Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rachmadani Fitri Handayani

Pencemaran Nama Baik? Hak Jawab dan Hak Koreksi Solusinya

Politik | Sunday, 11 Sep 2022, 17:55 WIB
Keira Burton (pexels.com)

Ancaman pidana terhadap pelaku pencemaran nama baik berbeda-beda, mulai dari pidana penjara selama sebulan dua minggu hingga maksimal empat tahun. Namun, sebelum itu, para korban pencemaran nama baik berhak untuk memberikan yang namanya Hak Jawab dan Hak Koreksi yang nantinya akan di fasilitasi atau dilayani oleh para wartawan.

Ada beberapa mekanisme penyelesaian delik pers yang dapat ditempuh masyarakat, antara lain dengan Hak Jawab dan Hak Koreksi. Dalam pasal 1 ayat (11) UU Nomor 40 Tahun 1999 disebutkan Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya dan dalam ayat (12) disebutkan Hak Koreksi ialah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan pers, baik tentang dirinya maupun orang lain.

Adapun beberapa tujuan diberlakukannya Hak Jawab dan Hak Koreksi adalah yang pertama, untuk memenuhi pemberitaan atau karya jurnalistik yang adil dan berimbang. Kedua, untuk melaksanakan tanggung jawab pers kepada masyarakat. Ketiga, untuk menyelesaikan sengketa pemberitaan pers.

Hal yang perlu kita tahu mengenai Hak Jawab dan Hak Koreksi ini adalah bahwa Hak Jawab dan Hak Koreksi berisi sanggahan dan tanggapan dari pihak yang dirugikan dan diajukan langsung kepada pers yang bersangkutan dengan tembusan ke Dewan Pers. Pihak yang mengajukan Hak Jawab atau Hak Koreksi wajib memberitahukan informasi yang dianggap merugikan dirinya baik bagian per bagian atau secara keseluruhan dengan data pendukung. Pelayanan Hak Jawab dan Hak Koreksi tidak dikenakan biaya.

Lalu muncul pertanyaan, jika Hak Jawab atau Hak Koreksi sudah dilakukan, apakah pengajuan gugatan pencemaran nama baik tetap boleh dilakukan?

Dilansir dari web resmi Dewan Pers mengatakan bahwa hak jawab merupakan pelaksanaan dari penataan Kode Etik Jurnalistik, tidak diragukan lagi, setelah pers melayani hak jawab sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik, kasus dianggap tuntas. Selesai. Tidak ada masalah lagi. Tetapi persoalannya muncul ketika hak jawab dikaitkan dengan pelaksanaan dan tafsir dari UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Terhadap pertanyaan, apakah dari segi hukum setelah pelaksanaan hak jawab, pihak yang dirugikan dapat tetap mengajukan gugatan atau tidak, masih ada beberapa pandangan:

1. Kelompok pertama, pihak yang berpendapat, setelah adanya pelaksanaan hak jawab, pihak yang merasa dirugikan dinilai tetap dapat mengajukan gugatan. Alasannya karena tidak ada satupun ketentuan yang memberi batasan atau yang melarang pihak yang dirugikan setelah pelaksanaan hak jawab melakukan gugatan. Dengan demikian, walaupun hak jawab sudah dilayani pers, pihak yang merasa dirugikan, jika menginginkan tetap dimungkinkan untuk melakukan gugatan.

2. Pemahaman bahwa hak jawab justru merupakan prasyarat yang harus dipenuhi lebih dahulu oleh pihak yang dirugikan sebelum melakukan gugatan. Hak menggugat belum muncul sebelum dilaksanakannya hak jawab. Tidak dimungkinkan, jika pihak yang dirugikan ingin menggugat tetapi belum melaksanakan hak jawab. Manakala jika hak jawab sudah dilaksanakan namun tidak boleh melakukan gugatan, hal itu tidak masuk akal.

3. Hak jawab bukanlah unsur yang peniadaan atau pemaaf adanya pidana.

4. Hak jawab masuk dua ranah sekaligus, baik etika maupun hukum. Pada ranah etika, dengan sudah dilaksanakan hak jawab, persoalan dianggap selesai pula. Kasusnya ditutup. Tetapi pada ranah hukum, persoalan lain. Pelaksanaan hak jawab tidaklah otomatis menghentikan kasusnya, tetapi justru dapat dipandang sebagai awal munculnya hak yang dirugikan. Kelompok kedua, yang berpendapat, baik dalam ranah etika maupun dalam ranah hukum, dengan sudah dilaksanakannya hak jawab, semua persoalan sudah selesai. Dalam ranah etika Kode Etik Jurnalistik, memang mengatur dengan adanya hak jawab persoalan dinilai selesai. Sedangkan dalam ranah hukum, pelaksanaan hak jawab merupakan pemenuhan dari ketentuan perundang-undangan, sehingga dengan telah dilaksanakannya hak jawab berarti ketentuan hukum sudah dipenuhi dan tidak ada pelanggaran yang dilakukan dan oleh karena itu gugatan yang diajukan setelah pelaksanaan hak jawab justru bertentangan dengan hukum itu sendiri. Dengan demikian apabila hak jawab sudah dilaksanakan maka pihak yang merasa dirugikan sudah tidak memiliki dasar hukum lagi untuk mengajukan gugatan.

Rachmadani Fitri Handayani, Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Andalas

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image