Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Bima Adjie Prasetyo

Kajian dan Implementasi Akad Mudharabah dalam Hukum Ekonomi Syariah

Bisnis | Monday, 06 Dec 2021, 06:12 WIB
https://pixabay.com/id/illustrations/bisnis-orang-bisnis-kesuksesan-1989126/

Dalam fiqh muamalah, mudharabah adalah jenis kemitraan atau kerjasama (syirkah) antara pemilik modal dan seseorang yang ahli dalam bisnis. Mudharabah atau qiradh ini didefinisikan oleh ulama fiqh sebagai pemilik yang menanamkan modalnya pada kepada pengusaha, dengan hasil keuntungan tersebut merupakan milik bersama dan didistribusikan menurut kesepakatan bersama.

Mudharabah adalah pengaturan bagi hasil. Jika terjadi kerugian modal, maka shahibul mal bertanggung jawab penuh, sedangkan pengusaha (mudharib) bertanggung jawab atas hilangnya peluang keuntungan. Dalam Islam, akad mudharabah diperbolehkan karena dimaksudkan untuk membantu pemilik modal dan seseorang yang memiliki pengetahuan tentang pengelolaan uang. Banyak pemilik modal yang tidak berpengalaman dalam mengelola dan menghasilkan aset mereka, sementara banyak para ahli bisnis yang tidak bisa membuka usaha karena kekurangan dana.

Akad mudharabah dibagi menjadi dua jenis oleh ulama Hanafiyah, yaitu mudharabah shahihah (mudharabah yang sah) dan mudharabah fasidah (mudharabah yang rusak). Pekerja hanya berhak atas upah sesuai dengan standar/harga pasar yang berlaku di daerah jika mudharabah dilakukan oleh fasid, menurut ulama Hanafi, Syafi'iyah, dan Hanabilah, sedangkan seluruh keuntungan menjadi milik pemilik modal. Menurut ulama Malikiyah, kedudukan seorang pekerja dalam mudharabah fasidah sama dengan dalam mudharabah shahihah, yaitu ia tetap menerima sebagian dari penghasilannya. Apa yang penting untuk diperhatikan di sini adalah proses dan elemen yang berkontribusi pada ambiguitas.

Ulama fiqh membagi akad mudharabah menjadi dua jenis, diantaranya mudharabah muthlaqah (penyerahan modal secara mutlak, tanpa syarat atau batasan) dan mudharabah muqayyadah (penyerahan modal dengan syarat dan batasan tertentu). Pekerja diberikan kebebasan untuk mengelola modal dalam mudharabah muthlaqah selama itu menguntungkan. Pekerja dalam mudharabah muqayyadah, sebaliknya, mematuhi ketentuan yang ditetapkan oleh pemilik modal. Misalnya, pemodal yang memilih item, lokasi bisnis, dan pemasok.

Akad mudharabah akan berakhir jika masing-masing pihak menyatakan batal, lalu jika mudharib mengambil tindakan hukum atas modal yang diberikan, atau jika shahibulmaal menarik modalnya. Akad mudharabah juga akan batal jika salah satu pihak meninggal dunia, dan salah satu pihak kehilangan kemampuan untuk bertindak secara hukum, seperti menjadi gila, serta jika modal habis di tangan Shahibul mal.

Lembaga keuangan syariah, termasuk bank dan non-bank, harus menawarkan produk yang berbeda dengan yang ditawarkan bank konvensional umumnya, sehingga nasabah dapat memiliki beragam pilihan saat bertransaksi dengan mereka. Namun dari banyak hal tersebut harus diimbangi juga dengan prinsip syariah demi ketaatan pada cita-cita hukum Islam.

Contoh implementasi akad mudharabah ini adalah apabila ada seorang nasabah yang mengajukan pembiayaan ke bank atau lembaga keuangan syariah, dengan menggunakan akad mudharabah untuk dijadikan sebagai modal usaha. Bank tersebut akan memberikan kontribusi dana, dan disisi lain kegiatan usaha akan dijalankan oleh nasabah

Hasil keuntungan dari penggunaan dana tersebut nantinya akan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati, apabila terjadi kerugian maka akan ditanggung oleh shahibul mal, kecuali diakibatkan dari kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. oleh pekerja. Contoh lainnya diantara produk lembaga keuangan syari’ah yang dapat menggunakan akad musyarakah adalah pembiayaan modal kerja, investasi khusus dan lain sebagainya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image