Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Riva Sahri Ramdani, SE., S.Pd.

MENELADANI NABI SEBAGAI GURU

Eduaksi | Wednesday, 12 Oct 2022, 18:16 WIB

Bulan Rabiul Awwal merupakan bulan yang bersejarah bagi umat Islam. Sosok nabi akhir zaman lahir pada bulan ini, tepatnya di hari ke-12 pada tahun yang dikenal dengan sebutan tahun gajah. Namanya adalah Muhammad, putra Abdullah dan Aminah, cucu dari seorang tokoh Quraisy, Abdul Muthalib. Muhammad ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan kedewasaan yang berbeda. Kedewasaannya dalam berpikir, berucap, dan berperilaku melebihi orang lain pada umumnya. Tak lain dan tak bukan, karena ia adalah manusia pilihan Allah yang akan diberi tugas menjadi “guru” guna menyampaikan kalam suci-Nya (Qs. Al-Jumu’ah: 2-3).

Diklatnya seorang rasul adalah dibimbing dan diawasi langsung oleh Allah, Sang Pemilik Ilmu. Pendidikan dan pelatihannya pun sudah berlangsung sejak ia dilahirkan ke bumi. Project and problem based learning serta metode pembelajaran lainnya sudah dikuasai oleh para utusanNya ini. Sehingga, tidak diragukan lagi bahwa rasulullah, Muhammad, adalah guru terbaik sepanjang masa yang harus kita teladani dalam praktik kita mengajarkan ilmu dan mendidik para generasi. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam al-Quran Surat Ali Imran: 159.

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

Kelemahlembutan hati rasulullah merupakan anugerah dari Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang. Kasih sayang Allah mewujud pada tabiat dan budi pekerti kekasih-Nya ini (dalam kapasitas manusia). Tidak kotor dalam ucapan dan tidak kasar dalam perbuatan menjadi penyebab ketertarikan orang lain mendengarkan dakwahnya sehingga mereka semangat mengikuti ajarannya. Inilah yang kita sebut dengan istilah apersepsi pada tahapan pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi pribadi dan sosial yang baik agar murid tertarik dan siap menerima materi yang akan diajarkan.

Keadaan umat yang kompleks, suku dan kasta yang bearagam, karakternya, kebiasaannya, begitupun juga kepercayaannya, menyebabkan respon terhadap diri rasulullah dan ajarannya pun beragam pula. Namun dengan budi pekertinya yang luhur, Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersikap sabar, lapang dada, dan memaklumi respon mereka yang disebabkan oleh kebelumtahuannya. Apakah beliau berhenti mengajar (berdakwah)? Jawabannya adalah tentu tidak. Justru beliau tidak putus asa, bahkan semakin giat dan semangat karena yakin bahwa mereka akan berubah menjadi lebih baik berkat pertolongan Allah melalui usaha dan doanya yang tak pernah surut (Qs. Al-Qashash: 56).

Hal ini menjadi pemicu bagi kita selaku mujahid pendidikan untuk senantiasa menjaga hati kita agar selalu jernih tidak dipenuhi kotoran berupa niat buruk dan tidak ikhlash. Hati yang lapang akan siap menerima respon murid yang beragam. Hati yang suci akan memancarkan pikiran yang baik, ucapan yang sopan, dan perilaku yang santun saat berhadapan dengan murid kita yang belum tahu, ingin tahu, serba tahu, dan kadang sok tahu. Untaian doa terbaik yang kita munajatkan pada Tuhan Pengatur Hati menjadi bukti kelapangan dan kesucian hati. Bahkan, kita berani menyingkirkan sifat egois kita dengan memanjatkan doa yang tulus untuk para murid di sela-sela doa untuk diri dan keluarga, agama dan negara.

Selanjutnya, komunikasi internal dan eksternal dilakukan dengan baik oleh rasulullah ketika menghadapi suatu masalah. Meminta pendapat kepada keluarga dan para sahabat, kemudian bermusyawarah dalam setiap penentuan keputusan, sering dilakukan rasulullah demi mencegah atau meminimalisir kesalahan yang bisa memicu konflik berkepanjangan. Begitupun juga dengan kita yang dituntut untuk melakukan refleksi di setiap akhir kegiatan pembelajaran, menampung feedback dari para murid dan siap melakukan perbaikan. Mungkin itu adalah bentuk musyawarah kita dengan mereka. Maka dengan keterbukaan inilah ilmu yang kita ajarkan akan mudah merasuk pada jiwa para murid dan akan bernilai keberkahan.

Begitu besar kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Salah satu anugerah terbesarnya adalah pengutusan nabi yang berfungsi sebagai guru, pengajar dan pendidik umatnya, agar senantiasa hidup mengarah kepada ridha Pemilik dan Penciptanya. Oleh karena itu, di sela-sela materi yang kita ajarkan di kelas hendaknya kita kaitkan dengan materi sirah nabawiyah (sejarah nabi) walaupun hanya sekilas. Kalaulah bulan Oktober itu kita sebut sebagai bulan bahasa, maka kita gelorakan pula bahwa Rabiul Awwal yang saat ini bertepatan dengan bulan Oktober, sebagai bulan maulid nabi. Kita kenalkan sejarah nabi, kita inspirasikan semangat perjuangannya, dan kita agungkan keluhuran budi pekertinya sebagai sarana penanaman keimanan, kecintaan, dan ketaatan kepadanya, sehingga generasi masa kini tertarik untuk meneruskan ajaran nabi yang dicintainya.

Pada malam hari kita mempersiapkan materi lengkap dengan rancangan model pembelajarannya. Lalu tibalah pagi, kita pun semangat berangkat ke sekolah dengan wajah ceria dan senyum ikhlash bermaksud menyambut dan menyapa para murid yang tiba di sekolah. Tidak lupa kita berdoa memohon keberkahan hari kepada Ilahi. Bel masuk kelas berbunyi, kita pun mengajar dengan penuh semangat dan gembira, mejadi fasilitator bagi murid untuk menggali bakat dan potensinya. Bel akhir pembelajaran pun berbunyi, tibalah saatnya untuk pulang. Di perjalanan pulang, tak jarang hati dan pikiran kita sibuk mengevaluasi diri, apakah para murid paham atau tidak tentang materi yang diajarkan, seraya lisan pun refleks bergumam memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa.

Begitulah gambaran azzam (kebulatan tekad) dan ketawakalan kita selaku mujahid pendidikan. Kesungguhan dalam berjuang dan kekhusyukan kita dalam berdoa merupakan rangkaian proses pelaksanaan tugas mulia ini. Keyakinan yang kuat bahwa ikhtiar yang baik akan membuahkan hasil yang baik pula, meskipun tetap berpegang bahwa kita punya rencana, Allah pun punya rencana, dan rencana Allah-lah yang akan terjadi. Itulah yang disebut sebagai hasil yang terbaik bagi kita.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image