Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ayu Deswanti Rio Dingin

Pelajar Bunuh Diri, Butuh Solusi Hakiki

Agama | Thursday, 21 Jul 2022, 11:19 WIB

Semakin hari, tren bunuh diri semakin digandrungi oleh generasi. Seolah nyawa tiada berharga sama sekali. Saat masalah menghampiri, jalan pintasnya bunuh diri.

Seperti yang terjadi pada seorang siswi di Semarang. Yang ber-nazar jika berhasil masuk PTN impiannya, dia akan memberikan bantuan santunan kepada anak yatim. Sedangkan jika tidak diterima, dia akan suicide (bunuh diri). Mengetahui hasilnya gagal, dia pun memenuhi nazar-nya. Dia memutuskan mengakhiri hidupnya secara tragis dengan menenggak alkohol dan semua obat yang diberi psikiater.

Kisah ini hanya satu contoh dari sekian banyaknya kasus bunuh diri. Dengan alasan dan penyebab kematian yang bervariasi. Ada yang karena putus cinta, diselingkuhi pacarnya, stres sekolah daring saat pandemi, terbebani dengan banyaknya tugas sekolah, hingga depresi 7 tahun tak kunjung lulus kuliah.

Remaja Bersumbu Pendek

Peningkatan kasus bunuh diri menandakan para remaja yang sakit mental. Secara fisik mungkin terlihat baik-baik saja, namun jiwa-jiwa mereka sangatlah rapuh. Mereka mudah goyah bahkan dengan masalah yang sepele.

Usia remaja semestinya telah mencapai tingkat kematangan akal. Sehingga mampu membedakan mana sikap yang benar dan salah. Mana pilihan yang logis dan mana yang absurd.

Sekaligus menunjukkan perilaku yang tepat saat berada dalam situasi konflik. Baik itu dengan mencari jalan keluar terbaik maupun berusaha mengendalikan emosinya. Bukan dengan sikap gegabah yang inginnya masalah bisa segera tuntas. Akhirnya, mereka menempuh cara-cara instan agar cepat tenang di tengah kondisi yang tidak mengenakkan. Seperti, mengonsumsi pil penenang, merokok, narkoba, mabuk-mabukan, hingga berani meregang nyawa.

Buah Pendidikan Sekuler

Potret buram generasi kini menghantui negeri. Gambaran masa depan gemilang hanyalah tinggal angan-angan. Perubahan negeri mustahil terwujud dalam genggaman generasi yang sakit.

Sebab, letak masalah bukan pada generasi semata. Melainkan akibat yang sistematis dari penerapan sistem pendidikan saat ini. Dalam praktik pendidikan, remaja hanya dicekoki materi-materi pelajaran. Mereka dipaksa untuk menelannya dalam sekali gigitan. Segala bidang ilmu dipelajari, dihafalkan, untuk kemudian diujiankan.

Ditambah lagi antrean tugas-tugas sekolah yang harus dikerjakan. Sistem penilaian mutlak berdasar hasil tugas dan ujian semata. Di satu sisi, mereka juga terbebani dengan lamanya jam sekolah. Tidakkah mereka lebih terlihat seperti kuli bukan pelajar?

Inilah realita sistem pendidikan sekuler. Berusaha menjauhkan para pelajar dari nilai-nilai agama dan akhlak. Mereka disibukkan mengejar pengetahuan duniawi. Yang ternyata tidak mampu membentuk karakter khas dalam diri mereka. Bahkan terasa hambar karena tidak dilandasi keimanan.

Pada saat yang bersamaan, mereka juga digempur oleh serangan liberalisasi budaya. Seperti, lifestyle hedonis, pacaran, melawan guru dan orang tua, serta masifnya konten-konten pornografi dan pornoaksi.

Akhirnya, mereka akan terseret arus karena tidak memiliki landasan akidah yang kuat. Mereka disetir oleh hawa nafsu dan termakan bujuk rayu setan. Maka, disaat kenyataan tak sesuai harapan, mereka sangat mudah tertekan. Sampai berpikiran dangkal, "lebih baik mati, daripada hidup sulit begini." Sungguh, mereka yang paham agama mustahil melakukan perbuatan serendah ini.

Islam Melahirkan Generasi Cemerlang

Aksi bunuh diri tidaklah dibenarkan atas dalih apapun. Sebab, alih-alih lepas dari masalah, bunuh diri malah menambah masalah yang lebih besar. Berharap bisa tenang, kenyataannya justru akan ketakutan saat menghadapi pengadilan akhirat kelak.

“Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, ia akan diadzab dengan itu di hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam Islam, bunuh diri hukumnya haram. Bahkan termasuk dosa besar yang paling buruk. Dan kelak akan dimasukkan ke dalam neraka.

Tentu, paradigma Islam sangat berbeda dengan sistem sekuler. Islam memiliki tolok ukur dalam menilai baik buruk suatu perbuatan, yaitu berlandaskan Al-quran dan As-sunah. Ketika menghadapi tekanan hidup bukan lantas mengedepankan hawa nafsu. Namun, mengendalikannya sesuai tuntunan wahyu.

Sistem pendidikan berbasis Islam yang tegak di atas akidah mampu melahirkan generasi yang tunduk kepada Allah Azza Wa Jalla. Orientasi pendidikan diarahkan sebagai bentuk ibadah dan semata mengharap ridho-Nya. Para pelajar digembleng dengan ilmu-ilmu syar'i. Tak luput pula ilmu pengetahuan lainnya. Mereka berupaya menuntut ilmu sebagai bekal untuk kehidupan akhirat kelak. Sekaligus menyadari betul posisi strategisnya selaku agent of change. Dengan mengamalkan ilmu agar bermanfaat dan berkontribusi bagi kemajuan peradaban manusia.

Hanya sistem Islam yang mampu menyehatkan jiwa para remaja dan menghindarkannya dari kebebasan berperilaku. Di tangan Islam lah akan terlahir generasi-generasi bertakwa, ber-akhlaqul karimah, dan berpikiran cemerlang. Semoga tidak lama lagi akan segera terwujud.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image