
Manajemen Risiko Kepatuhan Pada Bank Syariah
Edukasi | 2022-07-08 04:56:13
Fungsi penting perbankan ialah menjadi lembaga keuangan yang menghimpun dana dan menyalurkan dana masyarakat. Sama halnya dengan perbankan Syariah selaku lembaga keuangan yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dalam menjalankan kegiatan bisnis bank harus sesuai dengan prinsip Syariah dan berdasarkan jenisnya yang terdiri dari Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, hal ini diatur dalam Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Perbankan Syariah.
Kemunculan bank Syariah merupakan keinginan dari masyarakat, terutama yang beragama Islam yang menginginkan sistem perbankan yang menyediakan jasa yang bebas dari riba dan sesuai dengan prinsip Syariah. Hukum perbankan Syariah termasuk ke dalam aspek muamalah. Sehingga, ketentuan tentang muamalah terutama yang berkaitan dengan masalah perbankan harus diijtihadkan sesuai dengan kebutuhan zaman. Ustad Abdul Somad berkata, “Dalam kondisi yang demikian, kontrak yang berdasarkan tradisi pada awal Islam dapat diaplikasikan prinsipnya dalam produk perbankan saat ini. Namun, terbuka untuk diaplikasi sepanjang masih dalam kondisi yang diperkenankan. Harus diakui praktek Nabi merupakan kontrak yang sederhana yang sesuai dengan kebutuhan ekonomi saat itu yang masih belum kompleks. Jika berpedoman terhadap praktek saat ini, maka transaksi bisnis hanya akan berjalan dengan sederhana saat itu. Suatu ketentuan syariat harus ditinjau dalam dhuruf atau kondisi saat itu dan jangan sampai bentuk formalitas yang dirumuskan karena melihat kondisi saat itu menjadi kendala mencapai tujuan. Praktik kontrak yang banyak diaplikasikan dalam bank Islam berasal dari model-model kontrak pada abad pertengahan yang dikembangkan oleh para ahli pada saat itu dengan melihat kondisi perekonomian pada abad ini yang begitu kompleks dan canggih, maka prinsip-prinsip itu harus direformulasikan sesuai dengan kondisi saat ini dengan tetap berpedoman pada rambu-rambu yang telah digariskan. Dalam bidang perbankan rambu- rambu yang harus dipenuhi ialah adanya riba, maysir (judi), dan gharar (ketidakpastian). Transaksi dalam bank syariah tidak boleh mengandung gharar, maysir, riba, zalim, risywah, barang haram, dan maksiat.”
Dengan kemunculannya bank Syariah tentu tidak terlepas dari resiko. Dalam pasal 5 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65/POJK 03/2016 tentang Penerapan Manajemen Resiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang mencakup manajemen resiko adalah risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategi, risiko kepatuhan, risiko imbal hasil (rate of return risk), dan risiko investasi (equity investment risk). Tentunya resiko yang dialami oleh bank Syariah lebih rumit dibandingkan dengan bank konvensional.
Salah satu resiko yang membedakan dengan bank konvensional adalah adanya resiko kepatuhan pada bank Syariah. Resiko kepatuhan terdapat dalam pasal 1 ayat 14 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65/POJK 03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Kepatuhan adalah hal yang wajib dipenuhi dalam setiap aspek kegiatan yang dikerjakan oleh perbankan Syariah. Ciri khas dari perbankan Syariah ialah patuh terhadap prinsip Syariah yang mana dasar hadirnya manajemen risiko ini terdapat dalam Q.S. As-Shaff ayat 61 yang artinya “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berjuang dijalan-Nya dengan tersusun rapi/tertib seolah mereka adalah bangunan yang kokoh”.
Dalam menjalankan kepatuhan yang sesuai dengan prinsip Syariah maupun perundang-undangan, setiap langkah bisnis yang diambil harus diawasi. Artinya, terdapat proses pemeriksaan yang perlu dilaksanakan secara rutin untuk memastikan bahwa bank Syariah mematuhi konsep kepatuhan Syariah. Menurut Bambang (2013), hal pertama yang harus disiapkan ialah mempunyai satuan unit kerja yang disertai wewenang dan tugas yang jelas untuk melaksanakan fungsi manajemen resiko kepatuhan. Kedua, bank Syariah perlu menambahkan penerapan beberapa hal untuk setiap aspek dalam melaksanakan kebijakan, prosedur, dan penempatan limit untuk resiko kepatuhan. Adapun yang berhak untuk melakukan pemeriksaan ialah Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang juga bertugas untuk memberikan nasihat dan saran kepada dewan direksi.
Manajemen resiko merupakan salah satu praktek prinsip kehati-hatian dalam tindakan usaha perbankan Syariah karena setiap langkah usaha perbankan tidak terlepas dari resiko yang dapat menghambat aktivitas perbankan Syariah. Resiko kepatuhan ialah resiko karena bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku dan juga prinsip Syariah. Adapun fungsi dari manajemen resiko kepatuhan adalah sistem perlindungan konsumen yang andal.
Contoh perlindungan kepada nasabah bank Syariah, ketika bank Syariah mengelola dana yang dipercayakan sesuai prinsip Syariah adalah penyerahan dana pembuatan film Iqro 2 oleh BNI Syariah. Hal ini dimaksudkan karena BNI Syariah menilai bahwa tujuannya bukan hanya untuk hiburan namun juga sebagai sarana dakwah. Kepatuhan pada prinsip Syariah yang bertujuan meraih kemaslahatan, sesuai dengan firman Allah SWT Q.S. Al-Baqarah ayat 208, yang artinya “Masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.
Apabila manajemen resiko kepatuhan tidak sesuai dapat memicu resiko lainnya, salah satunya adalah resiko reputasi. Resiko reputasi berkaitan dengan tingkat kepercayaan masyarakat kepada bank yang mana selain dapat menimbulkan keraguan. Dampak yang paling parah adalah menurunnya profit dari bank Syariah. Karena stabilitas dan kemampuan keuangan bank Syariah berpegang pada kepercayaan nasabah kepada bank Syariah dalam mengelola usahanya sesuai dengan prinsip Islam.
Oleh:
Hana Nusaibah Binti Adnan
STEI SEBI
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.