Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image nober lase

Legalisasi Ganja Medis Pada Kasus Ibu Santi

Eduaksi | Thursday, 01 Sep 2022, 22:15 WIB

Legalisasi Ganja untuk Kesehatan bukan Kejahatan

Legalisasi ganja untuk kebutuhan medis memang penting untuk diregulasi lebih lanjut, mengingat kita sebagai negara dengan cita-cita dan tujuan nasional untuk mensejahterakan hidup bangsa dan menciptakan keadilan seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Tentunya kita sebagai negara beragama tidak mendukung akan hal ini. Namun, apabila untuk kepentingan kesehatan bisa saja agama memperbolehkan hal ini. Dari sudut pandang hukum sangat jelas melarang hal ini karena sudah diatur dalam Undang-Undang terkait pelarangan penggunaan narkoba. Dalam hal ini penting untuk dikaji apakah kita sebagai negara hukum menjunjung tinggi keadilan apa kepastian hukum. Tentunya hal ini menjadi tugas dan wewenang dari para pemerintah untuk mengambil suatu kebijakan yang tentunya kita harapkan tidak membuat kerugian bagi masyarakat. Bahwa dalam konstitusi menegaskan Indonesia sebagai negara berdasarkan hukum. Hal ini menjadikan hukum sebagai alat untuk mewujudkan keadilan. Tentunya hal ini menjadi tugas dan wewenang dari pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat pada khususnya dalam mengkaji suatu peraturan yang bertentangan dengan peraturan yang lain. Terkait dengan pemanfaatan ganja sebagai pengobatan, menjadi hal yang menarik untuk dikaji. Kasus seorang Ibu yang bernama Santi memiliki seorang anak pengidap cerebral palsy yang sangat sulit untuk diobati dan yang paling efektif untuk pengobatan nya menggunakan terapi minyak biji ganja. Dalam Undang-undang 35 tahun 2009 tentang Narkotika melarang penggunaan ganja untuk pelayanan kesehatan, Akibatnya pelarangan ganja tersebut berbenturan atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya dalam sektor medis. Oleh karena itu, Pemerintah perlu membuat regulasi terkait legalisasi ganja sebagai alternatif pengobatan, berdasarkan perspektif hukum kesehatan yang berlaku di Indonesia.

Pengaturan Legalisasi Ganja untuk Pengobatan Medis ditinjau dari Perspektif Hukum Kesehatan

Ganja adalah psikotropika mengandung tetrahidrokanabinol dan kanabidiol yang membuat pemakainya mengalami euforia. Berdasarkan konvensi tunggal PBB tentang Narkotika, menyatakan bahwa ganja dikategorikan sebagai zat psikotropika. Hal ini berarti bahwa ganja digunakan untuk tujuan medis dan ilmiah bukan untuk dijual. Sementara dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, menempatkan ganja dalam pada golongan I yang sangat dilarang keras penggunaanya. Selanjutnya, Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menempatkan hak atas pelayanan kesehatan sebagai hak asasi manusia yang dijamin dalam konstitusi. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi, memenuhi, memajukan, dan menegakan hak asasi manusia, termasuk salah satunya hak atas pelayanan kesehatan yang dimandatkan dalam Pasal 28H ayat 1 tentang jaminan hak atas pelayanan kesehatan sebagai hak asasi manusia. Sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila, tentunya kita menjunjung tinggi hak asasi yang ada pada diri masing-masing orang-orang. Hak asasi adalah sebagai hak yang melekat pada dirinya sejak masih dalam kandungan. Dalam hierarki peraturan perundang-undangan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menempatkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai peraturan tertinggi, sehingga peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam perspektif hukum kesehatan berdasarkan Undang-Undang Nomor tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 4 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kesehatan”. Lebih lanjut dipertegas dalam Pasal 32 berbunyi “Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu” Dalam ilmu hukum terdapat suatu asas lex specialis derogat lex generalis. Secara sederhana, bahwa asas ini menjelaskan terkait aturan yang bersifat khusus mengesampingkan aturan yang bersifat umum. Apabila dikaitkan terhadap kasus Ibu santi tersebut, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kesehatan yang bersifat khusus tentunya dapat mengesampingkan Undang-Undang tentang Narkotika. Sehingga, hukum kesehatan tentunya menjadi hal yang utama dan terutama dalam kasus Ibu santi tersebut. Apalagi didukung dan dipertegas oleh peraturan perundang-undangan tertinggi yaitu UUD 1945 yang menempatkan kesehatan sebagai hak asasi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image