Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Giyoto

Satiyar, Dari Tukang Bengkel Sepeda, Untuk Calon Pendidik Tunas Bangsa

Guru Menulis | Wednesday, 27 Jul 2022, 12:23 WIB

Satiyar,

Dari Tukang Bengkel Sepeda, Untuk Calon Pendidik Tunas Bangsa

oleh: Giyoto

Kesadaran bahwa pendidikan begitu penting bagi anak-anaknya dan kewajiban menuntut ilmu menjadi penyemangat bagi Satiyar Wiharjo atau sering dipanggil Pak Satiyar untuk memperjuangkan keinginan anaknya menjadi calon guru. Tak mengenal apa pekerjaan yang ia lakoni dan tak perduli berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk membiayai sekolah anaknya.

Sejak tahun 2012, anaknya mulai duduk dibangku perkuliahan. Bermodalkan hasil bengkel sepedanya yang dirintis sejak belasan tahun lalu, ia mampu memasok kebutuhan biaya yang harus dibayarnya. Mulai dari pembayaran SPP jurusan Pendidikan Matematika yang lumayan mahal, semua pembayaran di kampus hingga keperluan kuliahnya.

Satiyar adalah seorang tukang bengkel sepeda di pingir Jalan Raya Jogja-Magelang. Umurnya yang sudah setengah abad tak mengahalangi niat baik anaknya untuk menuntut ilmu. Dia tak pernah bosan menjalankan rutinitas yang sudah lama ia lakoni sejak masa remaja. Mulai buka bengkel sepeda pada saat matahari mulai menampakkan dirinya hingga tenggelam di sore hari.

“Begitulah rutinitas saya setiap hari, kami tak menyebutnya buka bengkel melainkan ke kantor. Bukan hanya orang kota saja yang ke kantor. Bengkel seperti saya juga ke kantor, yakni bengkel sendiri jadi bos di rumah sendiri,” ucapnya dengan sedikit tawa.

Bapak beranak dua ini tak ingin nasib anaknya berakhir seperti dirinya yang harus puas sekolah sampai jenjang STM jurusan perbengkelan (sekarang SMK) lantaran keterbatasan dana. Ia memang lahir dari keluarga miskin pasangan petani Warto Dinomo(alm) dan Darmi. Semua pekerjaan ia lakoni untuk menutupi biaya hidupnya. Mulai menjadi petani, tukang panggul gabah hingga menjadi makelar gabah di desanya.

Jika bengkel lain akan kaya dengan hasil kerjanya, tidak dengan bapak yang satu ini. Pekerjaan yang dilakoninya sebagai tukang bengkel di desanya menuntutnya untuk berhutang demi menutupi pembayaran onderdil yang diperlukan untuk bengkelnya. Membuka bengkel sepeda dipinggir jalan tidak serta merta membuat usahanya lancar. Akan tetapi, tak jarang juga ia mengalami kerugian bahkan di umpat dan dicaci oleh pemilik sepeda yang membengkelkan di tempat Pak Satiyar.

Baginya, tak gampang menjadi seorang bengkel sepeda. Ia harus mampu memutar otak agar pelayanannya bisa memuaskan dan dapat mencukupi semua kebutuhan hidup. Meskipun bengkelnya tak pernah sepi, tetapi sebenarnya keuntungan yang didapatkannya tak sebanding dengan modal yang dia keluarkan.

Arti Penting Pendidikan

Meskipun ia hanya seorang petani, tetapi dia begitu mengerti akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya. Ia paham bahwa perkembangan dunia tidak dapat dipungkiri akan bertambah maju. Jika anak-anaknya tidak mengenyam pendidikan, maka akan jauh tertinggal di belakang. Ini semua dilakukannya lantaran memang sudah kewajibannya sebagai orang tua untuk menyekolahkan anaknya.

Kalau orang di desanya memilih untuk mencukupkan pendidikan anaknya sampai bangku sekolah menengah atas, tidak dengan Pak Satiyar, sapaan akrabnya. Pak Satiyar begitu miris melihat realitas apa yang terjadi didesanya. Padahal menurutnya kalau dilihat dari sisi ekonomi, mereka lebih mampu bahkan berlebih jika mau menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi.

Sedikit bercerita tentang keadaan kampungnya, Pak Satiyar mengatakan bahwa dari ratusan anak muda di desa, bisa diitung dengan jari yang mau meneruskan pendidikannya dan tau arti pentingnya pendidikan. Sebagian dari orang tua masih belum mengerti akan pentingnya menuntut ilmu, begitu juga dengan anak-anaknya. Yang terlintas dipikiran masyarakat hanya bagaimana mendapatkan kerja bermodalkan ijazah SMA.

Bahkan masyarakat sudah pesimis terlebih dahulu tidak akan mampu menyelesaikan administrasi pembayaran selama sekolah. “Padahal, kalau mereka niat dan mau pasti akan dipermudah jalannya oleh Allah, rezeki itu sudah ada yang mengatur, apalagi buat pendidikan ada saja rezeki yang datang ketika tiba waktu pembayaran” ujarnya dengan yakin.

Pak Satiyar begitu bersyukur anak-anaknya mengerti akan pentingnya pendidikan. Ia hanya perlu mendukung dan mendoakan. Sosok yang begitu ramah ini tak ingin apa yang ia alami dialami pula oleh anaknya. Ia berusaha sekuat tenaga bahkan rela mengorbankan apapun demi anaknya. Satu hal yang dipikirkannya hanyalah bagaimana mencari rezeki yang barokah untuk membiayai anak-anaknya sekolah. Tak peduli bagaimana keadaan tembok rumah yang mulai mengelupas, tak peduli atap rumah yang mulai bocor dan tak peduli betapa tuanya motor yang menemani aktivitasnya sehari-hari. Baginya kalau semua masih bisa digunakan, ia tidak akan mengganti dengan yang baru.

Pandangannya Tentang Guru

Satiyar sebagai sosok ayah sekaligus kepala keluarga tak memaksakan anaknya untuk mengikuti kehendaknya dalam menentukan masa depan. Ia percayakah semua masa depan kepada anaknya masing-masing. Karena menurutnya, yang akan menjalani kehidupan itu anaknya bukan dirinya, ia hanya perlu mengarahkan serta mendoakan apa yang dilakukan anaknya untuk meraih masa depan yang diinginkan.

Termasuk pilihan yang dijalankan putri kedua-nya yang memilih untuk menggeluti dunia pendidik. Sebenarnya Pak Satiyar kurang setuju dengan pilihan anaknya, akan tetapi ia sadar bahwa bidang itu yang diminati putrinya. Baginya menjadi seorang guru itu cukup berat, seorang guru harus terus dan terus belajar. Seorang guru harus dituntut mencerdaskan anak bangsa.

“Sebenarnya saya lebih setuju kelak anak saya menjadi seorang perawat lantaran ia seorang perempuan,” ucap pria ramah ini. Namun, ia sadar tak mungkin ia memaksakan kehendaknya. Ia begitu menyayangi putra-putrinya dengan caranya sendiri. Sosok ayah satu ini membiarkan anaknya untuk menempuh jalan kesuksesannya masing-masing. Entah apa yang bakal dilakukan anaknya, asalkan itu pekerjaan yang halal dengan sepenuh hati orang tua akan mendukung dan senantiasa mendoakan.

”Kita tak akan tau apa yang akan terjadi dimasa depan, yang terpenting sekarang kita berusaha dan berdoa. Semua sudah ada yang mengatur, Mas,” tukas Pak Satiyar dengan yakin dan mantap.

Mengakhiri ceritanya, sebagai orang tua ia berharap dimanapun kedua puterinya berada, kelak anak-anaknya mampu mengamalkan ilmu yang diperolehnya saat ini untuk turut memajukan bangsa dan negara. Ia berharap kelak anaknya akan bermanfaat bagi masyarakat. Sebab ia percaya bahwa sebaik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lainnya.

***

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image