Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhamad Syaiful Rifki

Bagaimana Jika Dana Cukai dan Pajak Rokok Dialokasikan Untuk Sektor Pendidikan?

Edukasi | Tuesday, 25 Oct 2022, 20:42 WIB
Petani tembakau di lereng Gunung Sindoro Kabupaten Temanggung (sumber/Komunitas Kretek Indonesia).

Selalu terdapat dua sisi berlawanan tentang sesuatu, salah satunya hasil cukai olahan tembakau. Di satu sisi, olahan tembakau terutama rokok menjadi biang dari berbagai penyakit yang diderita masyarakat, namun di sisi lain hasil cukai dan pajaknya menjadi salah satu sumber devisa utama bagi negara. Lebih menariknya lagi, salah satu sektor yang mendapat alokasi dana cukai dan pajak olahan tembakau adalah kesehatan yang notabenenya sering mengkampanyekan gerakan anti tembakau. Contohnya adalah ketika BPJS Kesehatan mengalami defisit keuangan, pemerintah menutupinya menggunakan cukai dan pajak rokok.

Berdasarkan UU Nomor 39 tahun 2007 tentang Retribusi dan Pajak Daerah, 50% hasil cukai dan pajak tembakau dialokasikan pada sektor kesehatan dan hukum. Oleh karena itu, dapat dikatakan secara langsung tembakau ikut berkontribusi terhadap pembangunan sektor kesehatan dan hukum di Indonesia. Data Kementerian Keuangan tahun 2021 menyebutkan kinerja cukai olahan tembakau mencapai Rp. 188,81 triliun. Angka tersebut melampaui target yang ditetapkan sebesar Rp. 173,48 triliun atau 108,65%. Cukai tersebut dikenakan pada produk olahan tembakau seperti cerutu, rokok daun, dan tembakau. Melihat potensinya yang besar, tercetus sebuah pemikiran dalam benak penulis untuk mengalokasikan hasil cukai tersebut ke sektor pendidikan.

Pasal 31 ayat 4 UUD 1945 mengamanatkan kepada pemerintah pusat dan daerah untuk mengalokasikan dana APBN dan APBD minimal 20% untuk sektor pendidikan. Jumlah tersebut digunakan untuk membangun infratruktur, meningkatkan kesejahteraan guru, serta menunjang berbagai kegiatan peserta didik. Klaim alokasi dana sebesar 20% telah dilakukan oleh berbagai pihak, padahal kenyataanya tidak demikian. Logikanya, jika alokasi dana pendidikan telah mencapai 20% maka tidak aka nada gaji guru yang mengalami keterlambatan, infrasturktur sekolah yang rusak, dan peserta didik yang putus sekolah karena kekurangan biaya, mengingat jumlahnya yang besar. Ditilik dari sumber pembiayaannya, sektor pendidikan mendapat suntikan dana dari APBN, APBD, dan sumber pembiayaan lainnya yang sah. Oleh karena itu, dana hasil cukai olahan tembakau dapat dijadikan sebagai alternatif pembiayaan sah bagi pemerintah untuk alokasi sektor pendidikan.

Hasil cukai olahan tembakau dialokasikan menggunakan mekanisme bagi hasil antara pemerintah pusat dan daerah. Selanjutnya pemerintah daerah berkewajiban untuk mengalokasikannya lagi sebesar 15% untuk sektor pendidikan. Daerah yang mendapat prioritas bagi hasil adalah daerah dengan kategori 3T atau Terdepan, Terluar, dan Tertinggal. Alasan daerah 3T menjadi prioritas adalah infrastuktur pendidikan yang belum memadai, tidak meratanya penyebaran guru, serta masih minimnya jumlah sarana belajar. Mekanisme alokasi tersebut dipayungi hukum dalam bentuk peraturan menteri keuangan dan pendidikan. Meskipun terkesan tidak etis, alokasi dana hasil cukai rokok untuk sektor pendidikan dapat menjadi solusi untuk membangun pendidikan masa depan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image