Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dhevy Hakim

Kuliah Makin Mahal, Komersialisasi Pendidikan Kian Kental

Edukasi | Thursday, 18 Aug 2022, 03:06 WIB

Kuliah Makin Mahal, Komersialisasi Pendidikan Kian Kental

Oleh: Dhevy Hakim

“Kalaulah bukan karena ilmu, tentulah manusia seperti binatang.”

Sebuah kata bijak yang menunjukkan bahwa betapa pentingnya bagi manusia hingga kedudukan ilmu membuat derajat manusia lebih mulia daripada binatang. Karenanya belajar dan mengenyam pendidikan sangatlah penting dilakukan oleh semua anak Indonesia bahkan anak-anak pada umumnya.

Pendidikan sendiri secara formal tidak saja penting untuk memberikan bekal bagi generasi penerus bangsa secara pribadi tapi lebih luas akan berpengaruh pada nasib bangsa di masa mendatang. Dinamika waktu sangat jelas generasi saat inilah yang akan mengisi dan melanjutkan apa yang sudah diperjuangkan oleh generasi sebelumnya. Lebih lanjut sejatinya dalam melanjutkan roda bangsa ini tentu membutuhkan banyak para ahli.

Perguruan Tinggi (PT) sebagai tempat untuk mencetak para ahli yang kompeten dalam satu bidang tertentu jelas dibutuhkan demi lahirnya tunas bangsa yang mumpuni. Bagi anak-anak lulusan SMA/MA keinginan untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi sangat tinggi. Di samping memang alur dari tingkat SLTA meneruskan ke jenjang perkuliahan. Namun, sayangnya keinginan tersebut serasa sulit bagi mereka yang berasal dari keluarga menengah ke bawah. Bahkan bisa jadi bisa kuliah seperti hendak mengejar mimpi di siang bolong.

Kesulitan mengenyam bangku perkuliahan tidak jauh tersebab masalah biaya. Pasalnya pasca sebuah Perguruan Tinggi (PT) didorong untuk berbadan hukum sehingga dapat menerima dana dari masyarakat. Sejak itu pula setiap Perguruan Tinggi Negeri (PTN) berlomba-lomba menetapkan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Berdasarkan Permendikbud No. 55 Tahun 2013 pasal 1 ayat 3, maka setiap mahasiswa harus membayar satu komponen per semester.

Senada dengan hal tersebut, melansir dari kompas.com (21/7/2022), Konsultan Pendidikan dan Karier Ina Liem menyampaikan, “Sejak sebelum pandemi, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memang didorong untuk berbadan hukum supaya bisa menerima dana dari masyarakat, agar bisa lebih berkembang.”

Belum lagi adanya persyaratan Jaminan Kemampuan Keuangan (JKK) yang mana orang tua atau wali mahasiswa harus mencantumkan rekeningnya dengan nominal minimum Rp 100 juta. Terang saja adanya perubahan ketentuan tersebut jelaslah memberatkan masyarakat. Terlebih sejak dua tahun terakhir, saat Corona melanda negeri ini telah berdampak pada sektor ekonomi. Dampak di sektor ekonomi hingga saat ini masih dalam proses pemulihan. Oleh karenanya bagi sebagian kalangan masyarakat biaya kuliah yang semakin mahal sangat memberatkan.

Kesan komersialisasi pada pendidikan di jenjang perguruan tinggi semakin kental. Jika sebelumnya masyarakat melihat harapan bisa menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi negeri dengan adanya JKK dan UKT yang mahal menjadikan harapan seolah menjadi sirna.

Pandangan terhadap perguruan tinggi sebagai sumber ilmu dan penghasil para ilmuwan semakin luntur, bergeser pada pandangan materialistik terhadap orientasi pendidikan. Jika hal ini dibiarkan selain maka akan ada dampak negatif berikutnya. Mereka yang tidak memiliki dana tidak bisa mengenyam bangku kuliah padahal bisa jadi diantara mereka memiliki kemampuan dan potensi menjadi ilmuwan. Sedangkan mereka yang bisa kuliah buntut panjangnya setelah lulus perguruan tinggi sedikit lebih akan berorientasi pada pola pikir materialistis juga, padahal sumbangsih mereka sangat dinantikan oleh bangsa.

Pendidikan sebagai kebutuhan pokok publik semestinya negara memiliki andil di dalamnya. Negara tidak boleh lepas tangan dalam hal keberlangsungan berjalannya pendidikan yang adil bagi seluruh warga negara baik dari fasilitas, pendanaan, kemajuan, dan penunjang lainnya. Dengan begitu pemerataan pendidikan akan terasa dan lebih-lebih masa depan bangsa ini sejak awal sudah siap dengan hadirnya para ahli di berbagai bidang untuk meneruskan tongkat estafet negeri ini. Wallahu a’lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image