Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image MOH ZULHAM ALSYAHDIAN

BUDAYA LITERASI DAN KEMAJUAN BANGSA

Guru Menulis | 2021-11-11 20:20:07

Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), sebagaimana yang dilansir di website Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebutkan, bahwa Indonesia berada diurutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca! Riset berbeda bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.

Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian dari Program for International Student Assessment (PISA), pada tahun 2019, untuk kategori membaca Indonesia berada pada peringkat 6 dari bawah alias peringkat 74 dari 79 negara. Serta berbagai survey, baik dari dalam maupun luar negeri, seakan akan mengamini kondisi budaya literasi (minat baca) masyarakat Indonesia yang sangat rendah.

Budaya Literasi VS Media Sosial

Di tengah budaya baca yang minim tersebut, sebuah temuan dari lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika.

Ironisnya, meski minat baca buku rendah tapi data wearesocial per Januari 2017 mengungkapkan, bahwa orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari. Tidak heran dalam hal kecerewetan di media sosial, orang Indonesia berada di urutan ke 5 dunia. Bahkan Jakarta, dikategoirkan sebagai kota paling cerewet di dunia maya, karena sepanjang hari, aktivitas kicauan dari akun Twitter yang berdomisili di ibu kota Indonesia ini, paling padat melebihi Tokyo dan New York. Laporan ini berdasarkan hasil riset Semiocast, sebuah lembaga independen di Paris.

Salah satu yang menakjubkan, warga Jakarta tercatat paling cerewet menuangkan segala bentuk unek-unek di Twitter, lebih dari 10 juta tweet setiap hari. Di posisi kedua peringkat dunia kota teraktif di Twitter ialah Tokyo. Menyusul di bawah Negeri Sakura ada London, New York dan Sao Paulo yang juga gemar membagi cerita. Bandung juga masuk ke jajaran kota teraktif di Twitter di posisi enam. Dengan demikian, Indonesia memiliki rekor dua kota yang masuk dalam daftar riset tersebut.

Coba saja bayangkan, ilmu minimalis, malas baca buku, tapi sangat suka menatap layar gadget berjam-jam, ditambah paling cerewet di media sosial pula. Jangan heran jika Indonesia, jadi sasaran empuk untuk info provokasi, hoax, dan fitnah. Kecepatan jari untuk langsung like dan share bahkan melebihi kecepatan otaknya. Padahal informasinya belum tentu benar, provokatif dan bisa memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Membaca Untuk Kemajuan Bangsa

Rendahnya budaya membaca di Indonesia sangatlah memengaruhi kualitas suatu bangsa, sebab dengan rendahnya budaya membaca, kita tidak bisa mengetahui dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan serta informasi di dunia, yang pada akhirnya akan berdampak pada ketertinggalan. Seperti Bangsa Indonesia dengan negara-negara maju lainnya yang pada kenyataannya negara kita ketinggalan dalam masalah ini. Oleh karena itu, untuk dapat mengejar kemajuan yang telah dicapai Jepang dan negara-negara maju lainnya, perlu kita kaji sesuatu yang menjadikan mereka lebih maju. Ternyata mereka lebih unggul di sumber daya manusianya. Budaya membaca mereka telah mendarah daging dan sudah menjadi kebutuhan mutlak dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mengikuti jejak mereka dalam menumbuhkan budaya membaca, sejak dini perlu kita tiru dan kita terapkan pada masyarakat kita, terutama pada tunas-tunas bangsa yang kelak akan mewarisi negeri ini.

Sejarah kemajuan negara-negara di dunia, seperti Jepang, Amerika, Korea dan negara-negara lainnya berawal dari ketekunannya membaca. Mereka tidak pernah puas dengan kemajuan yang telah dicapai sehingga mendorong mereka untuk terus membaca dan membaca. Tidak ada waktu tersisa, kecuali untuk membaca dan bekerja. Ini menunjukkan bahwa betapa besarnya manfaat membaca buku bagi kemajuan suatu bangsa dikarenakan bangsa yang maju adalah bangsa yang mampu menguasai dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dari membaca. Terlebih pada era globalisasi ini, dengan arus deras globalisasi telah menciptakan perubahan sosial yang besar dalam tatanan kehidupan.

Oleh karena itu dapat disimpulkan, bahwa membaca menjadi syarat mutlak untuk mencapai kemajuan dan keunggulan. Dalam istilah lain dapat disimpulkan, bahwa buku dan negara maju sudah menjadi dua hal yang tidak terpisahkan. Jadi, tatkala kita ingin menjadikan negara ini menjadi negara yang maju, maka budaya literasi harus secara massif dilaksanakan. Lihatlah sejarah para founding father negara ini, di mana mereka adalah orang-orang yang tidak hanya seorang sekedar politisi atau pejabat, tapi juga seorang negarawan. Hal ini terjadi karena mereka adalah orang-orang yang secara sadar “bersahabat” dengan buku. Lihat Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir, Tan Malaka, dan lain sebagainya. Bahkan mereka tidak hanya membaca, tetapi juga menulis buku.

Oleh karena budaya literasi yang rendah ini, berimplikasi pada kemampuan pemahaman peserta didik terhadap buku bacaan (teks maupun non teks) yang masih rendah. Sehingga tidak heran, kalau kemudian hasil ujian-ujian yang dilaksanakan pun tidak memberikan hasil yang memuaskan. Oleh karenanya, perlu upaya lebih untuk bisa menanamkan minat baca di kalangan peserta didik. Hal ini penting, sebagai upaya mempersiapkan peserta didik yang memiliki kecerdasan literasi dan (juga) numerasi, sebagaimana yang diharapkan dalam AKM (Assesmen Kompetensi Minumum), yang dalam perencanaanya akan dimulai pada tahun 2021 ini.

Selain itu, dengan kemampuan literasi yang kuat, kita akan bisa mempersiapkan peserta didik menjadi insan-insan, yang memiliki wacana keilmuan yang bagus, dan wawasan yang kaya. Dalam istilah lain, walaupun mereka tinggal di desa, sekalipun (tongkrongan lokal), tapi memiliki wawasan yang menasional bahkan internasional (wawasan global). Inilah makna sebenarnya dari membaca adalah jendela dunia.

Apalagi di dunia digital hari ini, di mana arus informasi yang begitu cepat, dan tanpa batas (borderless), sehingga membuat batas-batas negara menjadi hilang dan tidak relevan lagi, kemampuan literasi ini menjadi penting, untuk menjadikan peserta didik kita memiliki filter untuk bisa menyaring segala informasi yang diterima. Sehingga mereka tidak menjadi korban dari segudang informasi yang berseliweran, terutama di media sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan. Hoax dari para influencer atau buzzer seakan menjadi menu harian yang harus disikapi dengan kritis, cerdas dan bijaksana. Salam dan Bahagia.

Moh Zulham Alsyahdian, S.Hum, M.Pd. Bertugas sebagai Guru di SMP Negeri 1 Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau. Penulis berdomisili di Dusun Duku Desa Kotabaru S Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir. Penulis beralamatkan di Dusun Duku Desa Kotabaru Seberida Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau, Kode Pos 29274. Bisa dihubungi melalui nomor 085271761170 (Telepon atau WhatsApp), atau melalui email: [email protected].

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image