Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Al Mahfud

Kurikulum Merdeka, Harapan di Tengah Tantangan Zaman

Edukasi | Monday, 08 Aug 2022, 11:26 WIB
Gambar: YouTube/KEMENDIKBUD RI

Di abad 21, tantangan dunia pendidikan mengalami banyak perubahan. Pendidikan tak sekadar transfer pengetahuan atau keterampilan. Lebih jauh, abad 21 juga mengharuskan kemampuan dan kesiapan anak agar mampu hidup di era globalisasi dengan segala dinamika dan tantangan di dalamnya.

Paulina Panen (2017:8) mengatakan, ada tiga tantangan pendidikan abad 21: globalisasi, keberpihakan pada siswa dan belajar, dan pesatnya perkembangan teknologi yang berpengaruh ke berbagai aspek kehidupan. Ketiganya menjadi kunci yang harus diperhatikan untuk membangun pendidikan agar melahirkan generasi muda Indonesia yang benar-benar siap menghadapi tantangan zaman.

Di samping itu, prinsip-prinsip utama pembentuk karakter juga harus terus dibangun agar anak didik tak hanya mampu “bersaing” secara global, namun juga memiliki identitas, jatidiri, dan nilai-nilai keIndonesiaan yang kuat, yang sangat penting dijaga di era global.

Melihat dunia pendidikan di Indonesia selama ini, harus diakui kita memiliki tantangan besar. Di satu sisi, berbagai persoalan klasik dunia pendidikan masih terjadi. Seperti pembelajaran yang cenderung masih sekadar menyentuh aspek kognitif, kemampuan menganalisis belum optimal, hingga sarana prasarana.

Kurikulum Merdeka

Di tengah kondisi tersebut, Kurikulum Merdeka menjadi harapan. Lahir sebagai respon untuk memulihkan pendidikan yang terdampak pandemi Covid 19, Kurikulum Merdeka sekaligus menjadi jawaban memulai gerakan baru dunia pendidikan yang diharapkan bisa mengatasi berbagai persoalan dunia pendidikan di Indonesia selama ini.

Terdapat tiga poin (kemdikbud.go.id) yang menjadi keunggulan Kurikulum Merdeka. Pertama, lebih sederhana dan mendalam atau fokus pada materi esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik yang lebih bermakna, mendalam, dan menyenangkan.

Kedua, kemerdekaan guru dalam mengajar sesuai tahap capaian dan perkembangan siswa, serta adanya wewenang sekolah mengembangkan dan mengelola kurikulum sesuai karakter satuan pendidikan dan peserta didik.

Ketiga, pembelajaran melalui kegiatan projek dalam rangka pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila melalui eksplorasi isu-isu aktual. Eksplorasi dalam bentuk projek memberi ruang lebih bagi peserta didik untuk mengenali, memahami, dan mendalami isu-isu yang sedang menjadi perhatian bersama: kesehatan, lingkungan, toleransi, dan sebagainya.

Sekarang kita lihat masing-masing poin tersebut. Pertama, pembelajaran yang fokus pada materi esensial. Artinya yang lebih ditekankan adalah kedalaman pemahaman dan softskill, ketimbang mengejar tercapainya materi yang menggunung yang selama ini justru membelenggu siswa, dan juga guru.

Ketika fokus pada materi essensial, ada waktu yang lebih banyak untuk mendalami hal-hal penting mendasar: literasi dan numerasi. Kita tahu, kompetensi dasar literasi dan numerasi siswa Indonesia belum mencapai standar minimal. Bahkan, skor PISA 2018 siswa Indonesia adalah peringat 64 dari 74 negara (OECD). Padahal, literasi dan numerasi adalah modal berpikir yang menjadi bekal anak mengarungi tantangan kehidupan.

Fokus pada materi esensial pada gilirannya membuat guru juga memiliki ruang lebih luas untuk memandu siswa mendalami materi lewat pembelajaran yang lebih interaktif dan berfokus pada siswa. Dan inilah yang menjadi keunggulan Kurikulum Merdeka yang kedua.

Keunggulan ketiga adalah kegiatan projek pengembangan karakter Profil Pelajar Pancasila lewat eksplorasi isu-isu aktual. Pembelajaran monoton di kelas, yang sering membuat siswa bosan, berusaha didobrak lewat kegiatan belajar berbasis proyek yang lebih interaktif, fleksibel, dan menyenangkan. Anak diajak melihat langsung di lapangan dalam mengeksplorasi berbagai tema dan isu.

Dimensi pendidikan berbasis pengalaman ini selama ini seperti jarang diperhatikan. Padahal di dalamnya siswa belajar memahami lingkungan sekitar dengan persoalannya. Dari sana, terbangun nilai-nilai kemandirian, kepedulian, dan kepekaan terhadap berbagai persoalan di lingkungan sekitar.

Kata Ki Hadjar Dewantara, “Perlulah anak anak (Taman Siswa) kita dekatkan hidupnya kepada perikehidupan rakyat, agar supaya mereka tidak hanya memiliki ‘pengetahuan’ saja tentang hidup rakyatnya, akan tetapi juga dapat ‘mengalaminya’ sendiri dan kemudian tidak hidup berpisah dengan rakyatnya."

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image