Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Talitha Nasywa Chasani

Fashion Muslimah Terancam

Sekolah | Monday, 05 Sep 2022, 09:24 WIB

Baru-baru ini terjadi dua kasus yang mencengangkan di antara kaum muslimin. Kasus pertama terjadi di SD Negeri 070991 Mudik, Gunungsitoli. Salah seorang siswi di SD tersebut menangis karena dilarang memakai jilbab oleh kepala sekolahnya pada tanggal 14 Juli 2022 dengan alasan keseragaman (regional.kompas.com).

Beberapa hari kemudian, di SMAN 1 Banguntapan terjadi kasus seorang siswi depresi hingga mengurung diri di kamarnya karena diduga dipaksa memakai jilbab oleh pihak sekolah. Siswi tersebut dipanggil ke ruangan Bimbingan dan Konseling, kemudian guru memberikan tutorial dengan memakaikan jilbab tersebut ke kepala siswi, tentunya setelah siswi tersebut menyetujuinya. Hal inilah yang dianggap pemaksaan menggunakan jilbab oleh beberapa pihak. Setelah tutorial jilbab tadi, siswi tersebut menangis hingga depresi dan tak mau keluar kamar, hingga sekarang siswi tersebut masih dalam masa pemulihan (yogyakarta.kompas.com)

Dari sini terlihat perbedaan penanganan pada kedua sekolah tersebut. Kepala sekolah SMAN 1 Banguntapan dibebastugaskan setelah dianggap ‘memaksa’ siswinya menggunakan jilbab, sedangkan Kepala Sekolah SDN Gunungsitoli tidak. Padahal, kalau memang pemaksaan jilbab itu dianggap melanggar hak asasi manusia, seharusnya pelarangan jilbab juga merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, yaitu kebebasan berekspresi yang digaungkan oleh mereka. Namun, mengapa perlakuan terhadap kepala sekolah SD Gungungsitoli dan SMAN 1 Banguntapan berbeda? Jelas ini kontradiksi yang nyata dalam sistem sekarang.

Kita juga harus menganalisis terhadap perilaku dua siswi ini. Mengapa di satu sisi ada anak SD sangat ingin menggunakan jilbab, sedangkan di sisi lain malah anak SMA yang jelas-jelas sudah baligh malah tidak mau menggunakan jilbab? Padahal mereka sama-sama muslim dan orang tua siswi SMA itu pun berjilbab, tetapi memilih tidak menyuruh anaknya untuk memakai jilbab karena menghormati prinsip kebebasan yang dimiliki anaknya.

Apakah jilbab memang tidak wajib sehingga orang tua siswi SMA tersebut tidak menyuruh anaknya untuk memakainya? Untuk menjawab hal ini perlu kita telusuri lebih dalam sebenarnya apa yang dimaksud dengan jilbab dan bagaimana hukumnya dalam Islam. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Ahzab ayat 59 yang artinya "Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

Ternyata, selama ini kita salah sangka. Kain penutup kepala yang biasa kita sebut jilbab bukanlah jilbab yang sebenarnya. Kalau kita lihat dari ayat di atas, jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh dan menjulur sampai kaki, yang biasa kita sebut di zaman sekarang sebagai gamis.

Lalu, apa nama dari kain penutup kepala yang sampai menjadi penyebab dua kasus kontroversial di atas? Hal ini bisa kita lihat dalam QS. An-Nur ayat 31 yang artinya “Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, ”

Pada ayat tersebut terdapat kata khumur atau bentuk jamak dari kata khimar yang artinya adalah kerudung. Jadi, penutup kepala yang dipakai oleh seorang muslimah dan yang dipermasalahkan pada dua kasus sebelumnya adalah kerudung, bukan jilbab. Kedua komponen ini jika dipakai bersamaan dinamakan dengan hijab yang secara bahasa adalah penghalang atau penutup.

Apakah kedua unsur pakaian tersebut wajib dipakai seorang muslimah? Kalau kita amati, ada dua macam ranah dalam kehidupan kita, yaitu kehidupan umum dan kehidupan khusus.

Kehidupan umum adalah kehidupan yang ada di suatu tempat di mana kita tidak perlu meminta izin untuk memasuki tempat tersebut. Contohnya sekolah, stasiun, halte, dan tempat umum lainnya. Sedangkan kehidupan khusus adalah tempat-tempat di mana kita harus meminta izin kepada pemilik tempat itu jika ingin memasukinya. Contohnya adalah rumah.

Dalam kehidupan umum, kita diwajibkan memakai hijab yang terdiri dari jilbab dan kerudung, sesuai dengan dua ayat Al-Qur’an di atas di mana Al-Qur’an merupakan sumber hukum utama kaum muslim yang harus diambil. Termasuk sekolah yang merupakan kehidupan umum, seharusnya siswi muslimah juga memakai jilbab dan kerudung saat sekolah.

Masalahnya, kenapa bisa sampai terjadi kasus di atas padahal sudah jelas bahwa kerudung adalah pakaian wajib muslimah di kehidupan umum? Bisa jadi siswi yang tidak mau pakai kerudung tersebut kurang paham tentang kewajiban berpakaian sebagai seorang muslimah ketika di sekolah. Demikian juga dengan pihak sekolah yang melarang siswi memakai kerudung.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa kasus siswi depresi karena diminta memakai kerudung lebih viral daripada siswi yang dilarang memakai kerudung? Aktivis feminis pun sampai menyuarakan bahwa peraturan berjilbab mengekang perempuan dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal, kalau sesuai dengan HAM yang mereka jadikan acuan, seharusnya muslimah yang ingin memakai jilbab diberi kebebasan untuk memakainya, bukan malah dilarang seperti kasus siswi di SD Gunungsitoli.

Selain itu, tidak ada aturan dari negara terkait jilbab dan kerudung bagi siswi muslimah. Bisa kita lihat aturan Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia saja tidak diterapkan, apalagi aturan terkait jilbab yang merupakan salah satu aturan Islam. Padahal, seharusnya negara mengondisikan agar rakyatnya dapat melaksanakan kewajibannya, termasuk penggunaan jilbab dan khimar bagi muslimah.

Inilah akibat dari kebebasan berekspresi yang digaungkan oleh sistem saat ini. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan berekspresi, tapi giliran ada yang ingin berekspresi seperti siswi SD Gunungsitoli, malah ditentang habis-habisan dengan berbagai macam alasan yang mereka lontarkan.

Lantas, masihkah kita ingin terus berada di situasi yang tidak mendukung untuk menerapkan syariat Islam seperti saat ini? Bagaimana caranya agar kita bisa kembali ke jalan yang benar dan tidak ada lagi kasus-kasus seperti ini? Hanya satu solusinya, yang mungkin tidak pernah kita pikirkan akan dapat menyelesaikan semua problem ini. Karena masalahnya sistemik dan sudah menjamak di kalangan masyarakat, maka solusinya juga harus sistemik. Solusi yang dapat menyelesaikan permasalahan secara komprehensif mulai dari akar masalah sampai daun-daunnya, yaitu penerapan Islam secara keseluruhan (kaffah).

Ketika Islam ditegakkan di muka bumi ini, sistem pendidikannya adalah pendidikan yang berbasis Islam, pemahaman terkait kewajiban seorang muslim termasuk memakai jilbab dan kerudung bagi muslimah disampaikan di sekolah-sekolah agar para siswi paham mengapa dia harus berhijab syar’i (jilbab dan kerudung) dan apa akibatnya jika dia tidak memakainya, sehingga tidak akan ada siswi yang depresi setelah diminta memakai kerudung oleh gurunya.

Begitu juga tidak ada siswi yang dilarang menggunakan kerudung oleh pihak sekolah, malah akan didukung untuk terus taat pada Allah SWT dengan menjalankan seluruh syariatnya. Kalaupun ada yang melanggar, akan diberi hukuman sesuai dengan syariat Islam, sehingga bisa mengurangi banyaknya siswi yang tidak mau berhijab. Namun, pendidikan dan hukuman terkait hijab syar’i ini tidak akan bisa diterapkan kalau masih menggunakan sistem saat ini. Hanya ada satu sistem yang bisa menerapkannya dan pernah terbukti kejayaannya selama sekitar 13 abad, yaitu Khilafah.

Khilafah akan menerapkan seluruh syariat Islam secara kaffah sehingga tidak akan ada kasus pelarangan memakai jilbab maupun siswi yang depresi karena dipaksa memakai jilbab. Namun, khilafah sekarang belum tegak kembali di muka bumi ini. Lantas, apa yang akan kita lakukan? Apakah kita hanya akan diam melihat kerusakan merajalela dan bertambah banyak? Mari kita berusaha mempelajari Islam dan berjuang menegakkan sistem ini agar dunia bisa diperbaiki dengan penerapan syariat Allah SWT. Wallahu a’lam bi showab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image