
MEMAHAMI KEBIJAKAN FISKAL DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM
Ekonomi Syariah | Tuesday, 11 Oct 2022, 22:29 WIBKebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak)
pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan menstabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang
beredar.
Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Dari sisi pajak
jelas jika menubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak
diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan
dapat meningkatkan jumlah output. Sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya
beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah merupakan kebijakan didalam
bidang perpajakan (penerimaan) dan pengeluarannya, Kedua kebijakan ini merupakan
wahana utama bagi peran aktif pemerintah dibidang ekonomi. Pada dasarnya sebagian
besar upaya stabilisasi makro ekonomi berfokus pada pengendalian atau pemotongan
anggaran belanja pemerintah dalam rangka mencapai keseimbangan neraca anggaran.
Oleh karena itu, setiap upaya mobilisasi sumber daya untuk membiayai
pembangunan publik yang penting hendaknya tidak hanya difokuskan pada sisi
pengeluaran saja, tetapi juga pada sisi penerimaan pemerintah. Pinjaman dalam dan luar
negeri dapat digunakan untuk menutupi kesenjangan tabungan.
Dalam jangka panjang, salah satu potensi pendapatan yang tersedia bagi
pemerintahan untuk membiayai segala usaha pembangunan adalah penggalakan pajak.
Selain itu, sebagai akibat ketiadaan pasar-pasar uang domestik yang terorganisir dan
terkontrol dengan baik, sebagian besar pemerintahan Negara-Negara Dunia Ketiga
memang harus mengandalkan langkah-langkah fiskal dalam rangka mengupayakan
stabilisasi perekonomian nasional dan memobilisasikan sumber-sumber daya
(keuangan) domestik.
Dari berbagai sistem ekonomi yang ada, dengan segala kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki, sistem ekonomi Islam dianggap sebagai smart solution dari
berbagai sistem ekonomi yang ada karena secara etimologi maupun secara empiris,
terbukti sistem ekonomi Islam menjadi sistem ekonomi yang mampu memberikan
kemakmuran dan kesejahteraan yang nyata dalam penerapannya pada saat zaman
Rasullah Muhammad SAW dan pada masa Khalifah Islamiyah karena sistem ekonomi
Islam adalah sistem ekonomi yang berdasarkan pada nilai keadilan dan kejujuran yang
merupakan refleksi dari hubungan vertikal antara manusia dengan Allah SWT.
Kebijakan fiskal Islam dibahas terutama dalam kerangka keadilan distributif
Islam. Yang pastinya, keadilan distributif bukan satu-satunya tujuan bahwa dengan
kebijakan fiskal mampu mencapai keadilan tersebut. Dan kebijakan fiskal bukan satusatunya cara memastikan keadilan distributif dalam masyarakat Islam.
Pembahasan tentang kebijakan fiskal biasanya dimasukkan dalam kategori ilmu
ekonomi makro. Munculnya pemikiran tentang kebijakan fiskal dilatar belakangi oleh
adanya kesadaran terhadap pengaruh pengeluaran dan penerimaan pemeriuntah.
Pengeluaran dan penerimaan pemerintah berpengaruh terhadap pendapatan nasional.
Untuk itu, dibutuhkan suatu kebijakan yang disebut sebagai kebijakan fiskal
untuk menyesuaikan pengeluaran dengan penerimaan negara. Penyesuaian antara
pengeluaran dan penerimaan mengakibatkan ekonomi stabil yang terlihat dari laju
pertumbuhan ekonomi yang layak tanpa adanya pengangguran dan kestabilan hargaharga umum.
Dalam teori ekonomi klasik, kebijakan fiskal biasanya didasarkan pada
kemampuan pemerintah dalam menarik pajak dan memicu tarif pada subsidi asing.
Kebijakan fiskal dikenal dengan kebijakan keuangan publik, yaitu suatu kebijakan yang
berkenaan dengan pemeliharaan, pembayaran dari sumber-sumber yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan publik dan pemerintahan. Sehingga kebijakan fiskal
dipandang sebagai instrument manajemen permintaan yang berusaha mempengaruhi
tingkat aktivitas ekonomi melalui pengendalian pengeluaran dan pengaturan pajak.
Kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam akan dapat digunakan untuk mencapai
tujuan yang sama sebagaimana dalam ekonomi non-Islam. Dimana tujuan ekonomi
adalah untuk menciptakan stabilitas ekonomi, tingkat pertumbuhan, ekonomi yang
tinggi dan pemerataan pendapatan, ditambah dengan tujuan lain yang terkandung dalam
aturan (doktrin Islam) atau dengan kata lain tujuan tersebut harus dicapai dengan
melaksanakan hukum Islam.
Itu artinya kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi untuk mengarahkan
kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan mengubah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah. Dengan mengatur pendapatan dan belanja pemerintahan.
Konsep Fiskal dalam Ekonomi Islam.
Konsep kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam tidak terlepas dari tujuan dan
fungsi dalam sistem keuangan fiskal. Dalam ekonomi Islam tujuan dan fungsi sistem
keuangan fiskal adalah meliputi;
a. Mencapai kelayakan/kesejahteraan yang menyeluruh dengan terwujudnya
tingkat kesempatan kerja (full-employment).
b. Menekan laju inflasi
Dalam ekonomi pasar bebas, permintaan akan barang yang meningkat karena
tingginya hasrat konsumsi masyarakat sehingga menimbulkan harga-harga yang relatif
tinggi dan menaikkan tingkat inflasi, merupakan akibat dari ketidakseimbangan pasar
tenaga kerja dan , pasar barang. Karena bagiamanapun juga Islam melarang pemborosan
dan berlebih-lebihan dalam konsumsi, serta segala bentuk penimbunan untuk mencari keuntungan dan juga transaksi yang bersifat penindasan salah satu pihak c. Mempercepat pertumbuhan ekonomi. Dalam ekonomi Islam percepatan pertumbuhan ekonomi dapat dijadikan tujuan dasar dari kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal harus menjadi tujuan pencapaian mobilitas maksimum dari fungsi tabungan. Instrumen-Instrumen Fiskal Islam dalam Sistem Ekonomi Islam Setiap tahun pemerintah membuat suatu Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk kemudian disahkan menjadi Undang-Undang APBN. RAPBN itu berisikan berbagai rencana kebijakan yang intinya adalah kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal itu sendiri adalah suatu kebijakan yang meliputi kegiatan penerimaan dan pengeluaran Negara yang digunakan oleh pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Instrument kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang tertuang dalam APBN sebagai suatu rencana operasi keuangan pemerintah yang melingkupi: Peningkatan penerimaan karena perubahan tarif pajak akan berpengaruh pada ekonomi Pengeluaran pemerintah akan berpengaruh pada stimulasi pada perekonomian melalui dampaknya terhadap sisi pengeluaran Agregat. Politik anggaran (surplus, berimbang, atau deficit) sebagai respon atau suatu kondisi Strategi pembiayaan dan pengelolaan hutang. Dalam sistem ekonomi Islam, dominasi kebijakan fiskal pemerintah di sektor riil ekonomi begitu jelas terlihat. Hal ini juga tergambar bagaimana instrument fiskal Islam begitu mendominasi pembahasan ekonomi para pakar ekonomi klasik. Apalagi pilar utama dan pertama Al-Qur’an dengan perekonomian Islam menyebutkan mekanisme fiskal zakat menjadi syarat dalam perekonomian riil. Ada beberapa instrumen fiskal yang menjadi alat bagi Negara untuk menjalankan perekonomian menuju kesejahteraan spiritual dan material, baik yang disyaratkan secara syariah maupun yang dilakukan sesuai wewenang Negara, seperti zakat, kharaj, jizyah, dan ushur yang bersifat wajib (Obligatory) dan Infaq, Shadaqah, Hibah, Wakaf yang bersifat sukarela (Volutary) sedangkan Ghonimah merupakan sebuah hasil yang bergantung pada kemenangan dari sebuah peperangan yang dilakukan oleh Negara. Berikut penjelasannya: a. Kebijakan penerimaan Negara 1) Kebijakan penerimaan dari warga muslim Zakat, yaitu salah satu dari dasar ketetapan Islam yang menjadi sumber utama pendapatan di dalam suatu pemerintahan Islam pada periode klasik. Ushr, yaitu bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang dimana pembayarannya hanya sekali dalam satu tahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Yang menarik dari kebijakan Rasulullah adalah dengan menghapuskan semua bea impor dengan tujuan agar perdagangan lancar dan arus ekonomi dalam perdangan cepat mengalir sehingga perekonomian di negara yang beliau
pimpin menjadi lancar. Beliau mengatakan bahwa barang-barang milik utusan
dibebaskan dari bea impor di wilayah muslim, bila sebelumya telah terjadi tukar
menukar barang.
Wakaf adalah harta benda yang didedikasikan kepada umat Islam yang
disebabkan karena Allah SWT dan pendapatannya akan didepositokan di baitul maal.
Amwal Fadhla berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa
ahli waris, atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan
negerinya.
Nawaib yaitu pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan kepada kaum
muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat
dan ini pernah terjadi pada masa perang tabuk.
Khumus adalah harta karun/temuan. Khumus sudah berlaku pada periode
sebelum Islam.
Kafarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim pada acara
keagamaan seperti berburu di musim haji. Kafarat juga biasa terjadi pada orang-orang
muslim yang tidak sanggup melaksanakan kewajiban seperti seorang yang sedang hamil
dan tidak memungkin jika melaksanakan puasa maka dikenai kafarat sebagai
penggantinya.
2) Kebijakan pemasukan dari kaum non muslim, yaitu:
Jizyah (tribute capitis/ pajak kekayaan) adalah pajak yang dibayarkan oleh
orang non muslim khususnya ahli kitab sebagai jaminan perlindungan jiwa, properti,
ibadah, bebas dari nilai-nilai dan tidak wajib militer.
Kharaj (tribute soil/pajak, upeti atas tanah) adalah pajak tanah yang dipungut
dari kaum nonmuslim ketika khaibar ditaklukkan. Tanahnya diambil alih oleh orang
muslim dan pemilik lamanya menawarkan untuk mengolah tanah tersebut sebagai
pengganti sewa tanah dan bersedia memberikan sebagian hasil produksi kepada negara.
Prosedur yang sama juga diterapkan di daerah lain. Kharaj ini menjadi sumber
pendapatan yang penting.
Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya
sekali dalam setahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200
dirham.
b. Kebijakan pengeluaran Negara
Keuangan public diarahkan untuk mewujudkan tujuan Negara muslim. Inilah
tugas pemerintah dalam Negara muslim untuk menggunakan keuangan tersebut dalam
meningkatkan taraf hidup masyarakat dan meningkatkan ketakwaan masyarakat. Jadi
sebahagian besar anggaran pemerintah akan digunakan pada aktivitas-aktivitas yang
dimaksudkan untuk meningkatkan Islam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
muslim.
Sehubungan dengan tujuan Negara ini, Ibnu Taimiyah sangat serius, bahwa ia
benar-benar menghargai kegiatan ekonomi dan agama dalam kerangka tanggungjawab
yang tidak terpisahkan. Hal ini bukan keistimewaan dari pandangan nya, namun
memang merupakan karakteristik ajaran Islam.
Oleh karena itu Ibnu Taimiyah menyarankan atau Negara atau pemerintah Islam
harus dapat merealisasikan program: menghilangkan kemiskinan, regulasi pasar,
kebijakan moneter, dan perencanaan ekonomi. Aktivitas ini dilakukan, sehingga siklus
ekonomi dapat berjalan dengan baik, dan kesejahteraan masyarakat tercapai. Karena
kemiskinan akan dapat menjurus dan dapat menyebabkan kekafiran.
Kebijakan Pengeluaran pendapatan negara didistribusikan langsung kepada
orang-orang yang berhak menerimanya. Yaitu zakat didistibusikan kepada di antara
golongan yang berhak menerima pendapatan (distribusi pendapatan) adalah berdasarkan
atas kreteria langsung dari Allah S.W.T yang tergambar di dalam al-Qur’an QS. AtTaubah Ayat 90. Distribusi Ghanimah diarahkan pada penjelasan dalam surat 8:41,
sedangkan penerimaan dari sumber Fa’I didistribusikan untuk kepentingan berupa;
memelihara kehidupan sosial masyarakat, menghadapi serangan kekerasan baik dari
dalam maupun luar negeri, dan mengembangkan kualitas kehidupan sosial.
c. Hutang
Hutang Negara berasal dari hutang dalam negeri maupun luar negeri.
Kenyataannya bahwa didalam Islam semua pinjaman harus dilakukan dengan
pendekatan bebas bunga. Pinjaman dapat diperoleh dengan cara langsung dari public
atau secara tidak langsung dalam bentuk pinjaman yang diperoleh dari Bank sentral.
Merupakan suatu bentuk pinjaman yang dilakukan karena menggambarkan buruknya
situasi harga pada umumnya. Dengan demikian, pinjaman ini dilakukan untuk
menstabilkan harga.
Pinjaman dari Negara lain yang menggunakan sistem bebas bunga ada
umumnya sulit untuk didapatkan. Oleh karenanya, suatu Negara tertentu mungkin akan
mendapatkan pinjaman dari Negara lain yang sepaham. Akan tetapi, didalam Islam hal
tersebut merupakan tugas bagi Negara-negara kaya untuk membantu kepada Negaranegara muslim yang miskin.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.