Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rurin Elfi Farida, SH.I., M.Pd.I., M.Pd

JUJUR TAK LAGI MUJUR

Curhat | Wednesday, 01 Dec 2021, 11:27 WIB

Semakin ke sini, semakin sulit mencari orang jujur. Pepatah yang mengatakan orang jujur akan mujur seolah menguap dan semakin menjauh dari pusaran kehidupan masyarakat. Bahkan di wilayah madura ada guyonan sarkasme yang mengatakan "Reng jhujhur mate ngonjhur" artinya kurang lebih bahwa orang jujur matinya selonjor. Menyiratkan bahwa kejujuran hanya akan menyisakan nelangsa dan kesedihan.

Kisah-kisah kejujuran tak lagi bernyawa, karena pada faktanya mereka akan lebih selamat ketika tak lagi jujur. Sungguh menyedihkan melihat realita bahwa kejujuran hanyalah jualan formalitas di atas naskah. Kejujuran hanyalah tinggal norma tekstual yang diajarkan di bangku sekolah tanpa realisasi kontekstual. Orangtua kadang bahkan tanpa sengaja mengajak anak-anaknya untuk berbuat tidak jujur demi prestise. Bahkan yang lebih memprihatinkan, kecurangan massal dilakukan oleh lembaga sekolah dan dilakukan oleh oknum yang menamakan dirinya guru. Ironi yang menyakitkan. Digugu dan ditiru, teladan, tapi justru mengajarkan ketidakjujuran. Meracuni hidup generasi emas hanya demi gengsi. Sungguh laknat mereka yang melakukannya.

Kisah nyata di Sidoarjo, beberapa tahun silam, menjadi saksi pilu sejarah, betapa ketika seorang siswa SD yang jujur menceritakan bahwa UNnya diorganisir sekolah agar semua lulus dengan nilai bagus. Si anak jujur tidak mau ikut melakukan hal itu. Bukannya mendapat penghargaan, tapi justru keluarganya terusir dari perumahan tempat mereka tinggal. Seluruh masyarakat mengatakan mereka merusak sistem. Sok alim dan cacian yang sangat tidak layak diperuntukkan bagi manusia yang masih memegang erat nilai kejujuran dalam tiap hembusan nafasnya. Menyedihkan bukan? Dan itu benar-benar terjadi di negeri dengan penduduk muslim terbesar ini. Sungguh aduhai.

Menjadi bagian dari sebuah sistem, saya juga semakin sering melihat, betapa ketidakjujuran sudah menjadi budaya. Banyak sekali muka-muka berwibawa namun berdiri di atas ketidakjujuran yang menyesatkan. Karakter jujur benar-benar hancur. Entahlah. Rasanya sangat pesimis mengembalikan kejujuran seperti dahulu. Saat ujian hanya dengan kapur. Saat Guru tak dituntut sempurna. Saat dunia indah dan apa adanya. Meski demikian, tetaplah berusaha menjadi jujur. Mungkin hanya untuk diri sendiri. Paling tidak hal itu menjadi awal kebaikan yang bisa mengarahkan kita menjadi lebih baik, apa adanya dan tidak perlu menjadikan nama baik sebagai harga mati. Semoga.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image