara Konstitusi Indonesia" memaparkan sejumlah argumentasi menarik tentang pentingnya kembali ke UUD 1945 yang asli. Menurutnya, Indonesia merupakan negara demokratis seperti tertuang dalam sila ke-4 Pancasila. Bung Karno pernah menyampaikan demokrasi Indonesia saat berpidato di Sidang Umum PBB 1960. Dalam kesempatan itu, Bung Karno menegaskan sila ke-4 Pancasila, itu adalah hakikat demokrasi Indonesia.

Ini menjadi jati diri bangsa. Pokok pikiran ke-3 Pembukaan UUD 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Hal ini yang kemudian dilupakan sejak UUD 1945 diamandemen. Ada empat alasan pentibgnya kembalinya ke UUD 1945. Pertama, sejak diubah pada 2002 MPR telah menetapkan Ketetapan MPR No. 1 tahun 2002 pembentukan Komisi Konstitusi pada masa persidangan MPR tahun 2003.
Namun, begitu hasil kajian Komisi Konstitusi yang diserahkan kepada MPR pada 2003, tidak ada tindak lanjutnya di kemudian hari. Padahal hasil kajian itu sangat penting mengingat komisi tersebut dibentuk melalui TAP MPR. Prof. Maria Farida Indarti secara satir menyebutkan hasil kajian tersebut masuk kotak lalu digembok dan kuncinya saat ini entah ada di mana. Guru Besar UGM itu secara gamblang menegaskan amandemen UUD 1945 pada 2002 sejatinya telah membuat konstitusi baru yang tidak ada hubungannya dengan Proklamasi 17 Agustus 1945.
Kedua, banyak para tokoh yang mengritisi amandemen UUD 1945. Salah satu suara kritis adalah jika ingin menguasai Indonesia, maka kuasai partai politik. Ini fakta yang tidak bisa dibantah saat ini. Parpol menjadi sumber malapetaka karena setelah amandemen 1945, terjadi perselingkuhan antara pengusaha, penguasa, partai politik dan kekuatan asing. Perselingkuhan ini kemudian melahirkan penentuan-penentuan siapa yang menjadi kepala negara dan daerah, di luar proses demokrasi. Walaupun melalui Pemilu, maka dipastikan sudah ada kekuatan uang yang bermain. Yang paling berbahaya dari perselingkuhan ini adalah lahirnya undang-undang yang menguntungkan kelompok penguasa.
Penolakan keberadaan tenaga kerja asing, lemahnya kualitas kepemimpinan dan peraturan perundang-undangan, polarisasi masyarakat hingga arah negara menjadi totaliter adalah kondisi faktual negara saat ini. Hulunya adalah amandemen 1945 pada 2002 silam. Prijanto dalam bukunya mempersoalkan sejumlah pasal yang dinilai tidak adil dan mengancam Indonesia. Ini menjadi persoalan ketiga dari amandemen UUD 1945 di mana banyak pasal yang tidak memenuhi rasa keadilan.
Pasal 2 ayat 1 yang menghilangkan hak golongan. Ayat tersebut berbunyi, "MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPRD yang dipilih melalui Pemilihan Umum dan lebih lanjut diatur dengan Undang-undang."
Pasal 6A ayat 2 hanya parpol yang boleh mengajukan capres dan cawapres. Melalui MK, hanya partai yang lolos Parliement Threshold (PT) 20 persen yang bisa mengajukan capres cawapres.
Pasal 22C ayat 2 di mana keberadaan DPD yang tidak diperhitungkan. Anggota DPD tidak boleh lebih dari sepertiga anggota DPR.
Pasal 37 yang mengerdilkan keberadaan MPR. MPR tidak lagi memegang kekuasaan tertinggi negara.
Keempat, amandemen ini secara tidak langsung melahirkan oligarki karena tingginya biaya politik. Dampak lainnya juga melahirkan terbelahnya masyarakat, merebaknya fitnah, adu domba, munculnya buzzer dan influencer yang brutal.
Lalu apa yang harus dilakukan? Prijanto memiliki pandangan menarik yang disebutnya Dekrit Presiden yang terkoordinasikan antara referendum rakyat dan konvensi musyawarah. Inti dari cara pandang ini hakikatnya untuk mengembalikan fungsi MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara. Tapi apakah mungkin hal ini dilakukan? Jawabnya tentu saja.
Dekrit ini pun tentunya harus mendapatkan dukungan TNI/Polri. Dengan dukungan ini, Presiden memiliki kekuatan untuk melangkah. Dekrit pun harus melalui referendum rakyat dan Presiden tidak boleh memutuskan isi dekrit tanpa pengawasan rakyat. Dengan melalui referendum dan konvensi musyawarah antar elemen masyarakat, maka dekrit Presiden yang terkoordinasikan itu bisa menyelamatkan konstitusi dan eksistensi Indonesia dari ancaman disintegrasi.
Ada tujuh poin dari dekrit Presiden yang terkoordinasikan.
1. Pernyataan untuk mengatasi terjadinya ancaman disintegrasi dan mewujudkan cita-cita serta tujuan bangsa Indonesia.
2. Konstitusi Indonesia adalah UUD 1945 yang terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh, Penjelasan dan Adendum.
3. Dasar Negara Indonesia adalah Pancasila yang tidak boleh diubah atau diperas.
4. Jabatan Presiden dan Wakil hanya dibatasi dua periode.
5. Hak asasi warga negara mengedepankan hak asasi kolektif.
6. HAM individu diatur oleh undang-undang.
7. MPR menjadi lembaga tertinggi negara

Tentunya, pandangan ini menarik untuk dipahami publik. Dengan kondisi Indonesia yang kini kian panas dengan hiruk pikuk politik dan ekonomi, dibutuhkan upaya serius menyelamatkan Indonesia. Dan, itu bisa dimulai dari menyelamatkan konstitusi. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image