Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ummu azka

Mengembalikan Fitrah Ayah di tengah Keluarga

Eduaksi | Saturday, 12 Nov 2022, 03:06 WIB

Mengembalikan Fitrah Ayah di tengah Keluarga

Oleh : Netty al Kayyisa

Ayah adalah sosok yang berpengaruh dalam keluarga. Dia yang akan memimpin perjalanan bahtera rumah tangga akan menuju kemana. Pada ridho Illahi kah atau pada murka Yang Kuasa. Di tangan ayah kepemimpinan keluarga terbentuk. Anak belajar memimpin, mencintai dan menyayangi dari ayah. Ayah juga menjadi pelindung di saat semua rasa aman dan nyaman hilang. Ayah yang akan memberi keamanan jika anggota kelaurga dalam bahaya. Di tangan ayah tumpuan dan harapan keluarga akan kenyamanan dan ketentraman keluarga disandarkan.

Meski pada faktanya, hari ini fungsi itu tidak cukup terbukti. Adanya beberapa kasus di Depok menjadi bukti. Ayah yang seharusnya menjadi pelindung ketakutan anak dan istri, justru melenyapkan nyawa anaknya dan membuat kritis istrinya. Begitu juga dengan suami yang tega melakukan pemukulan dan penganiayaan pada istrinya dengan disaksikan anaknya yang masih balita dan warga yang tak mampu berbuat apa-apa kecuali hanya melerainya.

Kondisi ayah telah keluar dari fitrahnya sebagai pemimpin (qawwam), pelindung dan pengayom keluarganya. Miris memang, tetapi inilah kenyataannya. Kemampuan mengendalikan diri dan amarah telah lenyap tergerus kondisi hidup yang serba sulit. Karena beban hidup yang berat, tekanan ekonomi tinggi, tak jarang para ayah lepas kendali. Sudah berusaha kesana kemari realitasnya ekonomi tak segera bisa diperbaiki. Justru kian terpuruk dengan naiknya bahan pangan dan kebutuhan hidup lainnya. Sementara lapangan pekerjaan yang ada, tak memadai untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah yang akan menjamin kehidupannya. Justru PHK besar-besaran menjadi momok setiap saat yang siap menerkam. Alhasil ketika terjadi sesutau yang tidak sesuai dengan ekspektasinya, maka kemarahan mudah menyulut jiwanya.

Jika dikembalikan pada masalah keimanan, bisa jadi ayah semacam ini tidak memahami peran dan fungsinya. Keimanannya tidak cukup kuat untuk menghadapi realitas hidup yang membuat sekarat. Bagaimaan bisa ayah kuat iman dan memahami perannya sementara tidak ada pihak yang memberikan edukasi tentang peran ayah yang sesungguhnya? Tak ada yang menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai. Yang ada justru para wanitalah yang berbondong-bondong keluar rumah bekerja dan menimbulkan masalah baru dalam keluarga. Tidak ada ada pula sistem yang menjamin tersedianya jaminan pendidikan dan kesehatan yang memadai. Yang dengannya bisa mengurangi beban ayah memenuhi kebutuhan keluarganya.

Jadi masalah ini bukan semata-mata masalah individu saja. Bukan sekedar masalah keimanan dan ketawakalan semata. Tetapi ada satu sistem yang harus dipastikan demi terwujudnya peran ayah sebagai pemimpin dalam rumah tangga.

Islam mengembalikan fitrah ayah

Hilangnya fitrah ayah sebagai qowwam tak bisa dilepaskan dari sistem yang melingkupi hidupnya. Setidaknya ada perkawinan erat antara sistem pergaulan, sistem ekonomi dan sistem sanksi yang harus diurai. Meski tak memungkiri kebijakan dalam negeri juga sangat mempengaruhi.

Sistem pergaulan dalam kehidupan rumah tangga awal yang harus dipahami. Peran dan fungsi ayah, Hak dan kewajibannya. bagaimana memperlakukan istri dan anak secara semestinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya. Dan aku adalah orang yang paling baik kepada keluarganya di antara kalian.” (HR Ibnu Majah)

Ketika ayah memahami perannya, maka dia akan berusaha melaksanakannya. Menjadi penanggung jawab keluarga, mencukupi ekonominya dan menjadi penjaga keluarganya.

Maka berikutnya sistem ekonomi juga sangat berperan menopang fungsi ayah sebagai qowam. Sistem ekonomi yang tak hanya memihak para kapital. Sistem ekonomi yang menjamin tersedianya kebutuhan pokok sekaligus kebutuhan asasi rakyatnya. Pendidikan dan kesehatan. Sistem ekonomi yang memposisikan negara adalah ro’in bukan penjual dan pembeli. Sehingga negara akan berpikir bagaimana setiap rakyatnya terpenuhi kebutuhannya. Menyediakan lapangan pekerjaan bagi para ayah, dan melakukan aktivitas ekonomi riil dalam masyarakat. Bukan aktivitas ekonomi di atas kertas berbasis saham atau standart-standart tertentu tanpa realita. Dan itu hanya ada dalam sistem ekonomi Islam.

Sistem ekonomi yang hanya membolehkan individu menguasai harta tertentu. Jika harta itu milik umum maka tidak boleh dikuasai individu dan dikembalikan pemanfaatannya pada seluruh umat. Dalam sistem ekonomi Islam melarang individu memiliki harta dengan cara yan dilarang syara’. Memastikan lapangan pekerjaan memang tersedia untuk para lelaki. Bukan mendorong para wanita keluar rumah bekerja sebagai buruh pabrik tanpa gaji memadai.

Dalam satu hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah, dikisahkan ada seorang pengemis datang ke rumah Baginda. Beliau menanyakan apa yang dia punya di rumah. Rasul mendorong para sahabat untuk membeli barang pengemis tadi yang hanya berupa kain. Dibeli dua dirham. Rasululullah memerintahkan dengan dua dirham tadi membeli makanan dan kapak untuk mencari kayu sebagai mata pencahariannya. Dan setelah 15 hari, si pengemis telah kembali dengan penghasilan 10 dirham setelah bekerja mencari kayu dan menjualnya.

Rasulullah sebagai kepala negara memberikan solusi lapangan pekerjaan yang bisa dilakukan pengemis tersebut. Menjamin kebutuhannya tak selalu bergantung dari hasil mengemis. Tapi dengan memberikan alternatif pekerjaan dan berhasil mengentaskan dari sifat meminta-minta dan bergantung kepada orang lain.

Sistem sanksi yang tepat juga diperlukan ketika negara sudah menerapkan berbagai kebijakan tetapi masih ada yang melanggar. Maka dengan sanksi tegas diharapkan menimbulkan efek jera dan tak ada peluang untuk mengulanginya.

Inilah sistem Islam. Satu-satunya sistem yang mampu mengembalikan peran ayah di tengah keluarga. Menjadikan ayah seorang qowwam sejati yang menjadi kebanggaan keluarga. Menjadi teladan anak-anaknya sepanjang masa. Jika diterapkan dalam seluruh kehidupan nyata.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image