Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Salwa Ti

Keterbukaan informasi publik di era pandemi

Info Terkini | Tuesday, 30 Nov 2021, 19:18 WIB

Pascareformasi, terjadi perubahan mendasar dalam pengaturan informasi publik di tanah air. Dimulai saat amandemen kedua (tahun 2000) mengadopsi hak atas informasi sebagai hak yang melekat, baik sebagai pribadi maupun warga negara (Pasal 28F UUD 1945). Ini berarti negara mengakui hak atas informasi sebagai Hak Asasi Manusia, selain sebagai hak konstitusional warga negara. Delapan tahun kemudian, terbit UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang secara eksesif membalikkan paradigma pengaturan informasi di Indonesia.

Sebelum itu, paradigmanya adalah ‘semua informasi bersifat tertutup, kecuali informasi yang dibuka’. Ini terkait kelaziman sebelum reformasi, di mana seringkali sebuah informasi “ditutup” dengan alasan rahasia negara. Namun paradigma itu berubah setelah lahirnya UU KIP: ‘semua informasi bersifat terbuka, kecuali yang dikecualikan’.

Pengecualian itu sendiri dilakukan secara ketat dan terbatas. Ketat, karena harus melalui pengujian konsekuensi dan kepentingan publik. Sementara terbatas ditandai adanya retensi waktu tertentu terhadap informasi dikecualikan itu

Informasi yang dimaksud di sini ialah informasi publik. Yakni informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik, serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Dalam kaitan itu, badan publik diwajibkan untuk, “membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah” (Pasal 7 [3] UU KIP).

Kemudahaan akses dan pengelolaan informasi publik sesungguhnya adalah nafas dari komunikasi publik penyelenggara negara. Di masa pandemi, efektivitas komunikasi publik pemerintah merupakan suatu keniscayaan dalam memandu tindakan publik.

Sebaliknya, kegagalan komunikasi publik pemerintah memberi dampak serius terhadap keberhasilan penanganan pandemi. Proses transmisi informasi yang tidak tepat akan menimbulkan ketidakcukupan informasi di level masyarakat sehingga tercipta kesenjangan pengetahuan publik (gap of public knowledge).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image