Haji yang Tertunda: Amankah Uang Jamaah di Tangan BPKH?
Lomba | 2021-11-17 21:51:46Ali Topan (48 tahun), warga Surabaya, Jawa Timur, sudah menanti sekira 10 tahun untuk bisa menunaikan rukun Islam kelima di tanah suci Makkah. Sedianya ia bakal berangkat pada musim haji 2021. Namun penantiannya kandas usai Menteri Agama Yaqut Cholil Coumas mengumumkan pembatalan keberangkatan haji pada 3 Juni 2021.
Pandemi covid-19 jadi alasan utama mengapa pemerintah mesti mengambil keputusan pahit ini. Yaqut menyebut perkara kesehatan, keselamatan, dan keamanan jamaah mesti menjadi prioritas. Terlebih hingga batas waktu yang ditunggu, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi selaku tuan rumah belum juga membukakan izin penyelengaraan haji.
Ini bukan kali pertama pemerintah membatalkan pemberangkatan haji. Tahun sebelumnya, dengan alasan yang hampir sama Menteri Agama Fahrur Razi juga mengumumkan pembatalan pemberangkatan haji bagi 221 ribu jamaah.
Ali paham menunaikan haji bukan sekadar soal kemampuan, tapi juga panggilan. Ibarat hendak bertamu maka kudu menunggu restu si empunya rumah. Ia berharap pandemi bisa segera teratasi.
âPadahalkan umur seseorang siapa yang tahu. Belum tahu mundurnya sampai kapan, dan belum pasti juga kan waktunya sudah sampai kita masih ada umur,â kata Ali seperti dikutip dari Ihram.co.id, Kamis (3/6/2021)
Pandemi yang menyapu Indonesia sejak kasus pertama ditemukan pada awal Maret 2020 memang bikin banyak urusan jadi runyam. Orang-orang kehilangan pekerjaan, usaha kecil gulung tikar, pengusaha merugi, guru dan orang tua siswa kerepotan menyesuaikan diri dengan pembelajaran daring, hingga rasa kehilangan atas wafatnya orang-orang tercinta.
Pandemi juga bikin kacau perkara ubudiyah kita. Masjid dan rumah-rumah ibadah ditutup, kegiatan-kegiatan keagamaan yang melibatkan massa tak diperbolehkan, hingga puncaknya adalah larangan berangkat ke tanah suci Mekkah.
Pengelolaan Dana Haji Dipertanyakan
Kendati dampak pandemi dalam bentuk pembatalan haji tidak cuma dialami Indonesia, namun tetap saja hal ini memantik berbagai isu miring seputar pengelolaan dana haji.
Saat pembatalan haji diumumkan secara virtual oleh Menteri Agama Fachrul Razi pada 2 Juni 2020 tagar #BalikinDanaHaji meruyak di lini masa Twitter. Tagar itu dipicu kecurigaan bahwa pembatalan haji terjadi bukan semata-mata karena imbas pandemi tapi juga lantaran dana haji digunakan untuk memperkuat rupiah.
Reaksi nyaris serupa juga terjadi saat pemerintah mengumumkan pembatalan haji untuk kedua kalinya pada 3 Juni 2021. Warga maya lekas-lekas menggaungkan tagar #AuditDanaHaji. Lagi-lagi seruan ini dipantik kecurigaan tentang pengelolaan dana haji yang dinilai tidak transparan dan rawan disalahgunakan.
BPKH Menjawab
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bukannya diam mendengar berbagai tudingan miring soal dana haji. Ketua BPKH Anggito Ambimanyu beberapa kali mengklarifikasi sejumlah tuduhan miring terhadap lembaga yang dipimpinnya.
âBerita dana haji dipakai untuk penguatan rupiah itu misleading, kami tidak lakukan (konversi valas) untuk tujuan itu, tidak ada upaya secara langsung ke arah sana,â katan Anggito seperti diberitakan Republika.
Anggito juga merespons permintaan publik soal audit dana haji. Menurutnya BPKH sebagai lembaga negara selalu diaudit secara rutin oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
âPada 2018 hingga 2019, laporan keuangan BPKH mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Untuk laporan keuangan BPKH 2020 sedang proses audit,â kata Anggito dilansir dari situs BPKH.
Anggito meyakinkan masyarakat yang batal haji tidak perlu gusar soal dana yang sudah mereka setorkan. Ia memastikan dalam pengelolaan dana haji tidak ada investasi yang rugi. Selain itu, alokasi investasi dana haji juga tidak ditempatkan pada sektor infrastruktur.
âTidak ada alokasi investasi di infrastruktur, tentu banyak yang menginterpretasikan bahwa ini akan menimbulkan risiko tinggi bagi dana haji,â ucapnya.
âDana haji aman, saldo per Mei 2021 nilainya Rp150 triliun, tidak ada utang akomodasi ke Arab Saudi.â
Bagaimana BPKH Mengelola Dana Haji yang Aman
BPKH dibentuk pada 26 Juli 2017 berdasarkan mandat UU Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Sebelum ada BPKH dana haji yang disetorkan masyarakat awalnya dikelola langsung oleh Kementerian Agama melalui pengelolaan Dana Abadi Umat.
Namun, lantaran menimbulkan kerancuan berupa cakupan tanggung jawab yang terlampau luas dan mekanisme pengelolaan yng belum mumpuni akhirnya dana haji dikelola oleh lembaga tersendiri yakni BPKH.
Bpkh dibentuk dengan tujuan: (1) meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji; (2) meningkatkan rasionalitas dan efisiensi penggunaan biaya penyelenggaraan ibadah haji (bpih); dan (3) meningkatkan manfaat bagi kemaslahatan umat Islam.
Sebagai pengelola dana haji BPKH berwenang menginvestasikan dana yang disetorkan calon jamaah melalui produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya dengan diawasi Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI).
Pengelolaan dana haji dibutuhkan guna menghasilkan cadangan dana setara dua kali biaya penyelenggaraan haji. Beberapa tujuannya agar dana itu bisa dimanfaatkan dalam kondisi tertentu seperti kenaikan biaya penyelenggaraan haji. Yang tidak boleh dilupakan investasi pengelolaan keuangan haji harus berasaskan prinsip syariah, kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan dan akuntabel.
Untuk menjamin keamanan Anggito memastikan investasi dana haji di Bank Syariah telah dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Di sisi lain penempatan dana haji di bank syariah berpeluang mendorong penguatan ekonomi syariah yang diharapkan dapat berkontribusi bagi perekonomian nasional.
âDana haji milik jaman dijamin Lembaga Penjamin Simpanan, jadi terlindungi dari gagal bayar sesuai dengan Surat LPS nomor S-001/DK01/15 Januari 2020,â ujar Anggito.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.