Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tatang Hidayat

350 Tahun Berjihad Fii Sabilillah Melawan Penjajahan Bangsa Asing

Sejarah | Tuesday, 02 Aug 2022, 14:29 WIB
Perang Belanda di Aceh (Sumber Gambar : marjinal.id)
Perang Belanda di Aceh (Sumber Gambar : marjinal.id)

Oleh : Tatang Hidayat (Pegiat Student Rihlah Indonesia)

Benarkah Indonesia dijajah 350 tahun ? Narasi ini perlu kita koreksi, coba perhatikan awal mula kedatangan bangsa asing Eropa ke Nusantara itu diawali dari perubahan politik dunia.

Diawali Konstantinopel (1204 M), Penghancuran Konstantinopel oleh Salibis Eropa Barat, selanjutnya Jerussalem (1187 M), Shalahuddin Al-Ayyubi Melibas Pasukan Salib di Hiththin lalu Byzantium (1453), Sultan Muhammad Al Fatih membebaskan Konstantinopel.

Nestapa Andalusia (1492), Runtuhnya Daulah Islam Terakhir Bani Umayyah di Spanyol lahirlah Perjanjian Tordesillas (1494), Awal mula Imperialisme dan Kolonialisme kemudian Imperium Khatolik Roma (1517 M), Pecahnya Nasrani menjadi Khatolik dan Protestan.

Bangkitnya kerajaan-kerajaan kristen eropa barat seperti Kerajaan Khatolik Portugis, Kerajaan Protestan Belanda, Kerajaan Anglikan Inggris dan Kerajaan Khatolik Prancis.

Pada 1511 saat Alfonso De Alberqueque menaklukan Malaka, umat Islam di Nusantara tidak tinggal diam dan langsung memberikan reaksi. Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon, Kesultanan Banten, Kesultanan Palembang, Kesultanan Jambi, Kesultanan Aceh bereaksi dan berkoalisi untuk menggempur Portugis di Malaka.

Kesultanan Demak dibawah kepemimpinan putra mahkota Sultan Pati Unus dan panglima perangnya yakni Syaikh Ja’far Shodiq atau yang dikenal Sunan Kudus langsung bereaksi ketika Portugis datang ke Malaka, Kesultanan-Kesultanan di Nusantara langsung melawan.

Perlawanan Jihad fii Sabilillah sejak Pati Unus 1511 sampai 1945 lebih 350 tahun itu tidak pernah padam di nusantara hanya berganti lokasi, dan kepemimpinan dari generasi ke generasi.

1527 Sunan Fatahilah menghantam Portugis di Sunda Kalapa. Ali Mughayat Syah di Aceh berhasil mengusir Portugis. Di Tidore dan Ternate ada Sultan Hairun dan Baabulah Datuk Sah menggempur Portugis hingga mereka terusir.

Abad berikutnya VOC dan Pemerintah Kolonial Belanda mengganti Portugis dan menancapkan kolonialisasinya lewat VOC di Batavia, Susuhunan Agung Hanyokrokusumo atau yang lebih dikenal Sultan Agung Hanyokrokusumo tidak tinggal diam dan menggempur VOC 2 kali pada 1628 dan 1629.

Jihad fii Sabilillah di Nusantara tidak berhenti, hampir semua bereaksi karena mereka tahu ada aksi kekayaan, kejayaan dan penyebaran agama kristen, sehingga kesultanan Islam bereraksi. Penjajah bangsa asing itu ada misi dalam segala segi seperti ekonomi, kedaulatan, politik dan dari segi keimanan, maka mereka terus melakukan perlawanan tidak pernah padam. Kita bisa buktikan sebagai berikut :

Perlawanan Jihad fii Sabilillah Kaum Muslimin Nusantara Melawan Penjajahan Barat (Abad 9-14 H / 15 -20 M)

Perlawanan Jihad Fii Sabilillah Kaum Muslimin Melayu – Nusantara Barat : Malaka, Sumatera, dan Kepulauan Riau

Kesultanan Malaka (916 H / 1511 M), Sultan Mahmud Syah Melawan Portugis

Samudera Pasai (9-14 H / 15-20 M), Perjuangan para Sultan, Ulama, dan Umat Islam melawan penjajahan Portugis

Kesultanan Aceh (1507 - 1530 M), Sultan Ali Mughayat Syah Berjihad melawan Khatolik Portugis

Kesultanan Aceh (1563 - 1571 M), Sultan Alauddin Riayat Syah Berjihad memerangi Portugis

Kesultanan Aceh (1607 – 1639 M), Sultan Iskandar Muda berjihad Melawan Eropa

Kepulauan Riau (1723 – 1744 M), Sultan Abdul Jalil berjihad Melawan Belanda

Minangkabau (1821 – 1837 M), Imam Bonjol berjihad melawan Belanda

Perang Padri I (1821 – 1825 M) Tuanku Pasaman berjihad melawan Belanda

Perang Padri II (1825 – 1830 M), Tuanku Imam Bonjol berjihad melawan Belanda

Perang Padri III (1830 – 1837 M), Tuanku Imam Bonjol berjihad melawan Belanda

Perang Sabil (1873 – 1912 M), Umat Islam Aceh berjihad melawan Belanda

Kesultanan Aceh (1873 M), Sultan Mahmud Syah II Berjihad Melawan Penjajah Belanda

Kesultanan Aceh (1910), Cut Nyak Dien Berjihad Melawan Belanda

Kesultanan Palembang (1811-1821 M), Sultan Mahmud Badaruddin II Berjihad Melawan Inggris dan Belanda

Batak (1878-1907 M), Si Singamangaraja Berjihad Melawan Belanda

Perlawanan Jihad Fii Sabilillah Kaum Muslimin Pulau Jawa (Abad 9-14 H /15-20 M)

Kesultanan Demak (1512-1518), Serangan Sultan Fattah Terhadap Portugis di Malaka

Kesultanan Demak (1521 M), Serangan Pati Unus Terhadap Portugis di Malaka

Kesultanan Demak (1527 M), Serangan Fatahillah Terhadap Potrugis di Sunda Kalapa

Kesultanan Demak (1546 M), Serangan Sultan Trenggono Terhadap Kerajaan Syiwo-Budha di Pasuruan

Kesultanan Demak (1546 - 1549 M), Sunan Prawoto Ingin Menjadi Segundo Tuco

Kesultanan Mataram Islam (1628 M), Serangan Sultan Agung terhadap VOC di Batavia

Kesultanan Banten (1651 – 1682 M), Sultan Agung Tirtayasa Berjihad Melawan Belanda

Mataram Islam (1672 – 1680 M), Perjuangan Trunojoyo melawan Amangkurat I dan II

Mataram Islam (1683 – 1706 M), Untung Suropati Berjihad Melawan VOC Belanda

Perlawanan Jampang (1703 – 1707), Haji Prawatasari asal Jampang berjihad Melawan VOC

Surakarta dan Yogyakarta (1749 – 1755 M), Pangeran Mangkubumi dan Mas Said Melawan VOC Belanda

Perang Nasional Kedongdong (1802 – 1919), Ki Bagus Rangin dan Santri-Santri Cirebon Berjihad Melawan Pemerintah Kolonial Belanda

Perang Jawa (1825 – 1830 M), Pangeran Diponegoro Berjihad Melawan Belanda

Perlawanan Jihad Fii Sabilillah Kaum Muslimin di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Filipina, Papua dan Nusa Tenggara (Abad 9-14 H/15-20 M)

Perang Banjar (1859 M), Pangeran Antasari Berjihad Melawan Penjajah

Perang Makassar (1666-1669 M), Sultan Hasanuddin Berjihad Melawan Penjajah Belanda

Maluku (1521), Umat Islam Maluku Berjihad Melawan Spanyol

Kesultanan Ternate (1565 – 1570 M), Sultan Khairun Berjihad Melawan Khatolik Portugis

Kesultanan Ternate (1570 - 1575 M), Sultan Baabulah Berjihad Melawan Khatolik Portugis

Kesultanan Tidore (1797 – 1805 M), Sultan Nuku Muhammad Berjihad Melawan Belanda

Saparua (1817 M), Pattimura Berjihad Melawan VOC Belanda

Kerajaan Islam Brunei (1521 – 1645 M), Jihad Umat Islam Melawan Penjajah Spanyol

Mindanao (1500 M), Berdirinya Kesultanan Sulu

Mindanao dan Sulu (1521 M), Bangsa Muslim Moro Berjihad Melawan Katholik Spanyol

Luzon (1546 M), Pasukan Islam Luzon Melawan Syiwo-Budho di Pasuruan

Papua (Abad 16 M), Berdirinya Kerajaan-Kerajaan Islam

Nusa Tenggara (Abad 16 M), Berdirinya Kerajaan-Kerajaan Islam

Timor Leste Dikuasai Portugis (1512 M)

Narasi ini penting untuk diluruskan, bahwa bangsa kita tidak pernah dijajah 350 tahun, tetapi bangsa kita 350 tahun berjihad fii Sabilillah melawan penjajahan bangsa asing.

Jika kita mengakui narasi bahwa bangsa kita dijajah 350 tahun, kadang kadang kita terpengaruh cerita, dan membayangkan para pendahulu kita, leluhur kita, kakek kita itu nyembah nyembah, bodoh-bodoh, dan lemah-lemah. Padahal leluhur kita angkat senjata, kita melawan, sehingga jazirah nusantara dari ujung barat hingga timur disuburkan dengan jutaan liter darah syuhada.

Suburnya darah syuhada memberikan keajaiban terhadap negeri kita. Negara itu kalau dijajah biasanya kalau penjajah pergi, dari negara besar bisa pecah kecil-kecil, bandingkan di timur tengah ketika Kekhalifahan Utsmani kalah perang, Timur Tengah menjadi pecah beberapa negara dan batas negaranya garis garis lurus, karena itu dibagi bagi oleh para penjajah dan ditumbuhkan semngat sekulerisme nasionalisme supaya tidak bisa bersatu.

Namun kita bandingkan dengan bangsa kita, Indonesia yang awalnya terdiri dari puluhan kesultanan, bisa bersatu dan wilayahnya lebih besar daripada asal, ini betul betul atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong dengan keinginan luhur, keinginan luhur itu semangat jihad.

Sejak Sultan Pati Unus menggempur Portugis di Malaka sampai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Jihad Fii Sabilillah tidak pernah padam di jazirah Nusantara, patah tumbuh hilang berganti, mati satu tumbuh seribu.

Bagaimana cara kesultanan-kesultanan berkoordinasi dengan jarak yang jauh bisa kompak dengan visi yang sama, sulit menjawab elemen apa yang bisa mengikat kesultanan-kesultanan mau bergabung dan menjadi Indonesia kecuali nilai Islam dan toleransi yang besar dari tokoh tokoh Islam. Wallohu ‘alam bi al-Shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image