Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syaiful Azhary

Realita CSR dan UMKM, Antara Tanggung Jawab Sosial dan Reputasi Perusahaan

Lomba | Monday, 05 Sep 2022, 15:51 WIB

Butuh Strategi Komunikasi yang Terencana

Untuk bisa merealisasikan kedua hal diatas, dibutuhkan suatu strategi komunikasi organisasi yang terencana dengan baik dan benar. Program program CSR harus bisa menjadi jembatan komunikasi perusahaan dengan lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Setiap perusahaan dituntut untuk bisa melakukan pengelolaan atau manajemen perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) yang terukur dalam bentuk proses yang transparan dan akuntabel. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu bentuk implementasi GCG di sebuah perusahaan.

sumber: freepik.com

Menurut penulis, transparansi dibutuhkan agar masyarakat bisa mengetahui dan mengawal anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan CSR. Masyarakat harus ikut merasakan dana dari kegiatan CSR. Program CSR seyogyanya diketahui oleh masyarakat sekitar dari tingkat desa, kelurahan, kecamatan, atau bahkan kabupaten atau kota, serta provinsi. Program CSR harus tersosialisasikan kepada unsur unsur pimpinan daerah sebagai jembatan komunikasi dengan seluruh masyarakat setempat. Selain itu harus dibuka komunikasi seluas luasnya dalam forum-forum komunikasi dari level terkecil yaitu tingkat desa.

CSR dalam kacamata teori Stakeholders

Berbicara CSR tidak lepas dengan teori stakeholder yang disampaikan oleh Edward Freedman. Teori ini memberikan pandangan bahwa perusahaan harus memberikan perhatian stakeholders - nya. Stakeholder yang dimaksudkan dalam hal ini salah satunya adalah usaha mikro kecil menengah (UMKM). Teori ini dikemudian hari berkembang menjadi teori corporate citizenship yang menganggap perusahaan bertanggungjawab untuk memecahkan masalah sosial masyarakat dan tidak cukup hanya berbuat baik saja. Artinya perusahaan atau korporasi memiliki tanggungjawab untuk mempromosikan tujuan sosial masyarakat.

UMKM harus mendapatkan perhatian lebih dari agar operasional perusahaan dapat mendapat dukungan penuh masyarakat dan berjalan berkelanjutan. Dalam implementasinya, butuh suatu formula atau model pemberdayaan masyarakat yang tepat dalam pembuatan program CSR. Pertimbangan yang harus diperhatikan adalah bagaimana mensinergikan kepentingan perusahaan dan para stakeholdernya. Bagi perusahaan, disamping merupakan tanggungjawab sosial, program CSR merupakan upaya untuk meningkatkan reputasi dan brand image perusahaan dimata masyarakat.

Mengenal CSR dan UMKM

Masih ada beberapa literatur yang kita temui menyebutkan bahwa masih ada persepsi perusahaan yang menganggap bahwa program CSR hanya menjadi beban biaya dari perusahaan untuk menjadi “pemadam kebakaran” ketika terjadi penolakan masyarakat dan lingkungan terhadap operasional perusahaan. Namun, penulis melihat justru beberapa perusahaan yang mampu membuat program CSR bisa dijadikan cara untuk melakukan brand building ataupun menaikkan corporate image.

Dalam prakteknya, ada 3 bentuk program CSR yang biasanya di lakukan oleh sebuah perusahaan. Pertama adalah charity atau pemberian bantuan. Kedua adalah phylantrophy (kedermawanan) yang didasari oleh kesadaran norma etika dan hukum universal akan perlunya redistribusi kekayaan dan umumnya berbentuk dana hibah. Dan yang ketiga adalah community development (program pemberdayaan masyarakat) yaitu melalui corporate citizenship.

Untuk bentuk program Charity, biasanya perusahaan melakukan program CSR dengan cara memberikan bantuan kepada masyarakat berupa hibah sosial. Biasanya dilakukan untuk tujuan jangka pendek untuk penyelesaian masalah dalam waktu sesaat saja. Bentuk program CSR kedua yaitu phylantrphy, biasanya di implementasikan dengan membuat yayasan untuk fungsi sosial. Sedangkan untuk bentuk community development adalah penguatan dan pemberdayaan masyarakat melalui "Community Economic Development" (CED) yang lebih menekankan kepada aktifitas ekonomi masyarakat.

Penulis melihat bentuk program CSR community development sangat tepat untuk dikembangkan untuk mewujudkan Good Corporate Citizenship (GCC) dimana salah satunya kegiatannya adalah pengembangan UMKM. GCC adalah upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan reputasi dan daya saing perusahaan serta membantu memperbaiki kualitas hidup masyarakat dan juga untuk pelestarian lingkungan. GCC juga memberikan akses yang seluas luasnya untuk pemberdayaan masyarakat sehingga akan terjalin hubungan yang harmonis antara perusahaan dan masyarakat di sekitarnya.

Kontribusi CSR dalam pemberdayaan masyarakat

Banyak sekali ragam program CSR yang bisa dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk upaya pemberdayaan masyarakat. Beberapa contoh program yang bisa kita lihat seperti program pelatihan, pemberian bantuan modal usaha, program kemitraan, dan bantuan promosi. Bentuk program kegiatan pelatihan biasanya berupa branding dan pengemasan produk UMKM. Untuk pemberian bantuan modal usaha bisa dalam bentuk bantuan jasa finansial secara formal maupun non-formal dalam skema peminjaman atau kredit lunak yang tidak memberatkan pelaku UMKM seperti penentuan bunga pinjaman maupun jaminan.

Sedangkan program kemitraan bertujuan untuk membuat pangsa pasar yang lebih luas dan pelaku UMKM bisa mengelola usahanya dengan lebih efisien. Program kemitraan ini juga terkait dengan bantuan promosi. Perusahaan bisa memberikan pelatihan dan pendampingan penggunaan media promosi digital maupun media sosial untuk mempromosikan produk UMKM.

CSR dan Komunikasi Harmonis

Komunikasi bisa berwujud suatu transaksi maupun proses simbolik yang menginginkan setiap orang untuk mengatur lingkungannya yaitu hubungan antar sesama manusia, memungkinkan terjadinya pertukaran informasi, mampu menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain, dan berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu sendiri (Buku pengantar ilmu komunikasi yang ditulis Hafied Cangara tahun 2005). Dari berbagai literatur yang penulis baca, ketidakharmonisan komunikasi antara perusahaan dan masyarakat sekitar seringkali disebabkan karena strategi komunikasi yang diterapkan kurang tepat. Hal ini menjadi salah satu penyebab perusahaan dipandang minor dan masyarakat mempertanyakan keberpihakan perusahaan terhadap pemberdayaan dan penguatan ekonomi masyarakat sekitar.

Dalam perencanaan strategi komunikasi, target dan capaian harus jelas dan terukur. Baik itu target jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Target target tersebut harus bisa terukur dan dievaluasi secara periodik, baik itu dalam bentuk target fisik maupun perubahan pola pikir. Capaian fisik bisa berbentuk hasil kegiatan yang kasat mata seperti bantuan sosial, pembangunan jembatan dan jalan, pembangunan sarana ibadah, penghijauan lingkungan, dan berbagai kegiatan lainnya. Sedangkan capaian pembangunan mental dan pola pikir biasanya akan menjadi target jangka menengah dan panjang, seperti bantuan modal wirausaha, pelatihan ekomoni kreatif dan UMKM yang diharapkan bisa meningkatkan taraf hidup dan perekonomian masyarakat. Pola pikir lama yang selalu bergantung untuk bisa diterima bekerja di dalam perusahaan harus sudah ditinggalkan dan masyarakat harus bisa lebih mandiri.

CSR Memberi Kail jangan Ikan

Seperti kata pepatah, Pelaksanaan CSR dalam sebuah perusahaan dalam upaya penguatan dan pemberdayaan masyarakat seharusnya diupayakan untuk bisa memberikan “kail dari pada langsung memberikan ikan”. Apabila yang diberikan “ikan” maka hanya dinikmati sesaat dan tidak terjadi proses belajar yang nantinya berujung pada kemandirian. Namun, hal ini tentu saja membutuhkan proses karena diperlukan perubahan pola pikir dan mental masyarakat dan perusahaan harus bisa menyediakan lapangan pekerjaan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar.

Dalam upaya penguatan dan pemberdayaan masyarakat, perusahaan juga bisa menjadikan CSR sebagai salah satu unit produksi dan mengikis persepsi bahwa CSR hanya menghamburkan uang perusahaan. Salah satu bentuk kegiatan yang bisa dilakukan CSR adalah melakukan sinergi antara kebutuhan perusahaan dengan kebutuhan masyarakat. Contohnya nyata yang bisa kita lihat adalah upaya PT. Semen Tonasa yang memberikan bibit sorgun secara gratis untuk ditanam oleh masyarakat.

Hal ini membangun pola pikir kewirausahaan masyarakat untuk berusaha menanam tanaman sorgum dan hasil panennya bisa dijual kembali ke PT. Semen Tonasa. Dalam hal ini kedua belah pihak akan mendapatkan keuntungan. Masyarakat mendapatkan keuntungan ekonomis, sedangkan PT. Semen Tonasa bisa memanfaatkan pohon sorgun sebagai bahan bakar alternatif pengganti batubara dengan harga yang lebih murah.

Tanggungjawab sosial dan reputasi perusahaan

Banyak faktor yang mempengaruhi reputasi perusahaan dari program CSR yang dilakukan. Tentu saja ada penerimaan masyarakat yang merasa puas dan disisi lain ada yang merasa belum puas. Bagi mereka yang merasakan bantuan langsung CSR khususnya terkait dengan kesejahteraan ekonomi akan merasa puas. Sedangkan yang merasa belum puas rata rata karena menuntut lebih dari program CSR yang akan dilakukan. Hal ini bisa di antisipasi dengan menerapkan strategi komunikasi yang baik dari unit kehumasan perusahaan. Humas harus mampu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi target dan capaian aktivitas komunikasi publik khususnya dalam program program agar bisa di sosialisasikan secara menyeluruh. Hal ini tentu saja berdampak pada reputasi perusahaan di mata masyarakat.

Dalam strategi komunikasi humas harus mampu merangkul pihak internal maupun eksternal perusahaan, yaitu masyarakat, pemerintah daerah, lembaga swadaya Masyarakat (LSM), dan stakeholder lainnya. Reputasi positif perusahaan dimata masyarakat merupakan tolok ukur keberhasilan strategi komunikasi suatu perusahaan. Sosialisasi program CSR untuk penguatan dan pemberdayaan masyarakat harus dipahami dan dirasakan oleh masyarakat sehingga program CSR bisa berjalan dengan baik sesuai dengan capaian atau target yang telah ditetapkan. Penulis melihat berbagai program kegiatan CSR sudah dilakukan oleh berbagai perusahaan seperti pemberian bantuan bencana alam, pelestarian alam, pendidikan dan pelatihan kewirausahaan, pembangunan fasilitas kesehatan dan sarana ibadah, dan lain sebagainya.

Program program tersebut haruslah ditunjang dengan strategi komunikasi yang baik agar program CSR bisa didukung oleh masyarakat dan bisa dilaksakanan secara berkelanjutan. Perlu dibangun pemahaman program CSR yang utuh oleh berbagai kalangan masyarakat agar program CSR bisa berdampak positif terhadap reputasi perusahaan tanpa melupakan tanggungjawab perusahaan terhadap masyarakat.

Komunikasi Simetris Dua Arah dan Pemberdayaan Masyarakat

Sebagai praktisi humas, penulis melihat strategi komunikasi dalam pengembangan program CSR berdasarkan model komunikasi dua arah yang di sampaikan oleh james E. Grunig, dkk (1984). Mereka berpendapat bahwa perlu adanya dialog antara organisasi dengan publiknya untuk mendapatkan informasi umpan balik (feedback) yang bisa mempengaruhi kebijakan manajemen organisasi maupun mengubah sikap dan perilaku masyarakat. Masyarakat harus dilibatkan dalam perumusan program - program CSR agar target dan sasaran program CSR khususnya untuk penguatan dan pemberdayaan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan kedua belah pihak.

Selain itu pemanfaatan media baru seperti media mainstream maupun media sosial harus dapat dimanfaatkan dengan baik khususnya dalam penyampaian informasi maupun ruang ruang diskusi dengan publik selain pertemuan tatap muka yang dilakukan. Dalam teori partisipasi (Soekanto, 1993) menyebutkan bahwa masyarakat harus dilibatkan sejak proses identifikasi dalam bentuk proses komunikasi maupun kegiatan bersama dalam situasi sosial tertentu. Partisipasi masyarakat bisa dalam bentuk usulan program yang bisa di bahas dalam forum diskusi bersama.

Dengan keterlibatan masyarakat juga bisa menjamin capaian program CSR bisa sampai tepat sasaran dan bisa membangun kesan positif perusahaan berkat partisipasi dari masyarakat. Penulis berharap tujuan program CSR bisa berjalan bersinergi antara tanggungjawab sosial dan reputasi perusahaan dalam upaya membangun ekonomi kreatif masyarakat untuk memberdayakan masyarakat dibidang UMKM. (SA).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image