Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Cyrilla Khairunnisa

Penyandang Disabilitas Bukanlah Objek Inspirasi

Eduaksi | Sunday, 24 Jul 2022, 15:35 WIB

“Walau mata menggelap, jangan biarkan gelora terlelap. Walau suara terdengar samar, jangan biarkan semangat pudar. Walau lisan terbata, jangan biarkan cita-citasirna. Jika langkah susah, jangan menjadi payah. Kesempurnaan adalah kemudahan dan disabilitas adalah keistimewaan” berikut ucapan yang disampaikan oleh salah seorang penyandang disabilitas sekaligus mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Giri Trisno Putra Sambada. Kerap kali kehadiran penyandang disabilitas di sekitar kita memberikan kita banyak arti akan pentingnya bersyukur akan kemudahan atas yang kita miliki saat ini.

Sumber Foto : Akun resmi twitter UGM https://twitter.com/UGMYogyakarta?ref_src=twsrc%5Egoogle%7Ctwcamp%5Eserp%7Ctwgr%5Eauthor

Tak jarang pula, mereka kerap kali kita jadikan sebuah inspirasi akan segala hal yang akan kita lakukan kedepannya. Menjadikan penyandang disabilitas sebagai objek inspirasi apabila kita kaji lebih dalam lagi akan terdapat dua sisi yang berbeda layaknya pisau bermata dua. Sebenarnya semua bergantung dengan bagaimana tanggapan masing-masing individu dalam menyikapi hal tersebut. Namun, pada tulisan saya ini saya ingin memberikan sedikit gambaran pada masyarakat luas bagaimana sisi lain dari penggambaran penyandang disabilitas sebagai suatu hal yang dijadikan inspirasi.

Penggambaran penyandang disabilitas sebagai suatu objek inspirasi nampaknya belum banyak dijadikan perhatian oleh sebagian orang. Tanpa saya sadari, saya sendiri pun mungkin masih melakukan hal tersebut di keseharian saya. Kebiasaan masyarakat yang mengubah orang cacat menjadi "objek inspirasi" perlu menjadi urgensi sendiri karena kebiasan ini bukan suatu kebiasaan yang patut kita langgengkan.

Saya pribadi menganggap apabila kita memandang penyandang disabilitas sebagai suatu inspirasi memperlihatkan bahwasanya hidup penyandang disabilitas merupakan sebuah tragedi yang diilustrasikan dengan masa depan yang tidak menjanjikan kebahagiaan karena kekurangan yang mereka miliki. Sering kali hal tersebut juga mendorong stigma bahwasanya penyandang disabilitas tidak dianggap sebagai manusia "nyata" atau manusia seutuhnya dan mereka tidak akan pernah tahu cinta.

Ketika orang asing yang tidak tahu apa-apa tentang seorang penyandang disabilitas dan mereka tiba-tiba memberi tahu bahwa penyandang disabilitas inspirasional diibaratkan layaknya mereka heran dengan penyandang disabilitas tidak bersembunyi di rumah menangisi keadaan malang yang dialaminya. Terkadang secara tidak langsung, hal ini juga didefinisikan layaknya kalimat “Kamu sangat berani keluar dan berkeliling. Saya tidak bisa melakukannya. Aku mungkin ingin bunuh diri.”

Model sosial sebagai kebiasaan masyarakat memandang penyandang disabilitas sebagai suatu objek inspirasional juga memperlihatkan suatu rasa belas kasih. Namun, rasa belas kasih ini akan berujung pada hal yang berbeda apabila kita terus membiasakannya. kasihan ini ternyata jika dilihat lebih dalam lagi terkandung perasaan tidak manusiawi. Perasaan ini membuat penyandang disabilitas sebagai objek belas kasihan merasa bahwa mereka ini “lain” atau mereka merupakan bagian “kurang dari”.

Si pemberi kasihan pun pasti memiliki sedikit perasaan senang karena mereka tidak seperti penyandang disabilitas tersebut yang mungkin memang terlihat samar. Kadang pula ini mendorong suatu pesan layaknya “Berikan uang untuk bersyukur kepada Tuhan bahwa anak-anak Anda tidak seperti orang malang ini”. Kasihan mengobjektifikasi penyandang disabilitas dan menghapus individualitas penyandang disabilitas. Tidak ada empati dalam belas kasihan.

Tidak ada identifikasi dengan orang lain. Jika ada identifikasi, semua harus mengakui bahwa tidak ada perbedaan antara penyandang cacat dan tidak. Kita semua memiliki tubuh manusia yang sama, terbuat dari daging dan darah, dengan tulang yang patah dan organ yang rusak. Kecacatan hanyalah bagian normal dari pengalaman manusia, dan karakteristik umum dari umur normal.

Ketika membicarakan model sosial ini, kerap kali masyarakat bersimpati pada penyandang disabilitas sang sosok inspirasi yang mereka anggap dapat terselesaikan dengan penyembuhan. Namun disisi lain, hal ini dianggap oleh sebagian penyandang disabilitas sebagai harapan palsu, ketika kondisi tertentu jelas permanen. Ini mendorong orang untuk menunda hidup mereka.

Kita semua perlu menjalani hidup kita pada saat ini. Yang dibutuhkan penyandang disabilitas saat ini hingga kedepannya merupakan layanan dan dukungan, akses, kesempatan yang sama sekarang. Menginternalisasi pendapat umum bahwa, jika tidak ada penyembuhan, hidup akan menyedihkan dan menyedihkan adalah hal yang sangat merusak. Saya tidak menentang penelitian untuk mengobati dan menyembuhkan penyakit.

Namun, saya ingin memastikan uang pembayar pajak tidak hanya digunakan untuk penelitian medis tetapi juga untuk membuat dunia lebih ramah dan menyambut penyandang disabilitas yang tidak akan disembuhkan. Kendati demikian, kita semua perlu saling memahami bahwasanya perbedaan yang hadir di antara kita memang sesuatu yang patut kita syukuri.

Mungkin tanpa hadirnya perbedaan ini tidak akan timbul adanya perasaan bertoleransi di sekitar kita. Namun, perlu kita garis bawahi juga bahwasanya kebiasaan menganggap penyandang disabilitas sebagai manusia yang berbeda juga bukanlah hal yang perlu kita langgengkan. Menjadikan penyandang disabilitas sebagai objek inspirasi juga mungkin sah-sah saja bagi sebagian orang tetapi ada baiknya untuk perlu saling memahami akan perasaan satu dengan yang lainnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image