Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Faizal Keliobas

Etika Politik dan Kontestasi Politik 2024

Politik | Wednesday, 13 Jul 2022, 00:07 WIB

Oleh : Faizal Mubarak Keliobas

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Univ Muhammadiyah Jakarta

Hari ini bicara kepemimpinan maka saya rasa tidak terlepas dari karakteristik seorang pemimpin dalam mempengaruhi orang lain, tentang bagaimana seseorang pemimpin dapat mengakomodir sekian banyak masyarakat untuk dapat menerima apa yang menjadi gagasan yang hari ini dihadirkan dengan dalih demi kepentingan bangsa dan Negara. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seorang pemimpin mempunyai peran strategis untuk menopang arah gerak suatu bangsa kedepan. Sebagaiamana yang kita ketahui Bersama pemimpin mempunyai peran besar dalam mewujudkan good governance.

Beberapa tahun kedepan tepatnya di tahun 2024 kita akan dihadapkan dengan kontestasi politik guna menelaah siapa yang layak untuk memimpin bangsa ini kedepan. Apakah dia yang lagi dan lagi hanya mementingkan kepentingan inidividu atau golongan (partai) semata, ataukah muncul sosok baru yang mengerti bahwa urgensi kememipinan saat ini ialah bagaiamana mensejahterakan rakyat, membawa rakyat keluar dari ambang kesengsaraan.

jelang pilpres 2024 terlihat jelas sekat-sekat pembatas pada ruang beretika di masyarakat. Jelas terlihat bahwa pemilu saat ini bukan lagi menjadi pesta demokrasi bagi rakyat, akan tetapi telah menjadi arena pertaruhan bagi parah tokoh -tokoh politik di bangsa ini. Para elit politik hari ini mulai berlomba-lomba menunjukan taringnya sebagai bekal menuju pilpres 2024. Etika pejabat negara/tokoh politik menjadi sorotan pertama yang dikonsumsi oleh publik di media mainstream maupun media sosial. Media sosial memberikan ruang baru kepada publik untuk mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan etika pejabat negara/tokoh politik. Sedikit saja kesalahan dalam bertutur kata atau dalam berbicara misalnya, bisa menjadi hidangan utama dalam perdebatan di ranah dunia maya Terlebih menjelang kontestasi politik, kenikmatan untuk "menyantap" perdebatan terkait etika tadi menjadi hal yang ditunggu-tunggu. Tentu saja kesalahan dalam bertutur kata ini dinikmati oleh lawan politik atau pendukung lawan politik ketika lawan politiknya "terpeleset" dalam berbicara. Tokoh-tokoh politik yang saling berafiliasi biasanya cenderung akan melakukan tindakan yang sama dengan koleganya; mendukung bila benar, dan membela bila salah. Harmonisasi yang ditimbulkan ditujukan supaya publik akan mengira bahwa ada chemistry yang baik antartokoh politik. Saat ini, strategi ini sepertinya mulai ditinggalkan. Para lawan-lawan politik dari pemerintahan yang sedang berjalan misalnya lebih memilih untuk berjuang sendiri-sendiri, walaupun secara garis besar mereka memiliki tujuan yang sama. Dibuat tidak menjadi satu kesatuan agar terlihat majemuk.

sebagai arena kontestasi untuk memilih wakil tidak heran jika partai politik menghalalkan segala strategi untuk mendapatkan suara. Salah satunya melakukan serangkaian agenda politik untuk menjalin hubungan dengan berbagai kekuatan politik agar memberikan dukungan suaranya dalam pemilihan umum. Hal ini dilakukan karena karakteristik di dalam kontestasi politik menyebabkan kompetisi menjadi vis~a~vis yaitu ada pihak yang menang dan mendapatkan kekuasaan dan juga ada yang kalah dan berada diluar kekuasaan

Ambisi seseorang untuk mendapatkan jabatan seringkali mengantarkannya untuk melakukan apapun guna mewujudkannya. Dia akan memobilisasi dana dari manapun sumbernya untuk memperoleh dukungan. Akibatnya, setelah berhasil menduduki jabatan, ia akan melakukan segala cara untuk mengembalikan modal yang telah diinvestasikannya selama kampanye. Inilah salah satu biang korupsi yang menggurita dewasa ini.

Terkait dengan persoalan ambisi jabatan ini, Rasul SAW dalam hadis lain yang diriwayatkan al-Bukhari memprediksikan: “Sesungguhnya kalian semua akan berambisi terhadap jabatan kepemimpinan, padahal jabatan itu kelak akan menimbulkan penyesalan.” Namun, Nabi SAW memberikan pengecualian: “Kecuali jika jabatan itu diambil oleh orang yang layak memangkunya, dan dia mampu melaksanakan jabatan tersebut dengan penuh tanggung jawab.” Figur Pejabat yang Layak Dipilih Pertanyaan sekarang, figur seperti apakah yang selayaknya dipilih? Menurut Ibn Taimiyah, pengangkatan seseorang untuk menduduki jabatan publik haruslah didasarkan kepada alasan bahwa yang bersangkutan adalah figur yang paling layak dan pantas (aslah). Sebab, ia nantinya akan bertugas menangani persoalan masyarakat luas. Kesalahan dalam penyerahan jabatan akan berakibat penderitaan rakyat. Oleh karena itu, berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud di atas, tidak sepatutnya rakyat menyerahkan kekuasaan publik kepada seseorang yang ambisius merebutnya. Berkaitan dengan ini, Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan hadis yang menceritakan orang yang meminta jabatan kepada Rasulullah SAW, lantas beliau menolaknya: “Abu Musa al-Asy’ari berkata: Saya dan dua orang dari kaumku menghadap Rasulullah SAW. Lantas salah seorang dari kami berujar kepada beliau: Wahai Rasulullah, jadikanlah kami ini pemimpin (amir). Sementara yang lain juga mengatakan hal yang sama. Lalu Rasul SAW bersabda: Sesungguhnya kami tidak menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada orang yang meminta dan yang berambisi untuk memperolehnya.”

Oleh karena itu jelang pilpres 2024 nanti semoga ada sosok pemimpin yang benar benar mempunyai niat dan rasa tanggung jawab yang besar untuk membawa kemaslahatan bangsa dan negara.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image