Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ummu Fatimah

Terjerat Pinjol : Mahasiswa Nasibmu Kini

Gaya Hidup | Monday, 28 Nov 2022, 14:15 WIB

Jagad pendidikan kembali dihebohkan dengan fakta ratusan mahasiswa yang terjerat pinjaman online (pinjol). Total kerugian yang dialami mahasiswa hingga mencapai angka milyaran rupiah (Suara.com, 16/11/22). Hal ini diawali banyaknya mahasiswa yang tertarik pada pembagian bagi hasil bisnis online sebesar 10% dari keuntungan. Untuk melakukan investasi tersebut pihaknya harus meng input sejumlah nominal tertentu yang kebanyakan ialah uang pinjaman. Sayangnya bisnis ini kemudian menghilang sehingga mahasiswa tidak mampu mengembalikan pinjamannya (suarabogor.id, 16/11/22) Total kerugian yang dialami oleh mahasiswa pun cukup fantastis, menembus angka 2 milyar rupiah (Selebtek.com, 16/11/22). Kasus yang terungkap setelah beberapa orang melapor pada kepolisian akibat teror pinjaman online ini disinyalir terjadi akibat adanya penipuan dengan metode baru. Sehingga kasus ditutup ketika pelaku telah ditemukan.

PR Besar Instutusi

Kebutuhan atas materi khususnya uang menjadi salah satu hal krusial saat ini, apalagi di tengah melonjaknya harga. Sehingga adanya tambahan pendapatan menjadi hal yang pantas diperhitungkan. Hanya saja, perlu ditelisik ulang apakah kebutuhan akan keuangan ini benar benar sekedar memenuhi kebutuhan dasar atau hal hal yang bersifat umum ataukah justru hanya untuk memenuhi kebutuhan sekunder bahkan tersier demi eksistensi yang mencerminkan hedonisme di kalangan mahasiswa kebanyakan saat ini.

Kedua kemungkinan tersebut pada hakikatnya sama sama menyingkap PR besar dunia pendidikan khususnya dalam upaya negara mempersiapkan generasi. Jika maraknya mahasiswa terjerat pinjaman online adalah untuk memenuhi kebutuhan primer hal ini menjelaskan bahwa kebutuhan dasar masyarakat tak terkecuali mahasiswa belum terpenuhi dengan baik. Pun, ketika alasan kedua maka hal ini dapat menunjukkan bagaiaman output pendidikan saat ini yang sarat akan mindset materialisme semata. Bahkan, pemikiran tersebut mengaburkan rasionalitas generasi muda saat menganalisis hingga mencari solusi dari permasalahan yang dialaminya. Alhasil generasi muda cenderung memilih hal yang instan dalam memenuhi keinginannya. Padahal, seharusnya generasi muda apalagi mahasiswa mampu untuk berpikir kritis dan rasional bahkan mendalam, bukan sekedar mengikuti keinginannya semata kemudian melakukan berbagai cara yang mudah dan cepat tapi beresiko besar.

Mindset Materialism

Problematika ini baik dilihat dari kacamata maraknya kesenjangan ekonomi atapun konsep materialism yang menjangkiti mahasiswa pada dasarnya adalah akibat atas mengakarnya mindset materialism pada individu, masyarakat bahkan intitusi itu sendiri. Pada hakikatnya mindset ini menjadi standart seseorang dalam berpikir. Aktivitas berpikir pada dasarnya membutuhkan empat elemen yakni objek, alat indra, otak dan informasi sebelumnya. Ketika informasi yang didapatkan terkait hal penting untuk mempertimbangkan keputusan adalah keuntungan materi maka mindset materialisme akan mengakar di dalam benak mahasiswa. Hal ini akan tercermin dalam sikap maupun tingkah laku mahasiswa itu sendiru.

Dewasa, jika kita amati bersama banyak perguruan tinggi yang saat ini mengangkat materi interpreneur ataupun kewirausahaan dibandingkan keilmuan keilmuan yang lain. Bahkan pada jurusan non ekonomi mulai ditambahkan mata kuliah kewiusahaan. Apalagi didukung oleh media sosial yang menggambarkan kehidupan hedonism. Suasana seperti ini akan mendorong mahasiswa untuk memiliki mindset materialism. Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa mindset materialisme tidak tiba tiba lahir dari individu ke individu akan tetapi berusaha untuk diopinikan ke ranah public, salah satunya melalui kurikulum pada instansi pendidikan dan juga kampanye media sosial. Keduanya di bawah asuhan institusi pemerintahan.

Jauh Panggang dari Api

Tujuan sistem pendidikan hakikatnya mampu membentuk generasi muda yang berorientasi pada kepentingan masyarakat bukan sekedar memikirkan kepentingan pribadinya. Hanya saja ketika mindset materialism yang justru ditanamkan oleh instansi dan institusi tempat mahasiswa belajar maka yang terbentuk akan berkebalikan dengan tujuan pendidikan yang diinginkan. Selain itu mindset ini dekat dengan ide liberalisme atau ide kebebasan. Artinya tidak ada kebenaran hakiki dalam menjalani kehidupan, semua perilaku ataupun sikap sah sah saja dilakukan atas dasar ide ini. Ide ini tentu akan berefek pada generasi muda yakno mahasiswa yang tidak bisa memutuskan secara rasional, tidak memiliki tujuan hidup karena tidak memiliki standart pada kehidupannya.

Jika sistem pendidikan dengan penanaman mindset materialism terus dilakukan maka akan menghasilkan output generasi muda yang lemah, tidak memiliki arah hidup, mudah putus asa, apatis dan apolitis dengan kepentingan umum dan individualis. Mungkinkah generasi seperti ini mampu diberikan estafet kepemimpinan negeri?

Refresh Mindset Generasi

Generasi muda yang lemah dibentuk dari pendidikan yang didasari oleh mindset materialim. Mindset ini berkembang pada sebuah sistem Kapitalisme yang mendukung penyebarluasannya. Untuk itu ketika ingin mengubah generasi perlu adanya perubahan mulai dari pencampakan sistem Kapitalis sehingga mindset materialism tidak lagi digunakan pada kurikulum pendidikan di negeri ini. Kesalahan sistem ini bukan hanya dapat dilihat dari fakta yang ada, akan tetapi dapat dilihat dari sumber munculnya Kapitalisme yang tidak lain adalah lahir dari olah pikir manusia yang lemah dan terbatas. Untuk itu perlu adanya sistem pengganti yang tidak berasal dari manusia melainkan dari Pencipta manusia. Ialah sistem Islam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image