Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Humas Bapas Lahat

Bapas Lahat Kemenkumham Sumsel: Anak Perlu Perlindungan Khusus

Eduaksi | Monday, 25 Jul 2022, 12:45 WIB

KEPALA Bapas Lahat Kemenkumham Sumsel, Perimansyah melalui Kasubsi Bimbingan Klien Anak, Rinaldi Ahmad mengatakan, sudah selayaknya anak tak terkecuali Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) mendapatkan perlindungan khusus sejak penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di depan pengadilan serta pelaksanaan putusan pengadilan. Hal ini disampaikan usai menghadiri undangan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kabupaten Lahat berupa kegiatan "Advokasi Kebijakan Program dan Pencegahan Kekerasan terhadap Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus", Senin (25/7/2022).

Dikatakan, tingginya angka kejahatan yang dilakukan oleh anak dapat membawa dampak bagi semakin besarnya anak yang masuk dalam proses peradilan pidana. Dalam proses peradilan pidana, sebagian besar anak pelaku tindak pidana menjalani

penahanan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) dan selanjutnya divonis menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS). Jumlah LAPAS anak saat ini masih sangat kurang jika dibandingkan dengan jumlah kasus anak yang berhadapan dengan hukum, akibatnya anak yang ditahan atau narapidana yang terpaksa harus tinggal satu area dengan tahanan/ narapidana dewasa.

"Kondisi tersebut membawa implikasi buruk terhadap perkembangan anak," jelas Rinaldi.

Dalam hal ini ABH tidak hanya sebagai pelaku, tapi juga sebagai korban kesalahan pola asuh dan lemahnya pengawasan orang tua, keluarga dan lingkungan sekitar. Untuk itu, bagaimanapun alasannya, penanganan ABH sebaiknya disertai dengan tindakan yang optimal untuk mencari keadilan yang terbaik bagi anak. Tindakan pidana merupakan langkah paling akhir yang dapat diambil dalam keadaan terpaksa. Jika penahanan terhadap seorang anak terpaksa dilakukan dengan alasan yang kuat, maka hal itu hanya dilakukan dalam waktu yang singkat dan tidak boleh menghambat hak-hak anak, misalnya: hak pengasuhan, hak kesehatan, dan hak pendidikan.

Pemenjaraan ABH bukanlah solusi yang tepat terhadap permasalahan ABH. Keadilan restoratif mengharuskan ABH ditempatkan di lembaga khusus anak seperti Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) atau Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) bagi pelaku dan Rumah Perlindungan Sosial (RPS) atau Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) bagi saksi/korban. Namun keberadaan lembaga ini masih sangat terbatas jumlahnya. Belum semua provinsi di Indonesia memiliki lembaga terkait karena masih minimnya kesiapan daerah dan terbatasnya anggaran.

Perlindungan terhadap ABH sudah sangat mendesak dan perlu menjadi perhatian semua pihak. Selama ini kebijakan-kebijakan yang ada memang belum sepenuhnya memihak pada kepentingan terbaik bagi anak. Masih ada celah-celah yang harus diperbaiki agar pelaksanaan perlindungan terhadap ABH. Langkah-langkah dan berbagai upaya harus dilakukan dalam rangka menyelamatkan para ABH sebagai generasi muda penerus pembangunan bangsa.

Upaya restorative justice diwujudkan ketika semua komponen duduk bersama merumuskan secara kolektif cara mengatasi konsekuensi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak dan implikasinya. Upaya tersebut dilakukan sebagai dasar nilai-nilai tradisional komunitas yang positif dan sanksi-sanksi yang diterapkan atau dilaksanakan harus selalu menghargai hak asasi manusia dalam hal ini tidak mengabaikan hak-hak anak.

Secara umum kegiatan ini dimaksud sebagai bentuk komitmen dan upaya pencegahan kekerasan terhadap anak di Kabupaten Lahat. Tindak kekerasan terhadap anak pun merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Karena kompleksnya perlindungan anak korban kekerasan ini maka diperlukan kasadaran dan peran serta seluruh lapisan masyarakat, baik penyelenggara negara dan aparat penegak hukum maupun unsur masyarakat lainnya. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image