Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kiki Firmansyah

Menuju Masyarakat Taat Hukum

Agama | Monday, 26 Sep 2022, 15:57 WIB
Ilustrasi: Prespektif hukum dalam agama Islam. Sumber: republika.

Rifa’ah bin Zaid gundah, betapa tidak beberapa karung gandum yang baru kemarin dibelinya raib dari gudang. Lebih menyakitkan lagi baju besi, pedang, dan beberapa alat perang lainnya yang disimpan jadi satu, ikut “disikat” juga. Benar-benar maling leterlaluan. Dalam suasana sedih itu, Rifa’ah mencoba menemui Qatadah, kemenakannya.

“Semalam gudang kita dibongkar orang, bahan makanan dan senjata digondol semua,” ucapnya dengan nada kesal. Qatadah kaget. Air mukanya memancarkan rasa turut berduka.

Sebelum pagi berganti siang, Qatadah mencoba mencari tahu ke beberapa tetangganya. Tidak ada informasi yang menggembirakan. Setelah ke sana ke mari ia bertanya, terbetik kabar bahwa keluarga Bani Ubairiq terdiri dari tiga keluarga besar, semuanya masih bersaudara: Bisyr, Mubasyir, dan Busyair. Nama yang terakhir ini, Busyair, dikenal sebagai seorang munafik dan hidupnya melarat.

Qatadah segera menemui Bani Ubairiq. Tetapi mereka membantah. Malah, Busyair berusaha meyakinkan Qatadah dengan memberitahu siapa pencurinya.

“Kami telah bertanya-tanya di kampung ini, demi Allah kami yakin bahwa pencurinya adalah Labib bin Sahl,” ucap Busyair pnuh semangat.

Qatadah menemui Labib. Setelah tahu duduk perkaranya, Labib marah dan mengambil pedangnya. Bersama Qatadah, ia menemui Bani Ubairiq.

“Demi Allah, pedang ini akan bicara tentang siapa yang mencuri”. Wajah Labib marah, karena ia memang dikenal sebagai seorang muslim yang jujur lagi punya kedudukan. Buat apa mencuri, hidupnya lebih dari cukup.

“Kami tidak menuduhmu. Sebenarnya pencurinya bukan engkau,” sahut Bani Ubairiq membela diri.

Qatadah bingung. Ia segera pulang menemui pamannya. Mereka berdua mencoba mencari tahu lagi.dari informasi tambahan, dugaan mereka semakin kuat bahwa Busyair lah malingnya. Rifa’ah lalu menyarankan agar kemenakannya segera menemui Rasulullah.

“Wahai Rasullullah, paman saya hanya ingin senjatanya dikembalikan, Adapun gandum biarlah,” ujar Qatadah setelah menceritakan semuanya.

Rupanya bani Ubairiq mendengar laporan itu juga. Mereka sepakat mnegutus Asir bin Urwah untuk menjadi pembela dan juru bicara di hadapan Rasulullah.

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Qatadah bin Nu’man dan pamannya telah menuduh salah seorang darin keluarga kami yang baik dan jujur sebagai pencuri, tanpa bukti apapun,”

Sejenak Rasulullah diam, kemudian menoleh kepada Qatadah. “kamu menuduh orang yang baik dan jujur sebagai pencuri, tanpa bukti yang jelas?”

Qatadah terdiam. Hatinya amat sedih. Tetapi ia tidak tahu lgi harus berkata apa. Dengan sedih ia memohon diri, dan Kembali meneumui pamannya. Semua kejadian itu diceritakannya.

“Hanya Allah tempat kita memohon pertolongan,” sahut pamannya singkat.

Tidak lama kemudian, Allah Swt menurunkan firman-Nya, berisi teguran kepada Rasulullah berkenaan dengan pembelaannya terhadap Banu Ubairiq. “Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia denga napa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penentang (orang-orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat, dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha penyayang. Dan, janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa,” (An-Nisa: 1054-107).

Bahkan enam ayat sesudahnya pun, termasuk dari ayat yang turun berkenaan dengan cerita diatas.

Setelah turun ayat ini, Rasulullah sendiri yang mengambil senjata yang dicuri Busyair, dan menyerahkannya kepada Rifa;ah. Adapun Busyair, ia kabur dan bergabung bersama orang-orang musyrik dan tinggal di rumah Salamah bin Sa’ad.

Kisah diatas menunjukan, betapa Islam ingin agar umatnya hidup dalam sebuah masyarakat yang Tangguh, ditopang oleh beberapa pilar utama berikut ini:

Pertama, kredibilatas hukum. Islam meletakan hukum dan ketetapan Allah di atas segalanya, bagi siapapun. Karenanya, Rasulullah sekalipun, dibimbing dan diluruskan oleh Allah. Bahkan, dalam kisah di atas, beliau diperintahkan Allah untuk beristigfar karena telah memojokkan Qatadah. Meski secara administratif tindakan Rasulullah itu beralasan, karena memang Qatadah tidak membawa bukti apa-apa.

Di sisi lain, peristiwa itu mengajarkan bahwa semua orientasi penegakan hukum dalam Islam adalah agar semua orang hanya menyembah kepada Allah saja. Dzat yang paling haq untuk disembah dan diterima hukum-Nya. Karenanya misi utama Rasulullah adalah bagaimana agar orang bisa menerima hidayah Islam, bisa keluar dari hidup yang gelap, dan masuk dalam cahaya Islam yang terang. “Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).” (QS An-Nahl:36)

Kedua, kredibilatas pemimpin. Dalam islam, seorang pemimpin haruslah orang yang memiliki kapasitas dan kredibilitas yang tinggi. Sebab, ia akan berhadapan dengan berbagai urusan yang rumit, yang kadang tidak semuanya trasnparan. lebih berat lagi, adalah ketika seorang pemimpin berbuat salah, ia dituntut untuk jujur dan berani mengakui kealahannya.

Kita butuh seorang pemimpin yang tidak hanya shalih dan cerdas, tetapi juga lapang dada. Adakah contoh tentang itu yang melebihi sosok Rasulullah? Seorang nabi, pemimpin umat, memanggul senjata, sendirian, dari rumah Busyair dan menyerahkannya kepada Rifa’ah, juga sendirian, sebagai tebusan atas kekhalifahannya? Jiwa yang lapang, hati penuh dengan kasih sayng, yang diniliki Rasululah juga bisa kita lihat pada persitiwa penaklukan kota Makkah. Beliau memafkan kaum musyrikin Makkah dan sama sekali tidak ingin mengusik kebebasan mereka. Padahal, sikap dan ulah mereka dulu sangat menyakitkan Rasulluah dan kaum muslimin. Benar-benar air tuba dibals air susu.

Ketiga, kredibilats sosial. Masyarakat yang tangguh tidak cukup hanya dengan seorang pemimpin yang baik dan hukum yang diakui. Tapi, ia perlu daya dukung lain, berupa anggota masyarakat yang baik, yang menegakan amar ma’ruf dan nahi munkar. Kita perlu pribadi-pribadi seperti Labib bin Shal, yang tegas dalam menolak fitnah, kita juga membutuhkan orang-orang seperti Qatadah yang tidak membiarkan kemungkaran merajarela.

Bila ketiga unsur utama diatas berjalan dengan baik dalam sebuah mekanisme yang sehat, maka orang-orang yang bejat dan tidak layak untuk hidup dalam masyarakt tersebut akan pergi karena tidak betah. Setidaknya, mereka akan takut mendapat sanksi yang berat, sebagaimana Busyair,yang kabur dan bergabung dengan orang-orang musyrik.

Betapa tragisnya kita, jika hidup di suatu negeri yang pemimpinya culas, hukumnya tak berlaku, masyarakatnya bodoh lagi egois, dan para penjahatnya merjalela. Wallahu’alam bishawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image