Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ilham M

Kompilasi pada Hukum Islam di Indonesia

Eduaksi | Thursday, 09 Dec 2021, 22:01 WIB

Seiring perkembangan zaman negara Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, karena itu sangat relevan apabila hukum Islam dijadikan sumber rujukan dalam pembentukan hukum-hukum nasional. Maka peran ulama dan ilmuwan yang concern terhadap Islam sangat diperlukan. Merujuk pada sumber yang banyaknya tak terkira, dalam perancangan hukum dibutuhkan kompilasi dalam pengesahan yang akan menjadi landasan-landasannya.

Tahukah kamu apa yang dimaksud dengan Kompilasi yang dibahas di paragraf atas? Secara etimologi kompilasi berasal dari bahasa Inggris ‘compilation’ yang berarti karangan tersusun dari kutipan buku-buku lain. Kompilasi dalam pengertian hukum, bukanlah selalu merupakan suatu produk hukum sebagaimana dengan adanya kodifikasi. Dalam pengertian hukum maka kompilasi adalah sebuah buku hukum atau buku kumpulan yang memuat uraian atau bahan-bahan hukum tertentu, pendapat hukum atau juga aturan norma.

Menurut Wahyu Widiana, yang dimaksud dengan KHI adalah sekumpulan materi hukum Islam yang ditulis pasal demi pasal yang berjumlah 229 pasal, terdiri dari 3 kelompok materi hukum yaitu hukum perkawinan (170 pasal), hukum kewarisan termasuk hibah dan wasiat (44 pasal), dan hukum perwakafan (14 pasal), ditambah satu pasal ketentuan penutup yang berlaku untuk ketiga kelompok hukum tersebut. KHI ini disusun dengan jalan yang sangat panjang dan melelahkan karena pengaruh perubahan sosial yang terjadi di negeri ini dari masa ke masa.

Latar belakang penyusunan KHI di Indonesia berangkat dari terasa dibutuhkannya kejelasan hukum Islam, adanya unifikasi hukum positif Islam di Indonesia. Sehingga pada akhir dekade 1980-an terdapat peristiwa penting berkenaan dengan perkembangan hukum Islam dan Peradilan Islam di Indonesia. KHI disusun atas prakarsa penguasa negara, dalam hal ini Mahkamah Agung dan Menteri Agama (melalui Surat Keputusan Bersama) dan mendapat pengakuan ulama dari berbagai unsur. Secara resmi KHI merupakan hasil konsensus (‘ijma) ulama dari berbagai golongan melalui media lokakarya yang dilakukan secara nasional, tepatnya pada tanggal 25 Februari 1988.

KHI disusun dan dirumuskan untuk mengisi kekosongan hukum substansial (mencakup hukum perkawinan, kewarisan dan perwakafan), yang diberlakukan pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Dengan diberlakukannya KHI, kekosongan hukum telah terisi; dan kerisauan pada petinggi hukum teratasi. Tentu saja “keseragaman” keputusan pengadilan yang didasarkan pada KHI merupakan salah satu ujian terhadap efektivitas penerapan hukum tersebut. Penyusunan KHI dapat dipandang sebagai suatu proses transformasi hukum Islam dalam bentuk tidak tertulis dalam peraturan perundang-undangan dalam penyusunannya dapat dirinci pada dua tahapan. Pertama, tahapan pengumpulan bahan buku.Kedua, tahapan perumusan yang didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sumber hukum Islam (Al-Qur’an dan Sunnah Rasul), khususnya ayat dan teks yang berhubungan dengan substansi KHI.

Di samping itu juga para perumus KHI memperhatikan perkembangan yang berlaku secara global serta memperhatikan tatanan hukum Barat tertulis (terutama hukum Eropa Kontinental) dan tatanan hukum Adat, yang memiliki titik temu dengan tatanan hukum Islam.Berkenaan dengan hal itu, dalam beberapa hal, maka menjadi adaptasi dan modifikasi tatanan hukum lainnya itu ke dalam KHI. Dengan demikian, KHI merupakan suatu perwujudan hukum Islam yang khas di Indonesia, atau dengan perkataan lain, KHI merupakan wujud hukum Islam yang bercorak keIndonesiaan. Hal yang melatarbelakangi penyusunan KHI sebenarnya berangkat dari dua pertimbangan, yaitu: pertama, bahwa sesuai dengan fungsi peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan di Indonesia, khususnya di lingkungan Peradilan Agama. Kedua, bahwa guna mencapai maksud tersebut, demi meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas, sinkronisasi dan tertib administrasi dalam proyek perkembangan hukum Islam melalui yurisprudensi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image