Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Saufi Ginting

Memutakhirkan Data Memutakhirkan Kisah, Trengginaslah!

Edukasi | 2022-09-12 18:27:24

Saya merasa bahagia mendapat kabar dari Bang Wartono, tim Balai Bahasa Sumatera Utara (BBSU) yang akan berkunjung pada tanggal 15-18 Februari 2022 di Asahan. Tujuan yang dikabarkan adalah untuk melakukan pendataan komunitas literasi di Asahan, Sumatera Utara. Hingga kemudian mengajak saya menjadi penunjuk jalan menuju tempat berkhidmat komunitas-komunitas jalan sunyi itu.

Sebenarnya, hadirnya Tim BBSU sudah tak seperti kunjungan formal literasi lagi bagi saya. Bang Wartono, Bang Hasan Al Banna, dan Bang Agus sudah berulang kali menampakkan wajah dan menelurkan ilmunya di TBM Azka Gemilang. Tempat saya menekuni dunia literasi. Akibatnya kunjungan ini adalah kunjungan kekeluargaan yang hangat, yang mengurai lelah lalu menerbitkan cahaya kegembiraan tak terkira.

Tentu, bilalah boleh disandingkan pada kepengurusan Forum Taman Bacaan Masyarakat (Forum-TBM) Kabupaten Asahan, giat ini dapat membantu saya secara organisasi sebagai ketua Forum, dan secara pribadi untuk pula dapat bersilaturrahim dengan para pengelola TBM-TBM di Asahan. Tapi tak apa, informasi-informasi yang kelak didapatkan oleh BBSU, dapat pula saya serap agar menjadi penyimbang, pengembang, dan tentu praktik baik berkolaborasi dengan pegiat TBM lainnya.

Sebagai pendamping tim BBSU, boleh saja disebut sebagai ‘anak bawang’. Bukan karena keahlian, tapi karena penghargaan yang sangat mulia bagia saya. Meski saya pun malu-malu mau. Bila dikorelasikan dengan data di Forum TBM Asahan, secara fakta, hanya beberapa TBM yang dapat saya kunjungi sebelumnya. Meski pernah berdiskusi, berkumpul, dan bersilaturrahim pula di tempat saya, tentu itu tak sebanding bila seandainya saya dapat hadir ke sana, ke tempat teman-teman tersebut. Apalah daya, waktu, dana, dan tentu saja aneka ‘alasan’ lainnya membenarkan untuk tak dapat mengunjungi mereka satu persatu. Maka momen ini harus semaksimal mungkin saya terima dan lakukan.

Setidaknya berdasarkan pertemuan-pertemuan di TBM Azka, ada 25 TBM serta komunitas literasi yang aktif dan terlibat. Dari 25 tersebut, hanya 7 yang telah memiliki badan hukum, dan 2 yang pernah mendapatkan bantuan buku atau hal lainnya dari instansi resmi pemerintah di Kabupaten tempat kami berdomisili. Sisanya, mengalir saja sepenuh jiwa.

Bang Hasan Al Banna meluaskan pengetahuan di TBM Azka Gemilang dengan buku dari BBSU

Berdasar data yang ada, ternyata banyak TBM yang telah dibantu, namun raib secara tiba-tiba atau memang tak ada sama sekali. Bahkan sulit menemukan tapak-tapak sejarah yang tercetak. Tapi, pegiat literasi dari Asahan mengesampingkan perkara-perkara demikian. Biarlah ia menjadi beban jinjingan para pemangku kebijakan itu. Kelak akan ada suatu waktu meluruskan yang bengkok-bengkok dengan lembut. Saat ini, aksi lebih berarti dari pada umpatan yang tak suci. 25 TBM dan komunitas literasi di Kabupaten Asahan ini bergerak dengan hati, mandiri, dan tentu saling menguatkan.

Program yang dilakukan oleh BBSU ini, merupakan agenda nasional dengan tujuan untuk Pemutakhiran Profil “Komunitas Penggerak” Literasi oleh Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional (KKLP) Literasi, melalui BBSU sebagai UPTnya Kemdikbud RI. Saya terkesan begitu membaca frasa Komunitas Penggerak. Dalam hati berujar apakah sama dengan Guru Penggerak, Sekolah Penggerak, Kepala Sekolah Penggerak, dan segala kata Penggerak yang sedang diaplikasikan di sekolah-sekolah, sebagai bagian dari merdeka belajar oleh Kemdikbud RI? Entahlah. Saya tak paham. Bila terkait literasi, dan memutakhirkan data kawan-kawan pegiat, saya tentu siap membantu. Apalagi selama ini di Kabupaten Asahan, para pegiat literasi saban berkumpul, bercengkerama bahagia di TBM Azka Gemilang yang saya kelola.

Pengembaraan Bermula

Perjalanan pertama dimulai dengan kunjungan ke Dinas Perpustakaan Daerah Kabupaten Asahan yang berlokasi di jalan Cokroaminoto Kisaran. Sebagai langkah awal kegiatan yang akan dicanangkan oleh BBSU pada Bulan Maret agar dapat terlaksana dengan kerjasama yang baik dengan Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Asahan.

Bercengkerama dengan kabid perpustakaan serta mendengarkan penjelasan dari Tim Balai Bahasa Sumut, lalu menelaah tanggapan Kabid Perpustakaan, mendebar-debar hati tak karuan. Pasalnya tentu banyak hal yang sebenarnya ingin saya cakapkan ke Pak Kabid, terkait program-program literasi di Kabupaten Asahan. Sayangnya, saya harus bersabar dan menahan diri. Tak boleh ‘menjampuk’, mencampuri urusan yang tak boleh saya urusi.

Pasca pertemuan di Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Asahan, kami melanjutkan ke TBM Nurul Iman. TBM ini dikelola oleh kepala sekolah swasta di Sentang, bang Hadi. Dihidangkan aneka cemilan tradisional seperti kue rangin, mengingat-ingatkan cerita masa kanak-kanak. Aneka kisah pun tercerita. Tentu tak ada pesan-pesan khusus sama bang Hadi yang dititipkan oleh Tim BBSU. Sebab sebelum mendirikan TBM, bang hadi adalah pustakawan berprestasi sampai tingkat provinsi. Pastinya sangat banyak ilmu yang diterapkannya dalam mengelola komunitas literasi.

Pak Kabid Perpustakaan menjelaskan Program Pojok Baca Digital di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Asahan pada Bang Hasan Al Banna

Perjalanan berikutnya, kami ke TBM Anak Desa. Dikelola oleh Bang Mulkan Hasanuddin Margolang, di seberang sungai tempat para nelayan bertambat setangkahan. Perjalanan ke sana sebagai awal bermula petualangan terjauh dari pusat Ibu kota Asahan. Melewati titi Tabayang (Tanjung Balai-Sei Kepayang) yang terpanjang di Sumatra Utara, belok ke kiri menurun ke Sei Sijawi-jawi, berkelok lagi ke kiri dan ke kanan di jalanan yang mampu menumpahkan air minum kemasan yang sedang di pegang. Demi pemutakhiran, segala jendela terpanggil sarat makna.

Berada di TBM Nurul Iman, bersama bang Hadi dan Bang Agus

Cakap-cakap yang berbusa di mobil hitam terlelehkan lelah dengan suasana di Sei Nangka. Nyiur bermain kejar-kejaran, sesekali melirik manja 4 penumpang di dalam mobil yang selalu berayun di jalanan kemesraan. Kapal-kapal besar dari para penangkap ikan yang bersender di bibir sungai, berjibaku denga aroma harapan dan bergetar sarat pijaran mentari menjelang siang.

Di sebuah gubuk bertingkat khas pesisir, terpampang nama Rumah Baca Anak Desa. Letaknya di Dusun III Desa Sei Nangka Kecamatan Sei Kepayang Barat Kabupaten Asahan. Bang Mulkan meletakkan jiwa dan derma. Ia tak mencari ketenaran sendiri, dan tak pula sedang mencari nilai-nilai lain yang tak perlu, sebab bukan untuk itu. Ia hadir karena ingin menyatatkan sejarah untuk berakhir dengan kebaikan pula. Sebagaimana bibir Bang Mulkan menjawab pancingan air keruh, asin dan penuh kedahagaan dari Bang Hasan Al Banna. Bahkan disambut keterperangahan yang tak habis disedot masa.

Rumah Baca Anak Desa, di Desa Sei Nangka Kabupaten Asahan
Saufi Ginting, pendamping BBSU bersama Bang Hasan dan Bang Mulkan

“Untuk apa lagi dipertahankan TBM ini, faktanya masyarakat tak mendukung, uang pribadi untuk operasional malah banyak yang dihabiskan?” Bang Hasan mengeja dengan pelan setiap kata.

“Saya belum menikah, belum punya anak, bila saya mati nanti, biarlah TBM ini menjadi catatan kebaikan yang tak henti” sambil menyisir rambut ikal hitamnya dengan lima jari kiri. Aih. Sudahlah Bang. Doaku, dermamu terpapar menjadi virus keranjingan, memenuhi ruang-ruang hampa yang semakin bisu. Biarlah orang-orang berlalu, kau tetap bertuju pada yang satu.

Menjelang makan siang, Bang Mulkan menambah pula kisah ini dengan sayur masam ikan gembung, anyang yang melelehkan kram di perut akibat jalan berdendang gembira. Berlokasi di TBM Batambat Satangkahan yang tak jauh dari Rumah Baca Anak Desa. Wuih, doa terbaik yang kami tumpah untukmu dan keluarga.

Melanjut perjalanan, saat masih di Sei Nangka, kami menemukan satu TBM lainnya, TBM Ceria namanya. Meski kondisinya berdebu, tim menitipkan pula sejumlah buku sebagai ingatan dan penyemangat pengetahuan di lokasi ini.

Kami pun melanjutkan rajutan kisah ke Suka Raja. Arah kembali ke Ibu kota Asahan. Ada Bang Jefri pendiri TBM Alhidayah. Sambutan para remaja yang sumringah. Motivasi sebagai pengingat pun berhamburan. Bang Tono mengurai pengalaman TBM lain terkait dengan pengelolaan yang dilakukan oleh para remaja.

BBSU menyumbang buku untuk TBM Ceria di Sei Nangka

“Saat bang Jefri telah menikah, teman-teman pengurus lainnya pindah, tak ada pula penerus lainnya, maka habislah TBM ini. Pikirkanlah untuk menyiasati perkara ini. Harus ada strategi agar TBM ini dapat berkesinambungan. Misalnya, dari 13 orang relawan yang mengelola, berarti ada 13 ide setiap bulannya yang dapat dilaksanakan. Maka, setiap 1 orang yang memberikan ide, 12 lagi turut mendukung dan bekerja sama meng’eksekusi’ ide itu. Agar tak semua hal hanya bertumpu pada bang Jefri” tatapan serius bang Tono sambil merangkul anak remaja bernama Andre.

“Kadang-kadang kami susah pula bisa berkumpul untuk berkegiatan bersama” ungkap bang Jefri yang serius memperhatikan penjelasan bang Tono.

di Perpustakaan Alhidayah, Suka Raja Kabupaten Asahan

Bang Hasan segera mengambil alih, memberikan contoh pengelolaan yang dilakukan oleh Bang Mulkan di Sei Nangka. Sendiri tapi tak mati. Namun, jangan sampai semua dikerjakan sendiri.

“Ingat pesan bang Tono tadi” kata bang Hasan.

Begitulah kehadiran bang Hasan, bang Tono, bang Agus menguatkan gerakan kawan-kawan ini.

Tentang remaja kecil bernama Andre, ia berwajah manis berkulit seperti kopi yang diseduh dengan aroma menguraikan letih di jiwa. Meski dengan berperut towewew ini, semangat sekali membagikan minuman gelas, dan cemilan untuk kami. Bahkan dengan ramah Andre bertanya kami berasal dari mana. Dari Kisaran, jawabku. Waaaah jauuh, katanya. Ayo ah, bang Andre semangat belajarnya sama ustadz Jefri dan kawan-kawan.

Perjalanan kami lanjut. Matahari kian malu, tapi teriknya masih menyengat. Untung saja pendingin mobil yang dinahkodai bang Agus, tak malu menyeruak ke dalam baju, kemudian memeluk tetesan keringat yang mengalir dipunggung, sejuk seketika. Menuju rumah bang Anwari, pengelola taman baca Pelangi Ceria ini, “membahagiakan” kata Bang Agus. Ia pun bergegas membuka kaca jendela mobil di sebelah kanannya. Aromanya segar. Bang Hasan mengikuti.

“Wishh, suara burung itu, sedaap” Bang Hasan terkesima. Seketika nyanyian burung terdengar melepaskan lelah perjalanan yang melambat itu di antara pohon-pohon aneka nama di jalan Lintas Air Batu-Sijabut.

Meski sempat sedikit tertikung akibat kesalahan pada bang google (tentu saya malu mengatakan saya yang salah, padahal sang penunjuk jalan), tak apa. Kami pun sampai di lokasi TBM Pelangi Ceria-nya Bang Anwari. Persis di samping SD Sijabut Gardu Dusun V, TBM yang berada di dalam sebuah rumah asri dan memiliki halaman luas itu, tampak gagah. Kami disambut bang Anwari yang sebelumnya menunggu kami di depan SMP Negeri 1 Sijabut.

Berbincang-bincang dengan ditemani gorengan, lewat pula kereta api dari Rantau Prapat. Sebab, persis di seberang rumah TBM Pelangi Ceria ini, ada rel perlintasan kereta api. Bang Hasan yang selalu berpikir ‘diluar kotak kepala’nya ini pun tak ragu bergegas mengambil gawai, menghidupkan mode video, merekam kereta api yang lewat dan disatukan dengan TBM Pelangi Ceria.

TBM Pelangi Ceria di Sijabut Gardu

“Estetika yang luar biasa” katanya.

Pasca berestetika, dengan gagah berani Bang Hasan men-cocok-cocok kan wajah para adik-adik yang ayu, cantik, dan meneduhkan di rumah itu. Memicing-micingkan mata pada gambar struktur organisasi yang tertempel apik di dinding rumah mewah ber-bata. Pasti yang ini Yulana ya? Aih, ada saja cara mengakrabkan diri ala Sastrawan ini, bah.

Menjelang Magrib, tujuan terakhir ditetapkan. Ke Alam Tangkulok namanya. Namun sebelum ke sana, meninjau lah pula kami ke lokasi yang saya usulkan untuk dapat dipertimbangkan menjadi tempat kegiatan pada bulan Maret mendatang. Persis di pinggir sungai, antara kelurahan Siumbut Baru dan Siumbut-umbut. Sayangnya, tak menggugah selera bang Tono, sebagai panitia kegiatan.

Saya tentu dapat membaca gelagat ‘tidak tergugah’ ini sejak dari instansi yang kami kunjungi pagi hari. Rencana awal tempat yang mau dijadikan kegiatan. Begitu ditunjukkan oleh pak Kabid Dinas Perpustakaan ruangan demi ruangan, dan taman, Bang Tono segera menghilang dari peredaran. Dibiarkannya saja bang Hasan beramah tamah. Haha. War biyasaaah bang Tono. Ga perlu cakap-cakap, cukup raib dari peredaran saja. Katanya, suasana pandemi, tak cocok buat acara dengan ruangan tertutup. Ia pulut, eh, ia pulak.

Maka, lanjutlah kami ke rumah Bah Alamsyah. Pegiat literasi budaya ini telah dikenal dengan nama Alam Tangkuloknya. Ya, Bah Alam mengolah aneka kain songket menjadi sebuah tengkulok, yaitu sejenis ikat kepala yang dipakai oleh raja, bangsawan, tokoh pada masa lalu. Kini, tradisi itu digiatkan oleh Bah Alam sebagai simbol budaya yang tak boleh hilang. Di rumahnya di Siumbut Baru. Jangan tanya siapa saja yang menjadi klien Bah Haura ini. Semua ada.

“Nanti, tanjak ini kupakai pada acara pembukaan kegiatan literasi bulan Maret di sini (Kisaran)” kata Bang Tono dengan senyum sumringah.

TBM Alam Tangkulok di Siumbut Baru

Apa sebab? dari kami berempat yang hadir menjelang azan Magrib berkumandang itu, hanya Bang Tono yang mendapatkan tempat spesial di hati Bah Alam, diberi oleh-oleh sebuah tanjak hasil karyanya yang boleh di bawa pulang.

Selepas salat Magrib di rumah Bah Alam, cakap-cakap pun dilanjut. Dari buku tentang budaya berbahasa melayu lama, sampai pada berfoto ramai dengan tanjak, meski sekedar pinjam pula. Syabas.

Esoknya, saya hanya menikmati perjalanan kelanjutan Bang Hasan, Bang Tono, dan Bang Agus ke TBM Laskar Pelangi, dan Rumah Baca Caper. Sayangnya, pasca kegiatan itu, Rumah Caper yang dinakhodai Budi Santoso, harus menyerah. Hal ini disampaikan Budi langsung ke saya. Bersebab sesuatu dan lain hal ia tak dapat melanjutkan. Namun buku dan segala sesuatu terkait dengan Rumah Caper telah dialihaknnya ke TBM Laskar Pelangi. Hal ini dikuatkan dengan unggahan Budi di Instagramnya.

Penguatan Pegiat Literasi

Pasca pemutakhiran, hari Kamis dan Jumat tanggal 10-11 Maret 2022, kami pun bertemu di Aula FKIP Universitas Asahan. Tempat yang kemudian menjadi tujuan berlabuh para pegiat literasi untuk mendapatkan petuah dan wejangan sarat makna. Berbekal semangat dan keeratan yang telah mengikat kami sebagai pegiat literasi di Asahan, maka 15 komunitas literasi yang telah mendaftar pada laman dan dikunjungi pada bulan Februari lalu oleh tim BBSU, berkumpul kembali. Sebanyak 30 orang dari pegiat literasi, dan 20 anak binaan dari komunitas literasi menjadi peserta pada acara Penguatan Kompetensi Pegiat Literasi.

Dua hari kegiatan tersebut mengajarkan ilmu-ilmu baru kepada para pegiat literasi di Kabupaten Asahan. Awal kegiatan dimeriahkan oleh sanggar tari FKIP Universitas Asahan, dengan salah satu anggota tarinya adalah semifinalis Duta Bahasa Sumut 2021, serta Seni Bela diri Pencak Silat Melayu Asahan Belia Taka.

Saufi Ginting Menjadi Pemateri pada Kompetensi Pegiat Literasi di Kabupaten Asahan

Bagi saya, momen ini pula menjadi sangat spesial, sebab ini kali kedua saya diminta menjadi salah satu pemateri oleh BBSU. Pertama, di Deli Serdang pada tahun 2019. Kali ini materi yang saya ampu adalah manajemen komunitas literasi. Membahas manajemen komunitas literasi tentu tidak harus berbaku ria pada teori-teori yang sesuai dengan buku. Sebab, yang paling penting dari semua teori-teori itu tentu saja adalah kemampuan untuk tetap bertahan, berbagi, dan saling menguatkan. Sebagaimana yang dijelaskan Bang Tono kepada Bang Jefri sewaktu mengujungi Pustaka Alhidayah di Sukaraja. Pokoknya saling mendukung. Agar tetap pada jalurnya dan bertahan dengan penyebaran kebaikan-kebaikan yang tak henti. Hingga biak gerakan literasi di bumi rambate rata raya ini.

Sekarang, dan esok, bahkan dihari-hari berikutnya pun, ada doa yang tak boleh mati. Gerakan literasi yang berasal dari hati pastinya akan tetap hidup serta trengginas.

Saufi Ginting

Peraih Anugerah Pegiat Literasi BBSU 2018

Tulisan ini merupakan naskah asli dan telah terbit di Majalah Lintas Sempadan Edisi Juli 2022 terbitan Balai Bahasa Sumatera Utara (BBSU) pada rubrik Lintas Literasi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image