Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image M Febriyanto F Wijaya

Cemas Berlebih, Apakah Anda Mengalami FOMO ?

Teknologi | Sunday, 28 Aug 2022, 23:59 WIB
Ilustrasi dari Shutterstock

Cemas dan gelisah merupakan emosi yang sebenarnya wajar di alami, akan tetapi kondisi tersebut bisa tidak normal jika mengganggu aktivitas sehari-hari. Begitu pula pada generasi post-millenial yang cenderung berselancar menggunakan internet-utamanya media sosial sebagai pemenuhan kebutuhan psikologis.

Dikenal sebagai digital native, mereka yang selalu stay up to date pada media sosial dengan berbagai macam notifikasi sebagai kebutuhan akan keterkaitan dengan berita terbaru atau relatedness need.

Informasi berita terbaru dan yang lagi tren menjadi penting karena membuat rasa “tidak tertinggal” dan “berada satu frekuensi yang sama” dengan banyak orang lain.

Bisa dikatakan bahwa pemenuhan kebutuhan ini menjadi gejala buruk pada generasi muda yang saat ini banyak mengalami kecemasan berlebih karena penggunaan media sosial, dikenal dengan istilah Fear Of Missing Out (FOMO) merupakan perasaan ketakutan atau "merasa" tertinggal karena tidak mengikuti tren, berita, atau aktifitas tertentu. Lalu apakah FOMO itu?

FOMO bukan hanya kecanduan internet

Pada tahun 2013 Oxford English Dictionary menjelaskan bahwa FOMO sebagai kecemasan pada peristiwa menarik atau tren terbaru yang terjadi di tempat lain, kecemasan ini terstimulasi oleh hal yang ditulis di dalam media sosial seseorang.(Time.com)

Sedangkan menurut Mc Croskey (1984) menyatakan bahwa kecemasan komunikasi (communication apprehension) adalah sebagai perasaan takut, gugup dan cemas ketika hendak berkomunikasi dan atau berinteraksi dengan orang lain.

Berdasarkan penjabaran mengenai teori tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kecemasan berkomunikasi adalah keadaan individu yang merasa takut atau khawatir dalam berkomunikasi, dan ketidak mampuan individu untuk menyampaikan atau menerima suatu informasi sehingga menimbulkan reaksi tertentu.

Akan tetapi perasaan pada orang yang terjangkit sindrom FOMO ingin selalu terhubung sepanjang waktu dengan media sosial. Perasaan ketakutan, cemas dan kegelisahan yang di alami mengacu pada perasaan atau persepsi bahwa orang lain lebih bersenang-senang, menjalani kehidupan yang lebih baik, atau mengalami hal-hal yang lebih baik dari pada dirinya.

Bisa kita cek secara mandiri bila kita dengan sengaja terus menerus mengecek Insta-stories atau Whatsapp-story dari rekan kita, atau menghabiskan banyak waktu scrolling down Facebook feed maupun Instagram feed untuk meng-update pengetahuan tentang apa yang orang lain lakukan atau alami dalam hidupnya, bisa jadi kita mengalami FOMO.

FOMO memang perlu kita pahami berbeda dengan perilaku adiktif terhadap internet, berbeda dengan adiktif terhadap internet FOMO secara impulsif mendorong hanya untuk mengecek media sosial. Namun tidak semua orang yang mengalami FOMO juga pasti mengalami kecanduan internet.

Kecanduan internet ditandai dengan penggunaan internet berlebihan akibat kurangnya kemampuan dalam pengendalian diri, dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Jika kecanduan internet dapat merubah perilaku seseorang seperti malas bekerja, penurunan prestasi sekolah dan berkurangnya jam tidur sehingga lebih membuat konsekuensi negatif .

Maka FOMO bukan hanya sekedar kecanduan internet, akan tetapi lebih menggambarkan pada upaya untuk meredam kecemasan sesaat sebelum akhirnya timbul kembali karena mendapati beberapa informasi atau tren terbaru yang dilewatkan.

Bila mana kita saat ini merasakan gambaran gejala sindrom FOMO seperti dijelaskan diatas maka harap tenangkan diri anda. Lalu bagaimana dapat menguranginya ?

Cara mengurangi sindrom FOMO

Beberapa efek dari sindrom FOMO bisa jadi telah kita rasakan, untuk menguranginya perlu beberapa trik dan tips yang dapat kita terapkan.

Seperti dilansir pada healthline.com beberapa trik dan tips yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecanduan media sosial :

1. Hapus beberapa aplikasi media sosial dari ponsel, meskipun masih dapat mengaksesnya dari komputer pribadi, menjauhkannya dari ponsel dapat membantu mengurangi jumlah waktu yang dihabiskan di media sosial secara keseluruhan.

2. Matikan telepon pribadi, selama beberapa jam seperti saat jam kerja, serta selama sekolah, makan, dan kegiatan rekreasi pribadi. Selanjutnya dapat juga dilakukan penyesuaian atau pengaturan pada setiap aplikasi media sosial sehingga dapat menonaktifkan notifikasi tertentu.

3. Atur sejumlah waktu tertentu yang didedikasikan untuk media sosial per harinya. Jika perlu gunakan timer untuk membantu tetap bertanggung jawab dan berkomitmen.

4. Jauhkan beberapa alat pendukung seperti ponsel, tablet, dan komputer dari kamar tidur.

5. Lakukan hobi baru yang tidak terkait dengan teknologi; misalnya olahraga, seni, kelas memasak, dll.

6. Buatlah jadwal khusus pertemuan untuk mengunjungi teman dan keluarga secara langsung jika memungkinkan.

7. Sangat penting juga untuk beristirahat secara teratur dari media sosial sama sekali untuk membantu menemukan landasan kehidupan nyata.

Setelah melakukan trik dan tips diatas maka perlu juga komitmen pribadi pada diri kita masing-masing agar tetap menjaga pola komunikasi tanpa menambah intensitas kita dalam menggunakan media sosial. Sehingga kita tetap dapat menjalin hubungan dengan semua keluarga, kerabat dan teman yang selama ini mendukung keberhasilan kita.

Salam sehat bermedia sosial

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image