Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fillah Fajar

Infotainment untuk Kualitas Atau Popularitas?

Agama | Saturday, 09 Jul 2022, 09:26 WIB

Kebebasan dalam penyebaran Informasi adalah bentuk keterbukaan negara Indonesia. Banyak stasiun TV yang membuat sebuah program Infotaiment. Program ini memungkinkan kita untuk mengetahui informasi seputar individu-individu atau artis-artis yang sedang disorot oleh masyarakat Indonesia. Infotaiment di Indonesia sudah semakin berkembang. Tujuan semula infotaiment di Indonesia adalah memberikan informasi serta hiburan untuk audience/pemirsa. Tetapi belakangan ini infotaiment kerap memberikan informasi yang sebenarnya tidak perlu diketahui public. Infotaiment kerap memberitakan sebuah informasi yang cenderung banyak mudharatnya. Salah satu contoh terkuatnya adalah membicarakan/menyebarkan sebuah informasi yang berkaitan dengan masalah kehidupan orang lain terutama tokoh public.

Dijelaskan dalam Al-quran bahwa sesuatu yang bersifat menggunjing orang lain, hal tersebut dilarang. Terlebih, jika mencari-cari keburukan orang. Hal tersebut sudah jelas di surat Al-Hujarat ayat 12

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

Yā ayyuhallażīna āmanujtanibụ kaṡīram minaẓ-ẓanni inna ba'ḍaẓ-ẓanni iṡmuw wa lā tajassasụ wa lā yagtab ba'ḍukum ba'ḍā, a yuḥibbu aḥadukum ay ya`kula laḥma akhīhi maitan fa karihtumụh, wattaqullāh, innallāha tawwābur raḥīm

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

Permasalahan ini sebenarnya perlu diperhatikan mengingat program TV harusnya bisa memberikan informasi yang bermanfaat dan mampu mempengaruhi penontonya untuk mampu meningkatkan pengetauhan dan memberdayakan mereka secara tidak langsung. Tetapi yang kebanyakan ditemukan dari penayangan infotaiment hanyalah keasyikan membicarakan masalah orang lain yang tidak sepatutnya disebarkan. Tak sedikit tayangan infotainment mengeksploitasi aib, kejelekan, gosip, kekerasan, perselingkuhan, bahkan tak jarang berisi saling fitnah. Dan tidak jarang akhirnya otomatis terutama kaum wanita menyukai tayangan ini, ditambah jam penayanganya tepat saat seorang wanita dalam artian terutama ibu rumah tangga, tidak ada pilihan lain karna hampir semua stasuin TV menayangkan tayangan ini dan akhirnya menontonya. Jadi sembari bersih-bersih rumah, mereka menjadikan tontonan itu sebagai hiburan. Kemudian diperparah dengan pembahasan tayangan itu dengan teman-temanya yang akhirnya malah menjadi ghibah yang bahkan terkadang informasi yang mereka dapat tidaklah relevan dan akhirnya malah menjadi fitnah dan tersebar luas dari mulut ke mulut. Dengan menyebarnya informasi miring itu malah menjadi semakin ramai dan parah dan akhirnya malah dibahas lagi sama media yang tadi menjadi akar dari permasalahan ini.

Hal ini menjadikan kebanyakan infotaiment yang tujuan awalnya adalah menyebarkan informasi yang bermanfaat, tetapi saat ini infotaiment hanya mementingkan kesenangan masyarakat belaka. Dengan penayangan program ini, masyarakat menjadi terpengaruh untuk ikut membenci/mendholimi tokoh yang dibicarakan padahal tokoh itu tidak ada sangkut pautnya dengan penonton. Karena yang awalnya penonton tidak tahu, akhirnya menjadi tahu dan malah ikut mengurus dan mengomentari kehidupan pribadi orang lain. Yang menjadi pertanyaan adalah, sebenarnya penayangan program ini mengejar kualitas atau hanya popularitas demi keuntungan finansial semata?. Karena pada faktanya dampak dari penayangan ini sangat besar dan banyak pihak yang dirugikan. Yang awal seharusnya permasalahan pribadi seseorang dapat diselesaikan baik-baik, malah menjadi tambah runyam karena ada efek dari pemberitaan masalah pribadi mereka yang berkembang menjadi fitnah. Dan akhirnya terjadi kesalahpahaman. Jika sebuah media memang tetap ingin mengejar kualitas dari pemberitaanya, mengapa tidak memberitakan segala prestasi yang dimiliki oleh objek individu pemberitaanya?. Padahal pemberitaan itu bisa dikemas menjadi lebih menarik dengan mungkin ditambah dengan unsur komedi yang tentunya tidak menjelekkan/menghina pihak yang sedang dibahas. Tidak perlu harus membahas dan mengumbar masalah pribadi mereka untuk menjadi populer dan menaikkan rating televisi. Karena pemberitaan informasi yang disebar akan mempengaruhi persepsi khalayak yang menontonya. Syukur apabila persepsi mereka positif, lain cerita jika persepsi mereka menjadikan citra dari orang yang dibicarakan menjadi jelek. Kalau sudah jelek, kasihan mereka yang dibicarakan. Bahkan sampai bisa menutup rejeki mereka karena bagaimanapun juga yang memperkerjakan mereka memikirkan citra orang tersebut yang dapat mempengaruhi citra sebuah perusahaan tempat dimana mereka bekerja.

Dalam islam, sebuah pemberitaan media yang terutama membicarakan orang lain harus valid dan menghindari segala informasi tentang aib, keburukan, gossip, perselingkuhan, drama, dan lain-lain. Karena pemberitaan ini dapat memicu persepsi yang akhirnya melahirkan sebuah ghibah. dosa ghibah lebih besar daripada zina. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah.

"Ghibah itu lebih berat dari zina. Seorang sahabat bertanya, 'Bagaimana bisa?' Rasulullah SAW menjelaskan, 'Seorang laki-laki yang berzina lalu bertobat, maka Allah bisa langsung menerima tobatnya. Namun pelaku ghibah tidak akan diampuni sampai dimaafkan oleh orang yang dighibahny.,'" (HR. At Thabrani). Apabila kita tidak mengetahui fakta atau kebenaran yang valid mengenai sebuah issue, lebih baik kita mencari informasi nya terlebih dahulu atau sebaik-baiknya adalah diam. Hal ini diperjelas dengan hadist shahih yang berbunyi :

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pada dasarnya dalam Al-quran telah dijelaskan adanya beberapa prinsip-prinsip berkomunikasi. Masalah pemberitaan infotaiment ini bisa dikaitkan dengan 3 dari 6 prinsip komunikasi islam yaitu qaulan sadida, qaulan baligha, dan qaulan ma’rufa.

Qaulan Sadida, yaitu komunikasi dengan perkataan yang benar. Dalam artian bahwa qaulan sadida adalah perkataan yang jujur, faktual/sesuai fakta, dan jujur apa adanya tanpa dilebih-lebihkan. Dalam penyajian berita infotaiment, seharusnya pemberitaan disajikan dengan bahan/informasi yang sebenar-benarnya sesuai fakta, dan tidak dilebih-lebihkan.

Qaulan Baligha, yaitu komunikasi yang dihasilkan akan berdampak baik dengan cara penggunaan kata-kata yang efektkif, dan sesuai dengan audience/pendengar sehingga mudah dimengerti. Penyajian berita infotaiment baiknya direncanakan bagaimana penggunaan bahasa dan perumpamaan yang sesuai dengan penikmat infotaiment untuk dikomsumsi.

Qaulan Ma’rufa, yaitu komunikasi yang menggunakan kata-kata yang baik. Dalam artian bahwaa hal ini menekankan kita untuk berbicara dengan tidak menyakiti/merugikan orang lain. Oleh karena itu mengapa infotaiment harus jujur dalam menyajikan informasi agar tidak menyinggung dan merugikan orang lain.

Sebenarnya membuka aib, kejelekan orang lain, dan apapun yang bersifat pribadi bisa diperbolehkan asalkan terdapat alasan syar’i. seperti kepentingan penegakan hukum, memberantas kemungkaran, memberi peringatan, serta menyampaikan pengaduan atau meminta fatwa. Dijelaskanoleh Imam Nawawi rahimahullah ada enam keadaan yang dibolehkan menyebutkan ‘aib orang lain yaitu

1. Mengadu tindak kezaliman kepada penguasa atau pada pihak yang berwenang.

2. Meminta tolong agar dihilangkan dari suatu perbuatan mungkar dan untuk membuat orang yang berbuat kemungkaran tersebut kembali pada jalan yang benar.

3. Meminta fatwa pada seorang mufti seperti seorang bertanya mufti, “Saudara kandungku telah menzalimiku demikian dan demikian.

4. Mengingatkan kaum muslimin terhadap suatu kejelekan seperti mengungkap jeleknya hafalan seorang perowi hadits.

5. Membicarakan orang yang terang-terangan berbuat maksiat dan bid’ah terhadap maksiat atau bid’ah yang ia lakukan, bukan pada masalah lainnya.

6. Menyebut orang lain dengan sebutan yang ia sudah ma’ruf dengannya seperti menyebutnya si buta. Namun jika ada ucapan yang bagus, itu lebih baik. (Syarh Shahih Muslim, 16: 124-125)

Kesimpulanya adalah sebuah media harus bijak dalam menentukan informasi yang akan disebarkan khalayak. Karena dalam Al-Quran sudah dijelaskan prinsip-prinsip komunikasi sesuai syari’at islam dan segala informasi yang disebarkan akan diterima oleh banyak orang. Hal ini juga disebabkan karna perkembangan teknologi yang pesat dan penyebaran informasi tidak bisa dibendung. Sehingga perlu tanggung jawab yang besar dalam menyebarkan sebuah informasi dan harus dipastikan informasi tersebut apakah layak dan pantas serta valid untuk diberitakan.

Begitupun juga sebagai penonton, kita harus menyeleksi informasi yang akan kita konsumsi. Apabila kita disuguhkan pemberitaan yang cenderung ghibah sebaiknya dihindari. Dan jangan membicarakan informasi dan membuat persepsi negatif tentang pemberitaan tokoh-tokoh yang dibicarakan agar tidak menjadi fitnah dan menambah-nambah dosa kita menjadi semakin banyak.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image