Indonesia Kekurangan Guru Mengaji Bersertifikasi
Agama | 2022-08-27 13:41:44oleh Abdul Ghofur
Direktur Utama LAZNAS PPPA Daarul Qur'an
Indonesia memang negara dengan penduduk Muslim terbesar di Indonesia. Namun, interaksi penduduk Muslim dengan kitab suci Alquran masih cukup memprihatinkan. Data Kementerian Agama yang diperkuat oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI) menyebutkan 65 persen umat Islam di Indonesia masih belum bisa membaca Alquran.
Kenyataan ini memang harus menjadi tanggung jawab seluruh umat Islam di Indonesia, tanpa terkecuali. Dibandingkan saling tunjuk siapa yang salah, jauh lebih baik setiap kita mengambil tanggung jawab sekecil apapun untuk bergerak.
Salah satu upaya untuk memberantas buta huruf Alquran adalah memperbanyak guru mengaji di semua tingkatan. Mulai dari pelosok kampung hingga gang-gang perkotaan.
Kaderisasi guru mengaji Alquran harus digencarkan. Kaderisasi ini bisa dilakukan lewat pendidikan para guru Alquran. Selain lewat pelatihan-pelatihan intensif. Lantas, bukan hanya kuantitas para guru Alquran yang ditambah melainkan kualitas mereka juga wajib terjaga dengan baik.
Sebab yang diajarkan adalah kitab suci Alquran. Tentu penting bagi guru Alquran untuk bisa mengajarkan kaidah-kaidah yang benar tentang baca, tulis dan menghafal Alquran.
Proses memperbanyak kuantitas sekaligus kualitas para guru mengaji ini harus berjalan simultan. Tidak bisa dilepaskan satu dengan yang lainnya. Bagi yang sudah melakukan proses belajar mengajar Alquran bisa melakukan proses assesment untuk menyamakan standar kompetensi dalam mengajar Alquran.
Guru Alquran berbasis kompetensi
Berbicara tentang kualitas guru mengajar Alquran, ada temuan menarik yang diperoleh PPPA Daarul Qur'an Provinsi DI Yogyakarta.
PPPA Daarul Qur'an Yogyakarta bersama BAZNAS RI melakukan assessment tentang Sertifikasi Kompetensi Guru Al-Qur'an, dengan sampel 67 guru di Jateng, Jatim, dan Yogyakarta. Sampel tersebar dari program pendidikan Alquran di TPA, Pesantren, dan Rumah Tahfidz.
Dari program ini didapatkan data bahwa, tingkat kelulusan mencapai 38,8%. Dari 25 unit kompetensi yang di-assessment, ada 14 unit kompetensi yang menjadi faktor ketidaklulusan.
14 Unit Kompetensi faktor ketidaklulusan adalah sebagai berikut:
Ibdtida pada Hamzah Washol (41,3%)
Musykilat Al-Qiraat (34,9%)
Gharaib Al-Qiraat (36,5%)
Waqof Tam, kafi, Hasan, dan Qobih (61,9%)
Waqof Ikhtibari, Idhthirori, Intizhari, dan Ikhtiyari (55,%)
Ra Tarqiq (44,4%)
Ra Tafkhim (36,5%)
Mad Farqi (55,6%)
Mad Lazim Mukhofaf Harfi (34,9%)
Mad Lazim Mutsaqqol Harfi (27%)
Mad Lazim Mukhofaf Kalimi (33,3%)
Mad Lazim Mutsaqqol Kalimi (30,2%)
Mad Tamkin (36,5%)
Sifatul Huruf (39,7%)
Data awal ini bisa menjadi pijakan untuk bergerak lebih baik. Tingkat kelulusan yang mencapai 38,8 persen tentu belum merupakan hasil yang memuaskan. Masih banyak ruang perbaikan dan peningkatan.
Memastikan guru Alquran memiliki kompetensi yang standar merupakan separuh dari pekerjaan dalam memberantas buta huruf Alquran sekaligus melahirkan para penghafal Alquran dan ahlul Alquran.
Dalam ilmu Alquran juga dikenal dengan ilmu sanad. Ilmu sanad sejatinya adalah ilmu untuk memastikan basis kompetensi murid yang bisa mengamalkan ilmu tersebut dengan standar tertentu. Ada penjagaan kemurnian dalam ilmu sanad Alquran ini sehingga kualitas ilmunya tetap terjamin.
Hal yang sama diimplementasikan dalam kehidupan bernegara dengan sertifikasi profesi di Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) untuk memastikan ilmu Alquran para guru mengaji ini sudah diuji dalam sebuah kompetensi.
Melakukan sertifikasi kompetensi sesuai dengan regulasi perundangan juga memiliki keutamaan tersendiri. Negara juga hadir dengan memberikan insentif para guru mengaji. Bagaimana mungkin akan memperbanyak jumlah guru mengaji jika negara tidak hadir dengan memberikan benefit terhadap guru mengaji. Meskipun tentu faktor keikhlasan para guru mengaji tetap yang utama. Namun, dalam manajemen pengelolaan rumah Alquran atau Taman Pendidikan Alquran tetaplah memerlukan dukungan sumber daya.
Agar adil, saat negara memberikan sebuah insentif tentu harus berbasis kompetensi yang standar. Hadirnya guru mengaji dengan standar kompetensi profesi bisa memudahkan pemberian insentif bagi guru mengaji.
Lembaga sertifikasi profesi Guru Alquran
Guna mengimplementasikan berbagai kebutuhan tadi, maka penting lahirnya Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Guru Mengaji dan Tahfidz Alquran. PPPA Daarul Qur'an telah menginisiasi lahirnya LSP Daarul Qur'an sebagai LSP pertama guru mengaji dan tahfidz Alquran di Indonesia.
LSP Daarul Qur'an hadir agar semakin banyak guru dan asatidzah yang tersertifikasi kemudian para guru dan asatidzah ini bisa menjadi asesor lokal. Sehingga percepatan lahirnya para guru mengaji dan tahfidz Alquran bisa merata di daerah-daerah.
Sertifikasi profesi pengajar Alquran merupakan bentuk standarisasi kompetensi bagi pengajar Alquran yang diakui secara legal oleh negara. Sertifikasi ini merupakan bentuk nyata keseriusan Daarul Qur’an dalam melihat sistem pengajaran Alquran di tanah air.
Daarul Qur’an berusaha untuk membawa profesi pengajar Alquran ke ranah profesional melalui sertifikasi ini, dengan harapan pengajaran Alquran di Tanah Air akan terstandar secara sistematis dengan diampu oleh para pengajar yang memiliki standar kompetensi profesional di bidang pengajaran Alquran.
Jadi pastikan pengajar Alquran kita atau yang mengajarkan anak-anak kita di TPA mempunyai standarisasi bahkan tersertifikasi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.