Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Andre Putra Nugroho

Mental Illness Alat Mencari Perhatian Kaum Remaja

Curhat | Monday, 21 Nov 2022, 20:36 WIB
Sumber gambar : https://pixabay.com/id/photos/pelawak-fan-art-jembatan-brooklyn-5282593/

Pasti kalian sering melihat status di media social entah Wa, Instagram, dan Twitter yang isi status tersebut pengakuan memiliki mental illness? Yang dimana, itu hanya caper saja, yang bertujuan mencari perhatian orang-orang berada di media sosial. Seolah tidak ingin ketinggalan zaman, orang-orang menjadikan mental illness sebagai tren dan menganggapnya keren. Kebanyakan orang yang “mengaku” dirinya memiliki suatu mental illness bermodalkan cocoklogi dengan internet tanpa konsultasi professional.

Tren mental illness menjadi sangat populer di media sosial terutama dikalangan remaja. Terutama setelah terjadinya pandemi ini, dimana media sosial menjadi platform yang paling sering dikunjungi. Dengan tidak adanya pengawasan orang tua dan mudahnya kita mengakses hal apapun, anak pun dengan mudah terpengaruh dengan konten yang ia lihat.

Semua terjadi karena ada sebuah film yang sangat hype, yaitu film Joker (2019). Karena film Joker, semua orang terutama kaum remaja, merasa dirinya memiliki mental illness di media sosial. Pasti kalian sering sekali melihat salah satu quotes Joker yang sampai bosan saya melihatnya, yaitu ”Orang jahat terlahir dari orang baik yang tersakiti.” Dari kata-kata itu lah yang membuat para remaja mencocokkan dirinya dengan Joker, yang sebenarnya itu tidak baik dan tanpa pengecekan lebih lanjut. Dengan adanya cocoklogi dari semua ini, membuat saya merasa aneh ”emang bisa ya, mengklaim diri mempunyai penyakit mental melalui film dan google?” Yang mana seharusnya, untuk mengetahui diri kita mental illness melakukan pengecekan kepada orang yang ahli pada penyakit mental, yaitu; psikiater dan mental health counslor.

Kadang saya merasa heran kepada para kaum remaja yang merasa dirinya mental illness from by google atau dari quotes-quotes yang bertebaran di media sosial. Yang membuat saya heran adalah, kenapa harus membagikan sesuatu yang tidak pasti ke media sosial? Mental illness itu adalah penyakit medis yang sangat serius, untuk mengklaim diri mempunyai mental illness harus ke psikiater, bukan dari google. Sama halnya penyakit medis pada umumnya, mental illness juga demikian. Kalau sampai ada yang mempost mental illness ke media sosial, sama halnya mempost penyakit paru-paru dan diabetes ke media sosial. Yang dimana itu sudah membuat malu bagi orang yang bener-bener memiliki penyakit itu.

Kalian tahu tidak, kalau orang yang meromantisasikan mental illness cenderung hanya mencari simpati dari orang-orang. Karena mental illness bukan yang harus dibanggakan, sedangkan banyak orang yang benar-benar memiliki mental illness dengan mati-matian ingin sembuh, tapi masih banyak yang mendambakan penyakit tersebut? Bangga mempunyai mental illness aja sudah aneh apalagi menjadikan sebuah tren. Mengeklaim mental illness tidak secara medis sangat berbahaya dan dapat menuntutun kalian melakukan self-diagnose.

Akibat dari Self-diagnose

Saya ingin membagikan bahayanya dari self-diagnose kepada kalian, agar kedepannya kita jangan asal mengklaim penyakit hanya sebatas cocoklogi saja, yang mengakibatkan kita sulit membedakan penyakit medias yang benar-benar dengan yang asal klaim saja atau bohong dan kita akan sulit mengenali diri kita yang sesungguhnya. Lalu, menganggap diri kita sangat buruk, padahal tidak seburuk itu atau bahkan baik-baik saja. Dengan kita self-diagnose, kita akan dianggap caper dan mencari sensasi, bisa saja kita menyakiti hati banyak orang yang benar-benar memiliki mental illness dan mereka ingin sembuh dari itu. Dan pada akhirnya menjadikan kondisi itu sebagai sebuah alasan untuk menghindari kewajibannya.

Penyakit Mental itu Tidak Keren

Apakah dengan mempunyai penyakit mental terlihat keren? Sebuah penyakit bukan ajang buat keren-kerenan semata, terlebih mental, yang mana penyakit mental itu sangat susah sekali untuk disembuhkan walaupun dengan obat. Dengan mengeshare penyakit mental, yang mana semua itu tidak keren, yang membuat penyakit tersebut menjadi sepele dimata orang-orang. Dan tidak jadi menakutkan ataupun keren hanya karena gangguan mental yang ia miliki. Bermaksut untuk menjadikan mental illness hal yang keren, yang membuat kita lupa kalau masih banyak yang kita sebarkan selain penyakit mental.

Sekarang sudah tidak zaman menjadikan mental illness sebagai topik yang tabu. Namun, bukan berarti kita mengklaim penyakit mental kita sendiri. Kesehatan mental sangatlah penting dan tidak boleh disepelekan. Menganggap suatu mental illness sebagai sesuatu yang unik dan menarik tidak akan membuat pengidap sebenarnya merasa lebih baik, malah membuat mereka terkesan tidak menghargai mereka.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image