Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dewi Alfi

Akhlaq Pelajar (Santri) Pada Dirinya Sendiri

Gaya Hidup | Monday, 29 Aug 2022, 09:36 WIB

Dalam buku terjemah-kitab-tazkiratus-sami-wal-mutakallim-ibnu-jamaah mengemukakan bahwa etika seorang pelajar terhadap dirinya sendiri ada sepuluh macam, yaitu :

Pertama, harus mensucikan diri.

Mensucikan diri dari segala sesuatu yang mempunyai unsur menipu, kotor, penuh rasa dendam, hasud, keyakinan yang tidak baik dan budi pekerti yang tidak baik. Hal tersebut dilakukan supaya ia pantas untuk menerima ilmu, dapat menghafalkannya, dapat meninjau kedalaman maknanya, dan dapat memahami makna yang tersirat.

Kedua, harus memperbaiki niat dalam mencari ilmu.

Memperbaikai niat dalam mencari ilmu dengan tujuan untuk mencari ridha Allah SWT, serta mampu mengamalkannya, menghidupkan syari’at untuk menerangi hati, menghiasi batin dan dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tidak bertujuan untuk memperoleh tujuan-tujuan duniawi (misal: menjadi pimpinan, mecari jabatan, harta benda, mengalahkan teman saingan, agar dapat dihormati oleh masyarakat dan sebagainya).

Ketiga, harus berusaha sesegera mungkin dalam memperoleh ilmu diaktu masih belia dan memanfaatkan sisa umurnya.

Memperoleh ilmu diwaktu masih belia dan memanfaatkan sisa umur yang telah diberikan. Jangan sampai teripu dengan menunda-nunda belajar dan terlalu banyak angan-angan, karena setiap jam akan melewati umurnya yang tidak mungkin diganti ataupun ditukar. Seorang pelajar harus memutuskan urusan-urusan yang merepotkan yang mampu ia lakukan, juga perkara-perkara yang bisa menghalangi kesempurnaan mencari ilmu, serta mengerahan segenap kemampuan dan bersungguh-sungguh dalam menggapai keberhasilan. Maka sesungguhnya hal itu akan menjadi pemutus jalan proses belajar.

Keempat, harus menerima apa adanya (Qona’ah) berupa segala sesuatu yang mudah ia dapat.

Segala sesuatu yang ia dapat bisa berupa makanan atau pakaian dan sabar atas kehidupan yang berada dibawah garis kemiskinan yang ia alami ketika dalam tahap proses mencari ilmu, serta mengumpulakn morat-maritnya hati akibat terlalu banyaknya angan-angan dan keinginan, sehingga sumber-sumber hikmah akan mengalir kedalam hati.

Imam Syafi’I berkata: “orang yang mencari ilmu tidak akan bisa merasa bahagia, apabila ketika mencari ilmu disertai hati yang luhur dan kehidupan yang serba cukup, akan tetapi orang-orang yang mencari ilmu dengan perasaan hina, rendah hati, kehidupan yang serba sulit dan menjadi pelayan para ulama’, dialah orang yang dapat merasakan kebahagian.

Kelima, harus bisa membagi waktu.

Membagi seluruh waktu dan bijak dalam menggunakan kesempatan dari umurnya, sebab umur yang tersisa itu tidak ada nilainya. Waktu yang paling ideal dan baik untuk digunakan oleh para pelajar adalah waktu sahur (digunakan untuk menghafalkan), waktu pagi (digunakan untuk membahas pelajaran), waktu tengah hari (digunakan untuk menulis), dan waktu malam (digunakan untuk meninjau ulang dan mengingat pelajaran).

Sedangkan tempat yang paling baik digunakan untuk menghafalkan adalah di dalam kamar dan setiap tempat yang jauh dari perkara yang bisa membuat lupa. Tidak baik menghafalkan pelajaran didepan tumbuh-tumbuhan, tanaman-tanaman yang hijau, di tepi sungai dan ditempat-tempat yang ramai.

Keenam, harus mempersedikit makan dan minum.

Anjuran mempersedikit dalam makan dan minum, karena apabila perut dalam keadaan kenyang maka akan menghalangi semangat ibadah dan badan menjadi berat. Salah satu faedah mempersedikit makan adalah badan menjadi sehat dan mencegah penyakit tubuh. Karena penyebab hinggapnya penyakit adalah terlalu banyak makan dan minum. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah syiar:

“Sesunnguhnya penyakit yang kau saksisakan itu kebanyakan # Timbul dari makanan dan minuman”

Sedangkan sehatnya hati itu terhindar dari perbuatan lacur, melampaui batas serta sombong, dan tidak tampak seorangpun dari para kekasih Allah, para pemimpin ummat dan para ‘ulama yang terpilih yang bersifat atau mempunyai ciri seperti itu; banyak makan tidak akan terpuji karenanya. Banyak makan akan menjadikannya (seperti) pada binatang yang tidak berakal dan dipersiapkan untuk bekerja.

Ketujuh, harus mengambil tindakan terhadap dirinya sendiri dengan sifat wira’i (menjaga diri dari perbuatan yang bisa merusak harga diri).

Dalam mengambil sebuah tindakan untuk dirinya sendiri harus dengan sifat wira’i (menjaga diri dari perbuatan yang bisa merusak harga diri) serta berhati-hati dalam setiap keadaan, memperhatikan kehalalan makananya, baik itu berupa makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal dan setiap sesuatu yang ia butuhkan, agar hatinya terang dan pantas untuk menerima ilmu, cahaya ilmu dan mengambil kemanfaatan ilmu. Seyogyanya pencari ilmu juga menggunakan kemudahan-kemudahan pada tempatnya ketika dibutuhkan dan adanya sebab-sebabnya, karena Allah menyukai kemurahan-kemurahannya dilaksanakan sebagaimana Dia menyukai ketetapan-ketetapanNya dilaksanakan.

Kedelapan, harus mempersedikit makan.

Anjuran mempersedikit makan yang merupakan salah satu sebab tumpulnya otak, lemahnya panca indera, seperti buah apel yang masam, kacang sayur, minum cuka, begitu juga makanan yang menimbulkan banyak dahak, yang dapat mempertumpul akal fikiran dan memperberat badan, seperti terlalu banyak minum susu, makan ikan dan yang lain sebagainya. Seyogyanya juga ia menjauhkan diri dari hal-hal yang menyebabkan lupa secara khusus seperti makan makanan yang telah dimakan tikus, membaca tulisan di maesan (pathok kuburan), masuk diantara dua ekor unta yang ditarik dan menjatuhkan kutu dalam keadaan hidup.

Kesembilan, harus berusaha untuk mengurangi tidur.

Mengurangi tidur itu lebih baik selama tidak menimbulkan bahaya pada tubuh dan akal pikirannya. Jam tidur tidak boleh melebihi dari delapan jam dalam sehari semalam. Dan itu sepertiga dari waktu satu hari (24 jam), jika keadaaanya memungkinkan untuk beristirahat kurang dari sepertiganya waktu dalam sehari semalam maka ia dipersilahkan untuk beristirahat untuk melakukannya. Apbila ia merasa terlalu lelah, maka tidak ada masalah untuk memberikan kesempatan beristirahat terhadap dirinya, hatinya dan penglihatannya dengan cara mencari hiburan, bersantai ke tempat-tempat hiburan sekiranya pulih kembali dan tidak menyia-nyiakan waktu.

Kesepuluh, harus meninggalkan pergaulan.

Sebagai pelajar diharuskan untuk meninggalkan pergaulan karena meninggalkannya itu lebih penting dilakukan bagi pencari ilmu, apalagi bergaul dengan lawan jenis khusunya jika terlalu banyak bermain dan sedikit menggunakan akal fikiran, karena watak dari manusia adalh banyak mencuri kesempatan. Bahaya dari pergaulan adalah menyia-nyiakan umur tanpa guna dan berakibat hilangnya agama, apabila bergaul bersama orang yang tidak beragama. Jika membutuhkan orang yang bisa menemaninya, maka orang itu harus shaleh, kuat agamanya, takut kepada Allah SWT, wira’i, bersih hatinya, banyak berbuat kebaikan, sedikit berbuat kejelekan, memiliki harga diri oyang baik, sedikit perselisihannya (tidak ngeyelan). Jika ia lupa, maka temannya mengingatkan dan apabila ia ingat, maka berati temannya telah menolongnya.

#akhlak#pelajar#penuntutilmu#adab#tholabulilmi

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image