Melihat Risiko Kerja Atlet Pengharum Nama Bangsa
Olahraga | 2022-09-20 14:16:24Gemuruh para penonton sepak bola mendadak berkurang. Sahut-sahutan suara antara pendukung kesebelasan Hongkong dan Indonesia berganti menjadi rasa ingin tahu, apa yang terjadi dengan sang penjaga gawang Timnas U-19 Cahya Supriadi, dalam pertandingan di Stadion Gelora Bung Tomo Surabaya pada Jumat (16/9).
Rupanya dia mengalami cedera. Kepalanya beradu dengan Rahmat Beri Santoso. Cahya terjatuh. Tim kesehatan langsung menandunya menuju ruang perawatan. Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong mengecek kondisi sang penjaga gawang secara berkala. Cedera ini sempat mengkhawatirkan banyak orang, karena menyebabkan Cahya ditandu, dan tak dapat tampil dalam sejumlah pertandingan.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa atlet menghadapi risiko kerja yang ‘membahayakan’ dirinya, seperti para pekerja pada umumnya. Mereka juga berpotensi mengalami kecelakaan kerja, seperti yang ringan adalah cedera persendian, yang sedang dan berat yaitu cedera tulang, bahkan sampai hilang kesadaran, seperti yang dialami pemain Prancis Jean Pierre Adams (1948-2021).
“Semua pekerjaan mengandung risiko. Yang perlu kita siapkan adalah bagaimana upaya kita mencegah risiko tersebut tidak membesar, bahkan dimitigasi supaya tidak terulang di waktu dan tempat lain, juga jangan sampai berdampak terhadap keluarga dan perusahaan,” ujar Kepala Badan Pengelola Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan/BP Jamsostek) Jakarta Cabang Cilincing Haryani Rotua Melasari, dalam keterangannya pada Selasa (20/9).
Jika pekerja, termasuk atlet, mengalami risiko (kecelakaan kerja), maka perusahaan tempatnya bekerja harus bertanggung jawab menanggung pengobatan sampai sembuh. Hal ini akan menjadi beban perusahaan. Keuangan (cash flow) perusahaan akan terganggu, bahkan, sangat mungkin akan mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian.
Namun negara punya cara lain untuk mengantisipasi hal tersebut, yaitu melalui kepesertaan Jamsostek, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Regulasi tersebut menjelaskan sejumlah program yang melindungi pekerja. Ada program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Ini merupakan perlindungan atas risiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Jika peserta mengalami kecelakaan kerja, maka biaya pengobatan akan sepenuhnya ditanggung Jamsostek sampai sembuh. Selain itu, selama menjalani perawatan medis, peserta mendapatkan santunan sementara tak mampu bekerja (STMB) sebanyak jumlah gaji yang dilaporkan. Jika sampai setahun peserta masih menjalani pengobatan, maka setelah itu peserta mendapatkan santunan yang sama sejumlah separuh dari gaji yang dilaporkan sampai perawatan medis selesai dan kembali bekerja.
Jika peserta yang mengalami kecelakaan kerja wafat, maka ahli waris mendapatkan santunan sebesar 48 kali gaji yang dilaporkan plus beasiswa pendidikan untuk anak sampai selesai menempuh pendidikan strata satu (masa kuliah maksimal 5 tahun).
Kemudian ada Jaminan Kematian (JKm). Jumlahnya mencapai Rp 42 juta. Lainnya ada jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kehilangan pekerjaan.
Haryani menjelaskan, program jaminan sosial ketenagakerjaan ini adalah kebutuhan setiap pekerja, termasuk atlet. Belum lama ini pihaknya mengakuisisi hampir sepuluh ribu atlet dalam tiga bulan terakhir. Mereka kini dilindungi program Jamsostek. “Angka ini akan terus bertambah karena ada banyak pertandingan kejuaraan dan masih ada atlet yang sudah mendaftarkan dirinya menjadi peserta program kita,” ungkap Ani.
Atlet tersebut berada di Jakarta, Bandung, Tangerang, Makasar, dan kota lainnya. “Ada atlet judo, atlet lari, atlet silat, dan atlet bola. Kami sampai disebut kampung atlet, karena banyak dari mereka terdaftar di sini,” tambah Haryani.
Jika pertandingan berlangsung, maka tim yang mengantisipasi dan menangani kecelakaan kerja akan bersiaga. Mereka terdiri dari ambulans, obat-obatan, serta tenaga medis, seperti perawat dan dokter. Kecelakaan pada saat pertandingan bukan hal yang jarang terjadi. Haryani menceritakan hampir pada setiap pertandingan pasti ada saja yang cedera dan membutuhkan pengobatan medis. Tak jarang ada atlet cedera yang harus menjalani operasi. “Semua itu tidak dipungut biaya karena sudah kami tangani,” ujar Haryani.
Sebelum pertandingan berlangsung, atlet dan tim BPJS Ketenagakerjaan akan mengikuti pertemuan tekhnis. Dalam kegiatan itu, personel BPJS Ketenagakerjaan akan memastikan berapa jumlah pemain dan siapa saja. Biasanya akan ditawarkan pelayanan ambulans beserta tim medis.
Kepesertaan para atlet dalam program Jamsostek adalah dorongan dari berbagai pihak. Ada keterlibatan pemerintah daerah, penyelenggara, dan asosiasi klub olahraga .
Haryani mengajak seluruh atlet Indonesia untuk mendaftarkan dirinya di BPJS Ketenagakerjaan, ataupun jika ada pertandingan yang akan dilakukan segera informasikan kepada pihaknya di alamat Jalan Plumpang Semper Nomor 6 – 7 Jakarta Utara ataupun melalui nomor telepon 021 43901718.
Atlet kita sudah banyak mengharumkan nama bangsa melalui berbagai pertandingan kelas dunia. Tapi jangan lupa, mereka adalah warga negara yang harus diperhatikan keberlangsungannya, termasuk keberlangsungan keluarganya yang merelakan para atlet 'berkorban' untuk negara.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.