Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rahmawati Ayu Kartini

Pemuda Muslim: Wajib Berpolitik dan Mencintai Negara Sesuai Syariat

Agama | Friday, 18 Nov 2022, 09:16 WIB

PEMUDA MUSLIM : WAJIB BERPOLITIK, DAN MENCINTAI NEGARA SESUAI SYARIAT

Oleh Ita Badriatin (Pemerhati Sosial)

“Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku satu pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”- Bung Karno-

Kata-kata Bung Karno ini berhasil menggetarkan dan membakar jiwa para pemuda Indonesia dahulu, sehingga mereka bergerak untuk berusaha dan berjuang mengubah kondisi Indonesia yang terjajah hingga kemudian meraih kemerdekaannya.

Demikianlah gambaran potensi pemuda bagi sebuah bangsa, sebuah negara. Tak ada yang mengingkarinya. Demikian juga bagi umat Islam. Pemuda muslim adalah tumpuan harapan untuk melakukan perubahan, untuk mengubah kondisi umat hari ini yang sangat jauh dari kata sejahtera dan penuh dengan berbagai masalah.

Bagaimana Seharusnya Perubahan Dilakukan?

Untuk melakukan perubahan, yang harus diperhatikan terlebih dahulu adalah apa yang menjadi akar masalah negeri ini. Dengan pengamatan yang mendalam kita akan dapati bahwa akar dari seabrek masalah negeri ini di antaranya adalah rakyat yang harus menanggung krisis energi; melonjaknya harga pangan dan komoditi pokok lainnya; menjamurnya pengangguran; susahnya mengakses pendidikan dan kesehatan; taraf hidup yang kian rendah; kriminalitas yang terus meningkat; generasi yang rapuh dll - adalah penerapan sistem sekular demokrasi yang rusak dan merusak. Sistem ini menafikan peran Allah SWT dalam kehidupan, dan memberikan hak membuat hukum pada akal manusia yang lemah dan terbatas.

Hanya mengganti rezim nyatanya tak pernah menyelesaikan masalah. Pemimpin datang dan pergi silih berganti tapi sejahtera itu tak kunjung terjadi. Mengapa? Karena kerusakan bukan hanya pada pemimpinnya tetapi juga pada sistemnya. Oleh Karena itulah maka perubahan yang dilakukan tidaklah cukup hanya dengan mengganti pemimpin, tapi juga harus mengganti sistem. Yakni mengganti sistem demokrasi sekular dengan sistem Islam. Negeri ini butuh perubahan hakiki, yaitu perubahan mendasar yang mampu mengantarkan masyarakat menuju Indonesia yang lebih baik, sejahtera, unggul, maju dan terdepan.

Perubahan Hakiki Butuh Aktivitas Politik

Rasulullah saw. adalah teladan terbaik bagaimana mengubah peradaban jahiliah menjadi peradaban Islam yang mulia, yakni dengan aktivitas politik. Beliau membina para Sahabat menjadi kader-kader dakwah Islam, kemudian menyebarkan para kader-kader dakwah ini untuk mengajarkan Islam kepada kelompok umat lainnya. Inilah yang harus kita lakukan. Mengikuti langkah dakwah Rasulullah saw.

Mengemban dakwah Islam melalui jalan politik, yaitu dakwah melalui aktivitas/perjuangan politik (Manhaj Hizb at-Tahrir, 2009, hlm. 14).

Aktivitas politik adalah segala aktivitas yang terkait dengan pengaturan urusan umat/masyarakat, baik yang terkait dengan kekuasaan sebagai pengaturan urusan masyarakat secara langsung, maupun yang terkait dengan umat sebagai obyek yang melakukan pengawasan terhadap aktivitas kekuasaan dalam mengatur urusan masyarakat. (Mafahim Siyasiyah, karya Syaikh Taqiyyudin an-Nabhani).

Aktivitas politik riil yang seharusnya dilakukan adalah memahamkan dan mengedukasi umat sehingga memiliki perspektif dan pemahaman Islam yang benar. Selanjutnya pemikiran Islam ini akan dijadikan pijakan untuk menyelesaikan permasalahan dirinya dan umat. Sehingga terbentuk sikap yang kokoh dalam dirinya untuk membela dan memperjuangkan Islam.

Aktivitas politik ini harus dilakukan oleh kaum Muslimin seluruhnya tanpa kecuali, termasuk para pemudanya baik laki-laki maupun perempuan.

Pemuda Muslim Wajib Berpolitik

Sejak kemunculannya, Islam selalu memiliki para pejuang di kalangan para pemuda. Lihatlah para shahabat Nabi saw, yang didominasi oleh para pemuda. Seperti sosok Ali bin Abi Thalib yang masuk Islam dalam usia 7 tahun, dikenal sangat cerdas dan selalu membersamai Rasulullah saw.

Mush’ab bin Umair, pemuda ternama, kaya raya, tampan rupawan, meninggalkan semua kemewahan demi ikut berjuang bersama Rasulullah saw. Usamah bin Zaid, di usia 18 tahun telah memimpin pasukan yang anggotanya adalah para pembesar sahabat seperti Abu Bakar dan Umar untuk menghadapi pasukan terbesar dan terkuat di masa itu. Zaid bin Tsabit (13 tahun), penulis wahyu, dalam 17 malam mampu menguasai bahasa Suryani sehingga menjadi penterjemah Rasul saw. Thalhah bin Ubaidullah, di usia 16 tahun telah berbaiat untuk mati demi Rasul saw. pada perang Uhud dan menjadikan dirinya sebagai tameng bagi Nabi. Dan masih banyak lagi pemuda Tangguh para sahabat Nabi saw.

Nabi saw. telah membina mereka, sehingga memiliki keimanan yang kuat, ketaatan yang sempurna kepada Allah Swt, serta kesadaran politik yang tinggi. Sehingga mendorong mereka melakukan aktivitas politik untuk mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat Islam. Demikianlah, dengan potensi yang dimilikinya para pemuda muslim seharusnya berusaha mewujudkan kesadaran politik pada diri mereka. Selanjutnya mereka juga harus berusaha mewujudkan kesadaran politik tersebut pada masyarakat secara umum, sehingga mampu melakukan aktivitas perubahan yang nyata.

Hanya saja perlu diperhatikan bahwa pengertian politik dalam konsep Islam tidak terbatas pada masalah kekuasaan semata, melainkan meliputi pemeliharaan seluruh urusan umat di dalam negeri maupun luar negeri, baik menyangkut aspek negara maupun umat. Dalam hal ini negara (penguasa) bertindak secara langsung mengatur urusan umat, sedangkan umat bertindak sebagai pengawas dan pengoreksi pelaksanaan pengaturan tadi oleh negara.

Karena itulah dalam Islam baik penguasa (pemimpin) ataupun rakyat biasa (yang dipimpin), keduanya memiliki kewajiban yang sama dalam memajukan Islam dan umat Islam. Mereka memiliki tanggung jawab yang sama dalam menyelesaikan problematika umat sesuai dengan hukum dan aturan Allah, bukan aturan manusia. Ketika keduanya berupaya menggunakan seluruh potensi yang dimiliki untuk menyelesaikan urusan umat, maka pada saat itulah keduanya telah melakukan aktivitas politik.

Melakukan aktivitas politik atau berpolitik adalah kewajiban yang datang dari Allah Swt dan RasulNya, sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Siapa saja yang tidak memperhatikan kepentingan kaum Muslim, ia bukanlah termasuk di antara mereka. Siapa saja yang bangun pada pagi hari tidak memperhatikan urusan kaum Muslim, ia bukanlah golongan mereka.” (HR ath-Thabari).

Oleh karena itu maka wajib bagi setiap muslim, termasuk para pemudanya untuk berpolitik. Yang diwujudkan dalam bentuk amar ma’ruf nahi munkar, yang ditujukan baik kepada masyarakat secara umum maupun kepada penguasa. Allah Swt berfirman :

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung." ( QS Ali Imran 104 ).

Paham politik, Mencintai Negara Sesuai Syariat

Sosok Pemuda muslim yang paham politik, pasti peduli dan bertanggung jawab akan nasib negaranya. Ia pasti akan mencintai dan berusaha membela negaranya. Tapi perlu ada upaya untuk mengarahkan agar kecintaan dan pembelaan tersebut tetap berada dalam koridor syara’, dalam bingkai ketaatan kepada Allah Swt. Hanya dengan cara itulah maka semua yang dilakukan akan bernilai ibadah di sisi Allah Swt. (lihat QS Adz dzariat [51] : 56 ).

Bagaimana cara mencintai negara sesuai syariat?

Pertama, Tidak Dalam Rangka Maksiat Kepada Allah.

Tak Seharusnya mencintai negara didasarkan pada hal hal yang dilarang Allah dan RasulNya, seperti mencintai negara secara berlebihan sehingga membela negara yang didasari ta’ashub (fanatik buta). Menganggap bangsa dan negaranya selalu benar, padahal bisa jadi yang dibela telah melakukan kesalahan, keburukan, kezaliman dan menyimpang dari hukum Allah.

Cara pandang seperti ini selanjutnya akan melahirkan pernyataan seperti “NKRI harga mati”, atau “NKRI sudah final, tak boleh ada yang mengubahnya” dstnya. Padahal, bukankah kalau sesuatu itu salah kita harus mengubahnya agar menjadi benar? Bukankah kalau sesuatu itu buruk atau kurang baik, tanggung jawab kita untuk membuatnya lebih baik?

Bukankah melakukan perubahan itu adalah perintah Allah? (lihat QS Ar Ra’du [ 13] : 11). Maka pernyataan ‘NKRI harga mati’ telah menutup semua pintu perubahan itu. Dan itulah yang disebut dengan ashabiyah.

Ta’ashub atau ashabiyah adalah sesuatu yang sangat dicela, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, Nabi saw. bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ

“Bukan termasuk golongan kami orang yang mengajak kepada ashabiyah, bukan termasuk golongan kami orang yang berperang karena ashabiyah dan bukan termasuk golongan kami orang yang mati karena ashabiyah.”[HR. Abu Dawud].

Ta’ashub telah melahirkan kecintaan kepada bangsa dan tanah air lebih daripada apapun, bahkan mengalahkan kecintaan kepada Allah dan RasulNya. Hal inilah yang kemudian melahirkan sikap lebih mengutamakan aturan negara daripada aturan agama ( Allah). Aturan Allah baru akan diterapkan jika dianggap ‘sesuai’ dengan aturan negara (yang nota bene adalah aturan buatan manusia).

Seperti misalnya, menolak Khilafah karena dianggap tak cocok bagi Indonesa, karena tak sesuai dengan nilai dan budaya Indonesia. Tentu ini cara pandang dan cara bersikap yang salah.

Bukankah seharusnya cinta kepada Allah dan RasulNya ditempatkan di posisi paling tinggi melebihi apapun ? (lihat QS At Taubah : 24).

Demikian juga dalam hal ketundukan dan ketaatan, bukankah seharusnya tunduk dan taat kepada aturan Allah lebih diutamakan daripada tunduk dan patuh pada aturan lainnya? (lihat QS An Nisa 59).

Dan bukankah seharusnya negara (pemerintah) mengadopsi seluruh aturan Allah untuk mengatur rakyatnya? (lihat QS Al Maidah 48, 49)

Kedua, Membela Negara Dari Ancaman Nyata.

Mencintai negara seharusnya dilakukan dengan berupaya membela negara dari berbagai bahaya yang mengancam. Apakah Itu? Ancaman paling besar dan serius bagi negeri ini adalah Sekulerisme dan liberasme. Pasalnya, melalui sekularisme, agama (baca : Islam) dijauhkan dari pengaturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Negara pun semakin liberal. Kebebasan menjadi spirit dalam setiap aturan dan undang-undang yang dibuat.

Maka lahir tatanan ekonomi yang kapitalistik-liberalistik. Kegiatan ekonomi digerakkan sekadar demi meraih perolehan materi dan demi kepentingan pemilik modal. Lahir perilaku politik yang oportunistik- machiavelistik. Akibatnya, kegiatan politik dilakukan sekadar demi jabatan dan kepentingan sempit lainnya. Segala cara ditempuh untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan itu. Ini pula yang menjadi salah satu faktor utama makin tingginya korupsi di negeri ini.

Lalu dalam tatanan budaya, lahir budaya hedonistik, yang berkembang sebagai bentuk ekspresi pemuas nafsu jasmani. Dalam hal ini, Barat telah menjadi kiblat ke arah mana “kemajuan” budaya harus diraih. Ke sanalah -dalam musik, mode, makanan, film, bahkan gaya hidup ala Barat- orang mengacu. Kemajuan dan kebebasan ala Barat inilah yang kemudian menghancurkan sendi sendi kehidupan umat Islam. Generasi muda pun rapuh karenanya, masa depan bangsa dan negara terancam.

Demikianlah, Sekulerisme adalah ancaman serius negeri ini.

Hanya saja, ada upaya menutupi realita tersebut. Dinarasikan bahwa ancaman terbesar umat hari ini adalah radikalisme. Diopinikan bahwa perlu ada program bela negara baik di kampus maupun di sekolah, madrasah bahkan pesantren untuk membentengi kaum muda dari radikalisme. Terus digembar gemborkan bahwa anak-anak Indonesia harus dijauhkan dari radikalisme demi masa depan bangsa, dan guru agama pun diminta mewaspadai radikalisme di sekolah.

Para da’i pun tak ketinggalan, diseru agar terus berkomitmen dalam kebhinekaan untuk mencegah radikalisme.

Benarkah radikalisme ancaman?

Nyatanya, isu ancaman radikalisme hanyalah narasi yang dibuat untuk menyerang Islam dan syariatnya. Dengan menggunakan isu radikalisme ini, banyak sekali ajaran Islam yang dicitrakan buruk. Ajaran Islam tentang Khilafah misalnya, tak henti-hentinya digambarkan sebagai monster yang menakutkan. Diopinikan bahwa khilafah akan memecah belah persatuan NKRI, serta akan menyebabkan konflik dan berbagai kekerasan. Tak heran, siapapun yang bicara tentang khilafah, maka akan dicap sebagai radikal.

Padahal, khilafah adalah ajaran Allah Swt dan RasulNya. Negara Khilafah adalah negara warisan Rasulullah saw. Dan Sejarah telah mencatat, bagaimana penerapan syariat Islam secara kaffah oleh negara Khilafah telah berhasil mewujudkan kesejahteraan, keamanan dan perdamaian yang luar biasa. Mereka (muslim dan nonmuslim) hidup damai, terlindungi dan sejahtera dalam naungan negara Khilafah berabad- abad lamanya.

Maka bagaimana bisa Khilafah dituding sebagai ajaran radikal yang berbahaya?

Tak hanya itu, masih banyak lagi ajaran Islam lainnya yang dituduh sebagai ajaran radikal. Membiasakan anak memakai kerudung, dianggap perundungan, dan wujud dari sikap intoleran dan radikal. Menolak demokrasi, tidak setuju nikah beda agama, tidak mau mengucapkan selamat hari raya natal kepada non muslim, dan masih banyak lagi ajaran Islam lainnya, semua dianggap radikal. Padahal itu adalah bagian dari perintah dan larangan Allah, Dzat yang menciptakan manusia, sehingga hanya aturanNya-lah yang paling layak bagi manusia. (lihat QS Al Maidah : 50).

Tak mungkin ajaran Allah menjadi ancaman bagi bangsa dan negara Indonesia.

Maka jelas, Isu radikalisme adalah narasi sesat agar umat Islam jauh dari syariat islam dan sekaligus menutupi realita yang sebenarnya bahwa bahaya besar yang mengancam umat hari ini adalah sekulerisme dan liberalisme. Karena itulah maka mencintai negara hendak diwujudkan dengan membela dan melindungi negara dari sekulerisme dan liberalisme, itulah musuh nyata yang harus dilawan.

Ketiga, Aksi Bela Negara : Selamatkan Indonesia dengan Islam kaffah.

Sudah seharusnya pemuda muslim peduli terhadap nasib negeri ini akibat tidak diterapkannya hukum Allah dalam seluruh aspek kehidupan. Dan kepedulian tersebut hendaknya diwujudkan dengan aksi nyata bela negara, yakni ikut serta dalam perjuangan penerapan syariat Islam kaffah. Hanya itulah yang akan menyelamatkan negeri ini dari kerusakan yang semakin parah.

Perjuangan penegakan syariat Islam kaffah sesungguhnya adalah bentuk kecintaan amat dalam pada negeri ini. Inilah bela negara yang benar, yakni semangat untuk membawa negeri ini pada penghambaan yang hakiki kepada Allah SWT, melalui penerapan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Indonesia adalah bagian dari bumi Allah, milik Allah. Karena itu mestinya Indonesia ditata dengan aturan Allah (syariat Islam). Niscaya Allah bukakan pintu-pintu keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana firmanNya:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS Al A’raf [7] : 96)

Khatimah

Tunggu apa lagi wahai pemuda muslim? Buktikan kecintaanmu terhadap negara ini dalam bingkai ketaatan kepada Allah! Jadikanlah potensi masa mudamu hanya demi mengabdikan diri kepada Allah Swt, taat pada seluruh syariatNya, serta berjuang menegakkan seluruh syariatNya.

Jadikan ambisi kalian kepada akhirat jauh berkali lipat ketimbang ambisi terhadap dunia. Jadikan mata-mata kalian senantiasa tertambat ke sana; surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang bertakwa. Tidak tertipu oleh dunia, dan tidak diperdaya oleh keindahannya.

Kenikmatannya berapapun jumlahnya, tetaplah akan sirna. Sementara kenikmatan yang abadi ada di sana. Di tempat yang sejati, di sisi Dzat yang Maha Kuasa.

Wallahu a’lam bisshawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image