Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fatimah Azzahra

Pensiunan: Beban atau Kewajiban

Politik | Saturday, 03 Sep 2022, 15:11 WIB

Itulah definisi beban berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia. Sesuatu yang memberatkan. Sesuatu yang terkesan tidak mengenakkan. Coba bayangkan perasaan kita sebagai manusia dianggap menjadi beban bagi orang lain? Saya pribadi akan merasa sedih, sakit hati. Mengapa saya bisa dianggap sebagai beban? Pertanyaan ini akan berkelebat dalam benak.

Pensiunan jadi Beban

Mungkin perasaan yang sama sedang dirasakan oleh para pensiunan kini. Pasalnya beberapa saat yang lalu pemerintah tega menyatakan bahwa pensiunan sebagai beban APBN. Pensiunan yang notabenenya sudah tua renta, tak produktif, menerima gaji setiap bulannya tanpa bekerja. Logikanya rugilah yang memberi gaji karena yang diberi gaji sudah tak bisa bekerja lagi.

Dilansir dari laman republika.co.id (29/8/2022), Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, skema pay as you go yang diterapkan bagi pensiun PNS telah menjadi beban negara. Beliau juga mengatakan bahwa kita tidak perlu bayar kegiatan pekerjaan yang sudah dilakukan masa lalu, sekarang ya bayarnya sekarang.

Wajar jika publik marah atas hal ini apalagi ternyata anggota DPR tetap mendapatkan pensiunan yang jumlahnya sangat besar. Jauh di atas dana pensiun PNS yang dibayarkan setiap bulannya.

Habis manis sepah dibuang, itulah pepatah yang mungkin cocok untuk pernyataan pemerintah ini. Pengabdian para pensiunan saat bekerja bertahun lamanya tak dihargai malah dinarasikan menjadi beban APBN kini. Sedih sekali.

Kapitalis Matrealistis

Apa mau dikata inilah standar yang digunakan sistem saat ini. Seseorang dinilai dari materi yang dihasilkannya. Istri dinilai beban suami saat tak berpenghasilan sendiri. Anak disebut beban keluarga saat belum bekerja. Kini pemerintah menarasikan pensiunan beban APBN karena harus digaji walau sudah tak bekerja lagi.

Ditambah kacamata pemerintah memandang rakyatnya dalam sistem ini seperti hubungan perusahaan dengan pekerja. Untung dan rugi jadi orientasi. Pemerintah tak mau rugi memberikan dana yang lebih besar daripada dana yang disisihkan PNS semasa bekerja. Pemerintah harus jungkir balik memutar otak untuk mendapatkan untung dari dana pensiun ini. Oleh karena itu, otak atik pengelolaan dana pensiun terus dilakukan.

Seperti yang kita rasakan fakta BPJS saat ini. Dana iuran dipotong otomatis bagi PNS, dipaksa bayar bagi masyarakat secara umum. Dana yang terkumpul kemudian diinvestasikan kepada korporasi-korporasi raksasa demi mengejar investasi yang aman dan menguntungkan. Walau tak sedikit, duka juga luka bercerita akibat bergantung pada BPJS ini.

Jika APBN negeri kuat, tentu pemerintah khususnya Menkeu tak perlu pusing mencari dana, memberi narasi beban pada rakyat, sambil terus mengorek pajak. Apalagi negeri ini gemah ripah low jinawi. Kaya Raya sumber daya alamnya. Ada gunung emas di Papua, nikel di Sulawesi, batu bara dan gas alam di Kalimantan, juga minyak bumi di Sumatera. Sungguh ironi bumi pertiwi dalam cengkraman kapitalisme yang lebih rido SDA nya dikuasai asing. Sementara negeri kelimpungan menjalankan pemerintahan, bertumpu pada pajak dan hutang. Menghabisi semua fasilitas bagi rakyat, subsidi dicabut disana sini, dana pensiun juga diotak-atik.

Purnabakti dalam Islam

Bagaimana Islam memandang anak mengurusi orangtua kala usia senja? Ladang pahala yang tak terkira. Apalagi dikatakan orangtua itu pintu tengah menuju surga. Orangtua yang sudah berjuang, berkorban selama masa mudanya, memang sudah sewajarnya menikmati masa tua dengan nyaman.

Apalagi dalam Islam, kesejahteraan rakyat baik itu usia produktif atau tidak, semuanya dijamin oleh negara. Negara diwajibkan oleh Islam memenuhi kebutuhan seluruh rakyatnya per individu tanpa memandang usia. Baik itu kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, keamanan, juga pendidikan.

Dalam bahasan nafkah pada sistem Islam, lansia sudah tidak lagi diwajibkan untuk bekerja. Kewajiban ini berpindah pada walinya, keluarga atau kerabatnya. Jika tak ada satu pun wali, keluarga atau kerabat yang mampu, maka kewajiban ini jatuh pada negara. Sehingga rakyat tak akan pusing memikirkan masa pensiun dan pemenuhan kebutuhannya dikala usia senja.

Sebetulnya, Islam tidak mengenal istilah dana pensiun. Karena seseorang bekerja dan dibayar sesuai dengan pekerjaannya saat itu. Sementara skema pemenuhan kebutuhan saat usia senja sudah diatur dalam islam.

Negara akan memfasilitasi pensiunan bertanggung jawab atas tanggungan yang dimilikinya. Jika pensiunan meninggal dan masih memiliki hutang, dan para ahli waris tak bisa membayarnya, maka kewajiban membayar hutang jatuh pada negara.

Semua ini ditopang oleh kuatnya sistem ekonomi Islam yang diterapkan. Dimana baitul mal memiliki banyak pos pemasukan seperti yang sudah dicontohkan oleh Rasul dan para sahabat. Ditambah berkah yang Allah turunkan karena melaksanakan perintahnya untuk berislam secara kaffah.

Jadi, masihkah kita betah dan diam saja dengan sistem yang terus menghinakan manusia ini? Ayo, kaji dan kenali agama dan Rabb kita. Semoga Allah berkahi kita dan negeri ini dengan masuk ke dalam Islam secara kaffah.

Wallahua'lam bish shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image